Di tengah gencarnya penegakan hukum terhadap peredaran merkuri di Maluku, praktik tersebut terus terjadi dengan berbagai modus baru. Tantangan bagi aparat keamanan pun semakin besar.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Direktorat Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Maluku telah menyerahkan tiga pelaku kasus penyelundupan merkuri ilegal yang dikemas dalam buah kelapa kepada Kejaksaan Negeri Ambon pada Rabu (31/7/2019). Di tengah gencarnya penegakan hukum terhadap peredaran merkuri di Maluku, praktik tersebut terus terjadi dengan berbagai modus baru. Tantangan bagi aparat keamanan semakin besar.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat, lewat pesan singkat pada Kamis (1/8), mengatakan, pelimpahan dilakukan itu setelah polisi melakukan penyidikan selama lebih dari dua bulan. Ketiga tersangka adalah Artam Eko, sopir yang mengangkut merkuri; Yanto Rumbia, yang turut memperlancar distribusi; dan Hasanudin Hamzah sebagai pemilik merkuri.
Barang bukti yang diserahkan di antaranya 72 kelapa berisi cairan merkuri dengan total bobot merkuri sekitar 144 kilogram, satu mobil truk, dan uang tunai Rp 3,2 juta. Merkuri itu diproduksi di Pulau Seram dan hendak dikirim ke Pulau Jawa melalui kapal barang.
Namun, pengiriman itu bocor ke telinga polisi saat merkuri yang sudah tersimpan dalam peti kemas hendak dimasukkan ke kapal di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, pada 12 Mei lalu.
Hasanudin bahkan sudah menghubungi pembeli di Jawa agar segera melunasi sisa pembayaran setelah kiriman itu tiba empat hari kemudian. Satu kilogram merkuri dijual Rp 1 juta. Hasanudin pun sudah membayangkan rekeningnya akan bertambah Rp 104 juta. Sebelumnya, dia telah mengantongi uang muka Rp 40 juta.
Awalnya, truk berisi merkuri itu dibawa dari Pulau Seram dengan mulus melewati sejumlah titik rawan penggeledahan dan razia, termasuk gerbang Pelabuhan Yos Sudarso yang diawasi aparat 24 jam setiap hari. Peti kemas itu pun menunggu giliran diangkut crane ke dalam kapal.
Beberapa saat sebelum diangkat, datang beberapa penyidik meminta peti kemas dibuka. Berdasarkan manifes, peti kemas berisi buah kelapa yang nilai ekonominya tidak lebih dari Rp 1 juta. Sementara biaya pengiriman satu peti kemas dari Ambon ke Surabaya sekitar Rp 5 juta. Dari sisi hitungan ekonomi, hal itu jelas janggal.
Setelah peti kemas dibuka, buah kelapa diangkat. Satu kelapa kering yang bobotnya tidak sampai 1 kilogram itu terasa berat. Setelah dicek, buah kelapa itu tampak sudah pernah dibelah, tetapi direkatkan kembali dengan lem. Buah itu lalu dikocok dan ternyata keluar butiran merkuri. Kontainer pun ditutup dan dipasangi garis polisi. Tiga pelaku ditangkap.
Keduanya membawa ransel berisi masing-masing 10 kilogram merkuri yang juga diproduksi di Pulau Seram.
Tak berhenti di situ, lebih dari dua bulan kemudian, tepatnya 27 Juli, giliran Rahim Ely dan Rifai Sanduan diciduk di tangga naik Kapal Motor Nggapulu yang sandar di Pelabuhan Yos Sudarso. Keduanya membawa ransel berisi masing-masing 10 kilogram merkuri yang juga diproduksi di Pulau Seram.
Merkuri dimasukkan ke dalam kemasan oli motor ukuran 1 liter. Kendati berhasil menangkap kedua pelaku, polisi ternyata kecolongan. Terdapat 17 kilogram merkuri lainnya yang sudah berada di dalam kapal yang telah berangkat.
Polisi lalu berkoordinasi dengan operator KM Nggapulu untuk mengamankan merkuri yang disimpan dalam salah satu ruang kapal itu. Terungkapnya penyelundupan merkuri tersebut berawal dari laporan buruh pelabuhan yang diminta membawa dua tas naik ke kapal.
Curiga dengan barang tersebut, buruh lalu melapor kepada polisi. ”Begitulah lika-liku dan modus yang digunakan pelaku. Kadang polisi agak kesulitan. Kami berharap masyarakat mendukung,” ujar Roem.
Selain cara kerja lewat pengintaian intelijen, cara lain polisi mengenali merkuri adalah dari bobot cairan. Massa jenis air adalah 1 gram per mililiter atau 1 kilogram per liter, sedangkan massa jenis merkuri adalah 13 gram per mililiter atau 13 kilogram per liter. Berat jenis yang jomplang itu dapat menjadi indikasi awal untuk mengenali merkuri yang disembunyikan dalam berbagai kemasan.
Dari waktu ke waktu, modus penyelundupan merkuri terus berubah. Sekitar empat tahun lalu, modus yang dilakukan dengan mengirim batu sinabar, bahan baku penghasil merkuri. Maluku merupakan produsen batu sinabar terbesar di Indonesia. Selanjutnya, sinabar itu diolah menjadi merkuri, baik di Maluku maupun di daerah lain.
Apa pun modusnya, kita tentu berharap aparat selalu siap dan mampu untuk membongkarnya.