Australia Cari Landasan Hukum untuk kebebasan pers
Pers Australia bekerja tanpa landasan hukum kebebasan pers.
Dua peristiwa yang menimpa praktisi pers akhir-akhir ini di Australia telah memicu perdebatan tentang kebebasan pers. Bulan lalu polisi menggerebek kantor pusat media nasional Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan rumah seorang wartawan News Corporation.
Senin (22/7/2019) lalu polisi menahan seorang wartawan Perancis beserta kru filmnya yang sedang meliput protes terhadap Adani, perusahaan tambang di Negara Bagian Queensland, sebelum membebaskannya dengan syarat.
”Banyak yang mempertanyakan (penahanan kami) dan banyak yang heran hal seperti ini bisa terjadi di negeri seperti Australia karena saya kira semua orang tahu Australia adalah negara yang demokratis jadi kita bisa bekerja tanpa halangan,” kata wartawan France 2 TV, Hugo Clement, kepada ABC, Jumat (26/7/2019), sehari sesudah polisi membebaskannya dari segala tuduhan.
Penggerebekan di kantor ABC terkait laporan bersambung bertajuk Afghan Files pada 2017. Laporan tersebut bermula dari bocoran data rahasia Departemen Pertahanan yang mengungkapkan dugaan terjadinya pembunuhan ilegal dan salah tindak pasukan khusus Australia di Afghanistan.
Sebenarnya Australia tak memiliki hukum yang melindungi kebebasan pers dan kebebasan berpendapat, menurut George Williams, ahli konstitusi dan dekan Fakultas Hukum Universitas New South Wales.
”Australia merupakan satu- satunya negara demokrasi di dunia yang tidak melindungi kebebasan berekspresi dan kebebasan pers melalui konstitusi atau hak-hak sipil mendasar (bill of rights),” katanya seperti dikutip koran Sydney Morning Herald. Oleh karena itu, hak- hak sipil mendasar harus dibuat untuk melawan tindakan yang membelenggu kebebasan pers di Australia.
Hal senada juga diungkapkan oleh Michaela Whitbourn, wartawan bidang hukum koran Sydney Morning Herald. Konstitusi Australia tidak secara eksplisit menyebutkan perlindungan kebebasan berekspresi atau kebebasan pers walau Pengadilan Tinggi memberi sedikit kelonggaran dalam hal komunikasi politik.
”Kebebasan itu terkait dengan komunikasi tentang pemerintah dan soal-soal politik supaya setiap warga mempunyai cukup informasi guna membantunya melaksanakan hak pilihnya dengan baik,” tulis Whitbourn di Sydney Morning Herald. Jadi kebebasan itu bukan hak orang-per-orang, melainkan kebebasan yang berkaitan dengan parlemen.
Hukum tentang pencemaran nama baik (defamation laws) juga tidak banyak menolong. Apalagi hukum pencemaran nama baik di Australia termasuk yang paling ketat dan paling tidak bersahabat bagi pers di dunia. Sydney terkenal sebagai ”ibu kota pencemaran nama baik” dunia saking banyaknya kasus seperti ini.
Selain hukum pencemaran nama baik, hukum-hukum lain, seperti hukum tindak kriminal, juga merupakan batu sandungan karena melarang pejabat Commonwealth berbicara kepada pers sebelum ada persetujuan. Tahun lalu, pemerintah mengeluarkan hukum dengan ancaman lima tahun penjara bagi wartawan yang menerbitkan informasi rahasia dari pejabat negara.
Berubah
Walau tak terdapat dalam konstitusi, Pemerintah Australia biasanya cukup memberi kelonggaran kepada pers dan bahkan bangga akan kebebasan persnya. Namun, keadaan mulai berubah sesudah serangan teroris 9/11 di Amerika pada 2001. Setelah itu Australia mengeluarkan puluhan hukum anti-teroris untuk menunjang keamanan nasionalnya sehingga hukum-hukum menjadi rumit dan saling kait-mengait serta mengganggu pers bebas.
Seperti dikatakan Thomas Jefferson, presiden ketiga Amerika Serikat, pada 1787, setiap orang berhak mempunyai hak- hak sipil mendasar dalam pemerintahan mana pun, dan pemerintahan yang adil tidak boleh menolak.
Usaha untuk memiliki hak- hak sipil mendasar sudah dimulai. Perdana Menteri Scott Morrison berjanji membawa isu kebebasan pers ke parlemen. Negara Bagian New South Wales sudah memelopori peninjauan kembali hukum-hukum pencemaran nama baik yang sudah usang.
Sebuah kelompok kerja nasional telah mencanangkan hal yang sama sejak Januari lalu yang tujuannya melindungi praktisi pers yang bekerja untuk kepentingan umum (public interest journalism). Kelompok ini bertekad menyelesaikan tugasnya dalam 18 bulan.
Sebelum kebebasan pers belum memiliki landasan hukum, pers Australia masih harus bekerja di antara karang-karang hukum yang siap menerkam.