Pemerintah Provinsi DKI memperketat pengawasan terhadap uji emisi kendaraan berat yang melintas di Jakarta. Kendaraan itu disinyalir sebagai salah satu penyumbang polusi udara Ibu Kota. Aparat menyiapkan sanksi tegas bagi pengguna kendaraan yang tak lolos uji emisi.
Oleh
AYU PRATIWI/NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperketat pengawasan terhadap uji emisi kendaraan berat yang melintas di Jakarta. Kendaraan itu disinyalir sebagai salah satu penyumbang polusi udara Ibu Kota. Aparat menyiapkan sanksi tegas bagi pengguna kendaraan yang tak lolos uji emisi.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, langkah itu penting dilakukan karena selama ini pengawasannya belum optimal. Padahal, kendaraan berat dari luar daerah Jakarta kemungkinan tak lolos uji emisi.
”Begitu (kendaraan berat) masuk JORR (Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta) dengan tingkat kepadatan yang tinggi, belum lagi kecepatan kendaraan menjadi rendah, akibatnya bisa saja itu menjadi sumber polusi untuk di kawasan (Jakarta) selatan kita. Dan, kendaraan berat itu tidak dari wilayah Jakarta, masuk dari entah Tangerang, Bekasi, dan Bogor,” tutur Syafrin di Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Sebagai catatan, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta pernah merilis sumber polusi Ibu Kota terbagi menjadi empat, yakni transportasi darat (75 persen), pembangkit listrik dan pemanas (9 persen), pembakaran industri (8 persen), serta pembakaran domestik (8 persen).
Syafrin berkomunikasi dengan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), dan Korps Lalu Lintas Polri. Komunikasi dilakukan untuk memastikan mekanisme pengawasan, terutama bagi kendaraan yang tidak melakukan pengujian kendaraan bermotor secara berkala.
”Prinsipnya, untuk seluruh angkutan barang itu wajib dilakukan uji kir mulai tahun ini, salah satu item-nya adalah uji emisi. Jika itu tidak diindahkan, kami akan melakukan penindakan hukum lebih tegas dengan kepolisian,” kata Syafrin.
Kita harus berani membatasi orang menggunakan kendaraan pribadi. Saya sepakat ketika Jakarta mulai mewacanakan tarif parkir progresif hingga Rp 50.000 per jam.
Kepala Sub-Direktorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris M Nasir menambahkan, pihaknya turut mendampingi razia emisi yang dilaksanakan Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Operasi itu tidak digelar secara rutin karena pelaksanaannya memerlukan alat berat dan waktu yang diperlukan untuk melakukan uji emisi cukup lama hingga 15-20 menit. Razia emisi terakhir dilaksanakan menjelang Idul Fitri 2019.
”Operasi itu dilaksanakan berdasarkan kebutuhan. Kita koordinasi dengan dinas perhubungan. Ketika alatnya siap, kita akan tindak lanjuti dan laksanakan pengawasan,” ucap Nasir.
Ia menambahkan, razia emisi biasanya dijalankan di laju jalan yang cukup luas untuk melakukan penertiban, seperti di sekitar pom bensin. Kendaraan dengan emisi gas buang tidak sesuai standar tidak akan diterbitkan uji kirnya.
Lebih jauh, Pemerintah DKI juga tengah mengkaji kenaikan tarif parkir kawasan. Kelak, sejumlah kawasan pusat kegiatan akan dikenai tarif tinggi agar masyarakat beralih menggunakan transportasi umum.
”Tentu setelah kajian selesai, kami akan melakukan revisi peraturan gubernur dan kami akan segera terapkan. Sebab, kalau sekarang Rp 5.000 per jam itu kayak enggak ada artinya bagi warga Jakarta,” tutur Syafrin.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus juga berpendapat, tarif parkir saat ini tidak membebani masyarakat sehingga penggunaan kendaraan pribadi tidak terbatasi. Ia menganggap, peningkatan jumlah pengguna angkutan umum saat ini belum signifikan karena angkutan umum masih bersaing dengan kendaraan pribadi.
”Kita harus berani membatasi orang menggunakan kendaraan pribadi. Saya sepakat ketika Jakarta mulai mewacanakan tarif parkir progresif hingga Rp 50.000 per jam. Itu enggak masalah. Itu, kan, mengendalikan. Bukan melarang orang (menggunakan kendaraan pribadi),” ujar Alfred.