JAKARTA, KOMPAS - Pemilu 2019 dirasakan semakin mahal dan gaduh dibandingkan pemilu sebelumnya. Polarisasi yang terjadi di masyarakat saat Pemilu lalu juga masih bisa berdampak hingga Pemilu 2024.
”Saat ini, banyak kandidat berkualitas yang kalah di pemilu karena masalah logistik,” kata anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Sidarto Danusubroto, dalam Sarasehan Kebangsaan: Strategi RPJMN 2019-2024 Berdasarkan Pancasila, Rabu (31/7/2019).
Turut hadir sebagai pembicara pada acara yang digelar di Gedung Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Jakarta, ini, antara lain Gubernur Lemhannas Agus Widjojo, Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional Soetrisno Bachir, dan Pelaksana Tugas Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono.
Menurut Sidarto, kini dibutuhkan biaya Rp 5 miliar-Rp 500 miliar untuk menjadi anggota DPR. ”Sementara untuk mengikuti pemilihan bupati/wali kota, dibutuhkan biaya Rp 50 miliar-Rp 100 miliar. Uang itu biasanya berasal dari pengusaha di daerah,” katanya.
Mahalnya biaya politik ini, lanjut Sidarto, membuat sejumlah anggota legislatif ataupun kepala daerah diproses hukum karena melakukan korupsi guna mengembalikan biaya politik. Pada saat yang sama, praktik jual beli jabatan juga ditengarai banyak terjadi.
Pemilu 2024
Polarisasi di masyarakat akibat pemilu lalu juga tidak bisa dianggap sudah selesai. Bahkan, menurut Agus, dampak dari polarisasi itu berpotensi masih dirasakan pada Pemilu 2024.
Hal ini mesti diwaspadai karena saat Pemilu 2024 sudah tidak ada lagi calon presiden petahana. Selain itu, dalam negara demokrasi, biasanya masyarakat juga menginginkan adanya perubahan setelah dua periode jabatan presiden. Kondisi ini, lanjut Agus, membuat pihak-pihak yang berkepentingan dengan perebutan kekuasaan saat ini sudah melintasi garis awal sebagai persiapan menghadapi Pilpres 2024.
Untuk mengatasi dua hal itu, pembangunan sistem yang sejalan dengan demokrasi Pancasila mendesak dilakukan untuk menjamin kesinambungan setelah 2024. Mekanisme pencarian dan pembinaan pemimpin mesti disusun. Pada saat yang sama, penyampaian narasi tentang sejarah bangsa dan nasionalisme perlu diintensifkan di berbagai media.
Dalam kesempatan ini, Hariyono menegaskan, Pancasila sebagai dasar negara sudah final. Namun, nilai-nilai Pancasila mesti terus diperjuangkan. Hal itu dilakukan dengan cara melaksanakan pembangunan yang terencana, menyeluruh, bersifat nasional, dan berkelanjutan guna mewujudkan cita-cita bangsa.