The Fed Pangkas Suku Bunga, Pasar Indonesia Tetap Menarik
Pasar modal di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, tetap menarik kendati Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve atau The Fed, memangkas suku bunga acuannya. Aliran dana yang masuk ke pasar domestik masih relatif tinggi karena dibarengi perbaikan sejumlah indikator ekonomi.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasar modal di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, tetap menarik kendati Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve atau The Fed, memangkas suku bunga acuannya. Aliran dana yang masuk ke pasar domestik masih relatif tinggi karena dibarengi perbaikan sejumlah indikator ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penurunan suku bunga The Fed menambah daya tarik Indonesia dibandingkan negara berkembang lain. Daya tarik itu muncul dari imbal hasil surat utang pemerintah yang relatif tinggi. Selain itu, kepercayaan investor juga ditingkatkan dengan menjaga stabilitas perekonomian domestik, terutama inflasi.
”Stabilitas yang terjaga ditambah penurunan suku bunga The Fed akan meningkatkan kepercayaan investor dan konsumen. Kami berharap momentum pertumbuhan ekonomi mulai terlihat,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (1/8/2019).
Menurut Sri Mulyani, penurunan suku bunga The Fed juga memberi ruang bagi perusahaan domestik untuk memperbaiki kinerjanya. Pada 2018, kinerja sektor riil mengalami tekanan akibat kenaikan suku bunga dan perlemahan kurs rupiah. Perbaikan kinerja sektor riil diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-IV.
The Fed memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi kisaran 2-2,25 persen pada Rabu (31/7/2019) siang waktu setempat atau Kamis (1/8/2019) dini hari. Pemangkasan suku bunga acuan ini dilakukan untuk pertama kalinya sejak 2008.
Mengutip pernyataan hasil Komite Operasi Pasar Terbuka (FOMC) The Fed, langkah ini untuk mendukung ekspansi perekonomian AS, memperkuat kondisi pasar ketenagakerjaan, dan mendorong pencapaian inflasi yang masih jauh di bawah target 2 persen.
Gubernur The Fed Jerome Powell mengatakan, ada tiga alasan The Fed menurunkan suku bunga acuannya, yaitu perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, tekanan hubungan dagang AS, dan upaya mendorong inflasi.
”Namun, ini bukanlah awal dari rangkaian panjang pemangkasan suku bunga,” kata Powell, yang dikutip dari Reuters.
Pelonggaran moneter
Ditemui terpisah, Kepala Lembaga Pusat Kajian Ekonomi Makro Universitas Indonesia Febrio Kacaribu berpendapat, sinyal pelonggaran kebijakan moneter The Fed tetap kuat kendati tidak sesuai ekspektasi. Pasar memperkirakan penurunan suku bunga acuan The Fed bisa mencapai 0,5-0,75 persen pada akhir tahun 2019, tetapi saat ini paling tinggi 0,5 persen.
”Meskipun jangka pendek, 1-2 bulan, akan banyak ketidakpastian, tetapi trennya tetap jelas. Arah kebijakan The Fed dovish,” kata Febrio.
Menurut Febrio, penurunan suku bunga The Fed akan menyebabkan arus modal asing keluar, tetapi tidak signifikan. Hal itu karena imbal hasil surat utang pemerintah Indonesia tenor sepuluh tahun relatif tinggi, sekitar 7 persen. Di sisi lain, investor masih melihat risiko perlemahan pertumbuhan ekonomi AS berlanjut hingga 2020.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menambahkan, ketidakpastian global masih menyelimuti perekonomian global. Hal itu akan turut memengaruhi proses penyusunan APBN 2020 terutama dari aspek proyeksi kurs rupiah, harga minyak dunia, dan tingkat suku bunga. Pemerintah kini menghadapi kondisi yang cukup menantang.