Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memprediksi musim kemarau akan berlangsung hingga Oktober 2019 dengan puncak kemarau pada bulan Agustus. Risiko kebakaran hutan dan lahan pun makin meningkat. Setidaknya enam provinsi telah menyatakan status siaga darurat karhutla.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memprediksi musim kemarau akan berlangsung hingga Oktober 2019 dengan puncak kemarau pada bulan Agustus. Risiko kebakaran hutan dan lahan pun makin meningkat. Setidaknya enam provinsi telah menyatakan status siaga darurat karhutla.
Keenam provinsi tersebut adalah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Dari data SiPongi Kebakaran Hutan dan Lahan Monitoring Sistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas lahan yang terbakar di Riau 27.683,47 hektar, Jambi seluas 4,18 hektar, Sumatera Selatan 236,49 hektar, Kalimantan Barat 2.273,97 hektar, Kalimantan Tengah 27 hektar, dan Kalimantan Selatan 52,53 hektar.
”Pada 31 Juli-5 Agustus 2019 potensi kemudahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan ditinjau dari analisis parameter cuaca dengan kategori sangat mudah terbakar adalah Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, NTB, NTT, Jawa,” ujar Kepala Subbidang Peringatan Dini Iklim BMKG Supari di Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Potensi curah hujan di sejumlah tempat pun diprediksi di bawah normal, yakni di bawah 50 milimeter per jam. Kondisi ini terutama di wilayah Sumatera bagian Selatan, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Bali. BMKG juga memprediksi kekeringan akan terjadi sampai September dan Oktober.
Pelaksana Harian Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan, kekeringan yang panjang ini bisa berpotensi meningkatkan titik panas (hotspot) dan kebakaran yang lebih hebat. Untuk itu, upaya antisipasi telah disiapkan.
”Untuk antisipasi, kami telah mengerahkan pasukan pencegah kebakaran dan pasukan gabungan dari darat dan udara, serta pasukan penegakkan hukum agar kebakaran bisa dicegah jangan sampai menjadi bencana yang besar lagi. Pencegahan dan patroli menjadi fokus utama karena 99 persen kebakaran terjadi karena pembakaran lahan oleh warga,” ujarnya.
Ia menuturkan, 5.679 personel gabungan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI, Polri, masyarakat sekitar, kementerian dan lembaga terkait, serta pihak swasta telah dikerahkan untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan yang terjadi. Jumlah itu bisa bertambah karena personel dari pusat yang dikirimkan ke wilayah Jambi masih dalam persiapan. Wilayah ini baru menyatakan status siaga darurat karhutla pada 23 Juli 2019.
Selain itu, 33 helikopter water bombing telah disiagakan di setiap lokasi. Sistem hujan buatan dengan teknologi modifikasi cuaca (TMC) juga siap diberikan di wilayah Riau. Rinciannya, 17 helikopter dan 2 pesawat untuk TMC diletakkan di wilayah Riau, 3 helikopter di Sumatera Selatan, 6 helikopter di Kalimantan Barat, 7 helikopter di Kalimantan Tengah, dan 1 helikopter di Kalimantan Selatan.
Kekeringan
Agus menambahkan, antisipasi menghadapi bencana di musim kemarau juga dilakukan untuk menanggulangi ancaman bencana kekeringan. Sebanyak 2.347 desa telah terdampak bencana kekeringan. Surat Keputusan Siaga Darurat pun telah dikeluarkan oleh 61 kabupaten di tujuh provinsi.
Provinsi tersebut yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Untuk sementara, pemerintah telah mendistribusikan 28.576.400 liter air bersih untuk mengatasi masalah kekeringan di wilayah tersebut.
Selain distribusi air bersih, strategi penanganan kekeringan jangka pendek yang dilakukan antara lain membuat sumur bor, pengadaan dana siap pakai, serta pembuatan hujan buatan melalui teknologi modifikasi cuaca. Terdapat dua pesawat TMC akan disiagakan di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, dan Bandara El Tari Kupang, Nusa Tenggara Timur.