Meski tidak menargetkan pertumbuhan kinerja yang signifikan, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia tetap berkomitmen meningkatkan kapasitas ekspor pelaku usaha dalam negeri.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau Eximbank Indonesia berupaya memacu kapasitas ekspor Tanah Air melalui kinerja pembiayaan serta lini bisnis lainnya. Meski tidak menargetkan pertumbuhan kinerja yang signifikan, Eximbank Indonesia tetap berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas ekspor pelaku usaha dalam negeri.
Direktur Eksekutif Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Sinthya Roesli, di Jakarta, Kamis (1/8/2019), menjelaskan, sepanjang semester I-2019 lembaganya telah menyalurkan pembiayaan dan piutang senilai Rp 105,03 triliun.
Sebanyak 15,09 persen dari jumlah tersebut disalurkan pada segmen usaha berskala mikro dan menengah berorientasi ekspor. Sementara mayoritas pembiayaan disalurkan pada sektor perindustrian, pertanian, pertambangan, konstruksi, dan pengangkutan.
”Penyaluran pembiayaan masih akan sangat membantu eksportir untuk meningkatkan kapasitas mereka sebagai bekal berkompetisi di pasar global,” katanya.
Berdasarkan riset yang dilakukan LPEI dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), kehadiran LPEI berdampak pada penyerapan tenaga kerja sebesar 1,44 persen-2,42 persen, penurunan kemiskinan sebesar 0,45 persen-0,72 persen, serta mampu menurunkan ketimpangan pendapatan dengan tingkat rasio gini dari 0,397 menjadi 0,392.
Sinthya menjelaskan, sepanjang paruh pertama tahun ini, nilai pembiayaan tersebut disalurkan kepada sekitar 1.300 pelaku ekspor dengan berbagai produk dan jasa yang dipasarkan ke sedikitnya 160 negara. Angka pelaku ekspor ini berpotensi naik dua kali lipat hingga akhir 2019.
”Fasilitas pembiayaan LPEI juga memberikan efek domino yang signifikan bagi perekonomian Indonesia karena pembiayaan disalurkan tidak hanya terhadap produk ekspor, tetapi juga jasa-jasa penunjang ekspor,” kata Sinthya.
Selain pembiayaan, pada semester I-2019 LPEI menghimpun Rp 11,72 triliun dari bisnis penjaminan serta Rp 8,46 triliun dari bisnis premi asuransi.
Di sepanjang sisa akhir 2019, lanjut Sinthya, LPEI berupaya melakukan konsolidasi untuk memperbaiki kualitas bisnis sehingga lembaga tidak mematok target pertumbuhan yang signifikan.
Pembiayaan ditargetkan hanya tumbuh 2 persen. Adapun bisnis penjaminan dan asuransi dipatok tumbuh pada kisaran 20 persen.
Selain menjalankan sejumlah bisnis, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, memberikan mandat kepada LPEI untuk melakukan penugasan khusus ekspor (national interest account/NIA) guna menjangkau pasar non-tradisional.
Sinthya mengatakan, saat ini terdapat alokasi dana senilai Rp 1,6 triliun untuk mulai membuka pasar ekspor produk dan jasa Indonesia ke kawasan Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah.
Ekspor tambang
Sementara itu, Holding Industri Pertambangan (HIP), yang beranggotakan PT Inalum (Persero), PT Antam (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, dan PT Freeport Indonesia, bekerja sama dengan tiga bank BUMN untuk pembiayaan ekspor-impor.
Ketiga bank tersebut adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Berdasarkan keterangan resmi yang diterima Kompas, penandatanganan kesepakatan kerja sama ini merupakan salah satu wujud rangkaian komitmen sinergi BUMN untuk mendorong pertumbuhan industri dan ekonomi nasional serta meningkatkan daya saing Indonesia secara global.
CEO HIP Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kerja sama ini adalah salah satu program sinergi dalam penyaluran valas dari anggota HIP yang memiliki kelebihan likuiditas valas kepada anggota HIP lainnya yang membutuhkan dengan difasilitasi oleh ketiga bank tersebut.
”HIP adalah holding BUMN dengan nilai ekspor terbesar tahun lalu. HIP mengekspor aluminium, bauksit, nikel, ferronikel, emas, batubara, dan timah senilai lebih dari Rp 35 triliun,” ujarnya.
Dengan nilai ekspor sebesar itu, lanjut Budi, ketiga bank BUMN tersebut telah sepakat membantu HIP dalam memberikan dukungan dan fasilitas perbankan berupa layanan jasa dan pembayaran perdagangan yang memadai dengan tarif kompetitif.