JAKARTA, KOMPAS - Perusahaan pengolahan karet PT Indo Komoditi Korpora Tbk memperkiarakan pendapatan usaha akhir tahun ini mencapai Rp 750 miliar. Jajaran direksi Indo Komoditi Korpora optimistis target tersebut bisa tercapai, meskipun gejolak sempat dihadapi perusahaan di pasar modal.
Hal tersebut disampaikan Direktur Utama Indo Komoditi Korpora Sujaka Lays dalam paparan publik insidentil di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (31/7/2019). “Memang ada penurunan pendapatan pada semester I-2019, tetapi kami akan mengejarnya di sisa tahun ini,” ujarnya.
Otoritas bursa sebelumnya meminta Indo Komoditi Korpora menggelar paparan publik insidentil setelah pada pertengahan bulan ini, penjualan saham berkode INCF disuspensi akibat akibat pergerakan saham yang tidak wajar (Unusual Market Activity/UMA).
Berdasarkan data Bloomberg, saham INCF anjlok pada tiga hari perdagangan, 11 Juli - 15 Juli 2019. Total harga saham INCF anjlok 174 poin dari Rp 256 per lembar saham menjadi Rp 82 per lembar saham. INCF disuspensi pada 16 Juli 2019 dan mulai ditransaksikan kembali pada perdagangan 17 Juli 2019.
Saham INCF anjlok pada tiga hari perdagangan, 11 Juli - 15 Juli 2019. Total harga saham INCF anjlok 174 poin dari Rp 256 per lembar saham menjadi Rp 82 per lembar saham
Sujaka menilai tak ada sentimen yang mendera korporasinya sehingga menyebabkan harga saham emiten yang bergerak di industri karet ini turun. “Kelihatannya mungkin orang memang mau lepas saja dari market,” ujarnya.
Hingga triwulan I-2019, Sujaka mengatakan perseroan membukukan pendapatan sebesar Rp 148 miliar, dengan laba bersih periode berjalan sebesar Rp 1,6 miliar.
Sujaka tetap optimistis dapat meraih target pendapatan pada akhir tahun meski penurunan produksi menghinggapi kinerja perusahaan pada paruh pertama 2019.
Volume produksi perusahaan ini pada semester I-2019 menurun sekitar 15 - 20 persen akibat penurunan kinerja mesin. Dengan penurunan produksi tersebut, penjualan serta laba pun menurun sekitar 15 persen sampai 20 persen pada semester I-2019.
“Hingga Juni ini target pendapatan baru tercapai 40 persen (Rp 300 miliar). Untuk mengejar target kami akan lakukan peremajaan pada mesin dan menggenjot target produksi hingga 35 persen pada semester II-2019,” Kata Sujaka.
Dia menuturkan, perusahaan telah mendapatkan dua kustomer baru sebagai rekanan untuk ekspor olahan karet ke pasar Asia Timur. Namun Sujaka belum bisa menyebutkan dua perusahaan tersebut.
“Jika upaya ini berjalan mulus, maka pada akhir tahun ini perusahaan sudah bisa menyuplai karet olahan untuk kedua pabrik tersebut,” ujar Sujaka.
Pada semester I-2018, INCF mencatatkan pendapatan perusahaan sebesar Rp 216,470 miliar dan laba bersih Rp 3,829 miliar. Sedangkan, penjualan pada akhir Maret 2019, pihaknya hanya meraup Rp 148,59 miliar dengan laba bersih senilai Rp 1,61 miliar.
Saham rawan
Analis Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christoper mengatakan, investor sebaiknya menghindari saham-saham UMA terlebih dahulu karena rawan suspensi atau penghentian perdagangan sementara. Di sisi lain, pergerakan saham yang terlalu liar akan membuat risiko dari saham ini akan tinggi.
“Terlebih dari sisi fundamental tidak menunjukkan pergerakan saham yang normal. Jadi kalau investor ingin masuk ke saham tersebut, investor harus mencermati validasi kabar terkait pemicu pergerakan saham yang tinggi,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Dennies, investor tetap perlu mencermati kondisi keuangan terkini dari perusahaan. Di luar itu, investor juga harus teliti dalam membaca aspek historis dari perdagangan saham yang masuk dalam kategori UMA.