Saat ini ada 13 perusahaan semen yang beroperasi di Indonesia dengan total kapasitas sekitar 110 juta ton. Namun, penjualan semen di dalam negeri baru 69,5 juta ton, sementara rata-rata utilisasinya 63,2 persen.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·3 menit baca
Bayang-bayang defisit neraca dagang serta pelambatan laju perdagangan global memberi tekanan kepada segenap pelaku dan pemangku kepentingan di negeri ini. Situasinya serba tak pasti.
Dana Moneter Internasional (IMF) pada Juni 2019 merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini, yakni dari 3,3 persen jadi 3,2 persen, sementara Bank Dunia mengoreksi turun dari 2,9 persen ke 2,6 persen.
Badan Pusat Statistik mencatat, total ekspor Indonesia sepanjang Januari-Juni 2019 mencapai 80,324 miliar dollar AS. Sementara nilai impornya mencapai 82,258 miliar dollar AS. Dengan demikian, perdagangan Indonesia pada semester I-2019 defisit 1,93 miliar dollar AS.
Pada sisi lain, beberapa industri di dalam negeri sebenarnya kelebihan kapasitas. Peningkatan ekspor dengan mengoptimalkan utilisasi industri dan memperluas pasar luar negeri dinilai menjadi salah satu solusi untuk mengatasi persoalan defisit neraca perdagangan.
Beberapa industri di dalam negeri yang masih beroperasi di bawah kapasitas, antara lain industri otomotif dan industri semen. Produksi kedua industri itu dinilai bisa dipacu untuk meningkatkan ekspor. Selain memenuhi pasar domestik, perluasan pasar ekspor diharapkan dapat mengoptimalkan kapasitas produksi agar jangan banyak menganggur (idle).
Mari melihat kondisi di industri semen. Industri ini bernilai strategis karena berkaitan dengan pembangunan hunian atau perumahan. Rumah atau papan adalah satu dari tiga kebutuhan primer selain pangan dan sandang.
Industri semen bertumbuh untuk mengisi kebutuhan domestik. Menurut data Asosiasi Semen Indonesia, saat ini ada 13 perusahaan semen yang beroperasi di Indonesia. Total kapasitasnya pada tahun 2018 sekitar 110 juta ton. Sementara penjualan semen di dalam negeri baru 69,5 juta ton.
Kapasitas industri semen Tanah Air sekitar 110 juta ton. Namun, penjualan semen di dalam negeri baru 69,5 juta ton, sementara rata-rata utilisasinya 63,2 persen.
Akan tetapi, upaya mengoptimalkan kapasitas produksi melalui perluasan pasar ekspor memiliki tantangan tersendiri. Apalagi kondisi kelebihan kapasitas pun dialami industri semen di beberapa negara produsen.
Sebagai contoh, kapasitas terpasang industri semen di Vietnam 99 juta ton, sementara konsumsinya 60,27 juta ton. Adapun kapasitas terpasang industri semen di Thailand 60,15 juta ton dengan konsumsi domestik 28,88 juta ton. Kapasitas terpasang industri semen di Malaysia 40,83 juta ton dengan konsumsi domestik 19,83 juta ton. Sementara di Filipina, kapasitas terpasangnya 34,76 juta ton dan konsumsi 25,96 juta ton.
Akibatnya, persaingan di pasar semen regional pun cukup ketat. Bukan hanya di Indonesia, para pelaku industri semen di beberapa negara di Asia Tenggara itu pun ingin meningkatkan kapasitas produksi dan ekspornya.
Oleh karena itu, selain berupaya membuka pasar baru di luar, pelaku industri semen mesti mengoptimalkan pasar dalam negeri. Mereka berharap pembangunan infrastruktur serta properti di dalam negeri terus tumbuh. Dengan demikian, permintaan dan konsumsi semen domestik pun meningkat.
Upaya menghasilkan produk dengan mutu dan harga kompetitif menjadi kunci memenangi pasar. Selain itu, industri semen masih menghadapi tekanan di sisi lingkungan. Oleh karena itu, pelaku industri semen perlu makin peduli terhadap isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Boleh dikata, kepedulian terhadap aspek lingkungan juga bernilai ekonomi. Apalagi komitmen terhadap kelestarian lingkungan pun banyak diyakini akan ikut menjamin keberlanjutan bisnis. Era kebutuhan produk ramah lingkungan telah tiba. Kini saatnya fokus menggarap peluang dan memenuhi komitmen tersebut.