Dari Sekolah, Ubah Wajah Tangerang
Perubahan perilaku di Kabupaten Tangerang dimulai dari sekolah. Setiap sekolah diminta menekan produksi sampah hingga 75 persen. Upaya ini pelan-pelan mengubah wajah Kota Seribu Industri ini.
Perubahan perilaku di Kabupaten Tangerang dimulai dari sekolah. Setiap sekolah diminta menekan produksi sampah hingga 75 persen. Upaya ini pelan-pelan mengubah wajah Kota Seribu Industri ini.
Dengan beragam cara, SMP Negeri 2 Curug bangkit meninggalkan kesan sebagai sekolah kotor dan kumuh. Perjalanan sejak tahun 2015 hingga kini membuat sekolah di Jalan Diklat Pemda, Kabupaten Tangerang, Banten, ini menekan produksi sampah. Paradigma siswa juga diubah agar mengikuti pola hidup bersih dan sehat.
Sekolah yang berdiri di lahan seluas 7.524 meter persegi ini tidak menyiapkan tong sampah. “Seluruh warga sekolah, baik siswa, guru, dan staf, sudah sadar untuk bebas sampah. Mereka tidak lagi membawa atau menghasilkan sampah dalam kawasan sekolah,” kata Kepala SMPN 2 Curug Cucu Sri Rahayu, Rabu (25/7/2019).
Cucu beralasan, kalau di sekolah ada tong sampah berarti membuka peluang warga sekolah dan pengunjung atau tamu membawa atau menghasilkan sampah. Maka, banyak tamu kecele mencari tempat sampah saat bertandang di sekolah tersebut.
Salah satu upaya menekan sampah dilakukan seluruh warga sekolah ini dengan membawa wadah makan dan minum. Pedagang makanan di sekolah tidak menyediakan kemasan. Pembeli menyodorkan wadah ke pedagang untuk diisi makanan yang dibeli.
Cucu mengatakan, lewat program Kurangi Sampah Sekolah Kita (Kurasaki), produksi sampah tinggal 10 persen saja. Itupun sebagian besar dedaunan pohon dan tanaman di lingkungan sekolah. Hanya sebagian kecil saja sampah anorganik seperti kertas.
Sampah-sampah tersebut dikelola. Sampah dedaunan dijadikan kompos, sedangkan sampah anorganik diangkut truk sampah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan.
Pupuk kompos digunakan untuk tanaman di sekolah dan dijual kepada orangtua murid atau masyarakat umum.
Cucu mengatakan, anggaran pengolahan sampah pun dihemat, dari Rp 18 juta per tahun menjadi nol rupiah. Dana itu dulu dipakai untuk pengadaan tempat sampah, pengangkutan sampah, dan biaya tenaga kebersihan.
Selain soal sampah, sekolah juga memantau sanitasi dengan melibatkan siswa. Tiga siswa kelas 8 yang juga anggota Tim Satgas Sanitasi dan Jumantik sekolah itu yakni Nabila (13), Andini (13), dan Lala (13) tesedang patroli saat jam istirahat.
Mereka juga memanfaatkan waktu 30 menit sebelum pelajaran dimulai dan setelah sekolah untuk memeriksa kebersihan kamar mandi, taman, dan sudut-sudut sekolah. Ini untuk mencegah timbulnya sarang nyamuk, kotor, dan bau.
Nabila mengatakan, sebagai sekolah sehat, mereka memiliki delapan Pokja Satgas di antaranya Anti Rokok, Pelestarian Lingkungan, Jumantik, Layanan Kesehatan, dan Penanganan Sampah. Jumlah satgas 59 personel, terdiri dari belasan murid dan satu guru setiap satgas.
Semua warga sekolah juga membawa kain lap saban hari. Lap dipakai untuk membersihkan debu di kursi, meja, lemari, papan tulis, jendela, dan pintu. Sebelum belajar, saat istirahat, dan setelah pulang sekolah mereka langsung membersihkan peralatan di sekitar mereka. Itu sebabnya, hampir tidak ada debu di sekolah ini.
Transformasi
SMPN 2 Curug berdiri tahun 2010. Pada awalnya, sekolah ini lebih memprioritaskan pembangunan fisik. Tujuannya, agar siswa yang saat itu sekolah pagi dan sore bisa bergabung menjadi satu waktu belajar yang sama. Saat ini, ada 940-an siswa bersekolah di SMPN 2 Curug.
Cucu mengatakan, Kabupaten Tangerang dijuluki Kota Seribu Industri. Salah satu eksesnya, lingkungan berpolusi dan kurang sehat. Maka, setelah urusan bangunan fisik selesai, pimpinan sekolah mulai memikirkan cara membuat sekolah lebih hijau, bersih, nyaman, dan sehat. Pengelolaan sampah dan pemeliharaan sanitasi mulai dilakukan.
Tahun 2014, sekolah ini menjadi salah satu sekolah penerima program Sanisek (Sanitasi Berbasis Sekolah). Sebagai sekolah sehat, sekolah ini memperhatikan pola hidup bersih dan sehat. Yang terakhir, sekolah ini melaksanakan program unggul yang lebih besar lagi, yakni Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM).
Dampaknya sangat terasa bagi warga sekolah. “Kini, murid jarang tidak hadir karena sakit. Ini dampak sekolah bersih dan sehat,” ujar Cucu.
Dari upaya yang dilakukan selama ini, mereka mendapat penghargaan sebagai Sekolah Adiwiyata Tahun 2016, Kurasaki (2017), Sekolah Sehat tingkat Kabupaten dan Provinsi (2018), dan mengikuti Lomba Sekolah Sehat 2019.
Ia berharap, hidup bersih dan bebas sampah sudah ditanamkan kepada warga sekolah sejak mereka masuk lingkungan sekolah. Tinggal bagaimana warga sekolah membawa pengaruh hidup bersih dan bebas sampah ke rumah masing-masing dan lingkungan sekitarnya.
Nabila mengatakan, butuh waktu dan upaya untuk mengajarkan orang dalam rumah apalagi lingkungan sekitarnya. "Sampah tetap ada. Saya tidak bosan-bosan menyontohkan sehingga mereka (keluarga dan tetangga) mengikuti,” ujarnya.
Jadi Percontohan
SMP Negeri 2 Curug adalah satu dari dua sekolah di Kabupaten Tangerang yang mewakili Provinsi Banten dalam Lomba Program Sekolah Sehat tingkat Nasional. Sekolah lainnya adalah SMKN 7 di Perum Dasana Indah, Jalan Raya Karawaci-Legok, Kelapa Dua.
Sebagai sekolah sehat, SMP Negeri 2 Curug menjadi percontohan di Kabupaten Tangerang dan Provinsi Banten. Seperti Kamis lalu, tujuh perwakilan sekolah lainnya berkunjung untuk mempelajari inovasi dan terobosan yang sudah dilakukan sekolah itu.
“Kami mempersiapkan untuk menjadi sekolah sehat. Makanya, kami datang ke sekolah ini (SMP Negeri 2 Curug) untuk belajar tentang bagaimana mengelola sekolah sehat,” kata Kepala SMP Negeri 1 Panongan, Kabupaten Tangerang, Endah Nurani, Kamis.
Ketua OSIS SMPN 1 Sepatan Achmad Rifali juga datang ke SMPN Curug bersama kepala sekolahnya, Rabu pekan lalu. Sekolah sehat akan diterapkan di SMPN 1 Sepatan melalui koordinasi OSIS.
Seperti diketahui, sebagian wilayah Sepatan belum mempedulikan kebersihan dan kesehatan. Sebagian dari warga masih menggunakan kebun dan kali untuk tempat buang air besar.
Ketua Forum Kota Tangerang Sehat (FKTS) Imam Sutopo mengatakan, program Kurasaki bertujuan agar sekolah dapat mereduksi sampah hingga 75 persen di kawasannya. Program ini diharapkan mengubah perilaku hidup bersih dan sehat mulai dari sekolah.
Dalam tiga bulan sosialisasi, rata-rata sekolah dapat mengurangi sampah hingga 83 persen. Sejak tahun 2016 hingga kini, 150 sekolah yang tersosialisasikan program ini.
Gerakan dari sekolah
Sebelumnya, pada 2012, tim menyusun strategis Sanitasi di Kabupaten Tangerang. Tim bersepakat mengedukasi sanitasi di sekolah-sekolah. Munculah program Sanitasi Berbasis Sekolah atau Sanisek. Program ini dimasukkan dalam program edukasi 2013 -2018.
“Keberhasilan Sanisek menginspirasi program berikutnya. Kami ingin melakukan revolusi mental yang ril. Bagaimana mengubah definisi lama, buanglah sampah pada tempatnya menjadi buanglah sampah dengan tempatnya yang hingga kini belum ada di Indonesia," kata Imam.
Sanisek dan Kurasaki, kata Imam, mengacu kondisi Kabupaten Tangerang yang memiliki 3,6 juta penduduk dengan produksi sampah sekitar 2.500 ton setiap hari. Padahal, kemampuan pengangkutan sampah hanya sekitar 40 persen. Sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) pun hanya ditumpuk dan tak terkelola dengan baik.
Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mengatakan, induk dari semua program adalah GSM.
“Dengan Gerakan Sekolah Menyenangkan, anak bersekolah di sekolah bersih dan sehat, fasilitas lengkap, belajar dengan gembira, tidak ada tekanan, dan cepat tanggap dalam menerima pelajaran, sehingga mereka bisa berinovasi dan bereksplorasi,” jelas Zaki.
Ia menyadari, tantangan dalam mengubah pola pikir dan hidup bersih dan sehat sangat susah. Selain karena masih terbatasnya infrastruktur atau fasilitas, dibutuhkan komitmen memelihara program tersebut.
“Kunci utama adalah Kepala Sekolah yang harus memegang komitmen ini,” kata Zaki.