Gugatan Tiga Pulau Reklamasi Berpotensi Dikabulkan
JAKARTA, KOMPAS – Pengabulan gugatan yang diajukan pengembang Pulau H di Pengadilan Tata Usaha Negara dinilai tak memiliki dasar hukum yang kuat karena putusan pengadilan sebelumnya menolak pelaksanaan reklamasi.
Pemerintah Provinsi DKI pun diminta lebih cermat dalam menyiapkan argumentasi untuk menghadapi gugatan para pengembang pulau reklamasi yang lain.
Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Ayu Ezra Tiara, Jumat (2/8/2019) di Jakarta mengatakan, pihaknya masih menemukan sejumlah argumentasi yang tak digunakan Pemprov DKI untuk menepis gugatan pengembang Pulau H, PT Taman Harapan Indah.
Misalnya, hingga kini, DKI belum menetapkan Peraturan Daerah tentang Ruang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) serta Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Jakarta.
"Jadi, pelaksanaan proyek reklamasi ini belum ada dasar hukum yang kuat. Sebenarnya dengan tak ada dua dasar hukum ini, pengadilan bisa memutuskan agar proyek ini tak berlanjut," ujar Ayu.
Sebelumnya, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan PT Taman Harapan Indah dengan membatalkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 1409 Tahun 2018 tentang Pencabutan Beberapa Keputusan Gubernur tentang Pemberian Izin Reklamasi.
Majelis hakim bahkan meminta Pemprov DKI untuk memproses dan menerbitkan perpanjangan izin pelaksanaan reklamasi Pulau H seluas 63 hektare.
Ayu menyayangkan hasil putusan tersebut karena ada tiga putusan pengadilan sebelumnya yang telah menolak pelaksanaan reklamasi.
Catatan Kompas, pada 16 Maret 2017 lalu, majelis hakim PTUN Jakarta menyatakan batal sejumlah Surat Keputusan Gubernur DKI yang telah memberikan izin pelaksanaan reklamasi di Pulau I, F, dan K. Gugatan tersebut diajukan oleh Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
"Kerugian yang akan diderita para penggugat jika obyek sengketa tetap dilaksanakan akan lebih besar, berupa semakin besar kerusakan sumber daya perairan yang akan terjadi dari akibat kebijakan reklamasi dibandingkan dengan unsur manfaat," ujar ketua majelis hakim Baiq Yualiani, didampingi hakim anggota Arif Pratomo dan Adhi Budi Sulistyo, saat membacakan putusan gugatan terhadap izin reklamasi Pulau F (Kompas. 17 Maret 2017)
Sebagai catatan, Adhi Budi Sulistyo merupakan hakim yang kini mengadili gugatan pengembang Pulau H.
"Jadi, agak aneh, kenapa dulu kami pernah menggugat dan menang, tetapi sekarang malah kalah," ujar Ketua KNT Iwan Carmidi.
Potensi dikabulkan
Melihat hal itu, Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menilai, Pemprov DKI telah tidak cermat dalam menyiapkan argumentasi untuk menepis gugatan pengembang. Padahal, hal itu bisa berdampak fatal pada gugatan-gugatan pengembang lain.
Berdasarkan penelusuran dari laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara sip.ptun-jakarta.go.id, setidaknya ada tiga perusahaan lain yang masih dalam proses persidangan ataupun pengajuan perkara perizinan reklamasi di PTUN Jakarta.
Empat pengembang itu adalah PT Agung Dinamika Perkasa (Pulau F), PT Jaladri Kartika Pakci (Pulau I), dan PT Manggala Krida Yudha (Pulau M).
"Kalau ternyata prosedur yang tidak tepat tidak hanya terjadi di Pulau H, tetapi pulau-pulau lain, bukan tak mungkin Pemprov DKI akan dikalahkan semua nanti di persidangan," kata Arif.
Untuk mengantisipasi itu, Arif menyatakan bahwa Tim Advokasi Selamatkan Teluk Jakarta siap menjadi pihak tergugat bersama Gubernur DKI Jakarta untuk melawan para pengembang. Hal itu pun telah diatur di dalam Pasal 83 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang PTUN.
"Hakim punya kewenangan dapat mengundang para pihak yang berpotensi terdampak dari penanganan perkara ini sehingga ada peran serta masyarakat di sini. Sayangnya, pelibatan itu tak pernah ada," tutur Arif.
Sebelumnya, Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayan Yuhanah menyampaikan, Pemprov DKI selama ini telah bertindak sesuai aturan ketika mencabut izin reklamasi 13 pulau di Teluk Jakarta. Oleh karena itu, dia optimistis gugatan para pengembang reklamasi akan ditolak majelis hakim.
”Selaku kuasa hukum, kami yakin dengan semua proses yang kami jalani telah sesuai aturan. Apa pun penilaian hakim nanti, kami akan berusaha meyakinkan dengan berbagai bukti dan argumen yang ada,” ujar Yayan.
Yayan menyebutkan, pihaknya akan menjadikan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta sebagai acuan.
Pada Pasal 4 dalam peraturan itu disebutkan, wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantai utara Jakarta berada di tangan Gubernur DKI Jakarta. Setelah itu, dia enggan membeberkannya lebih jauh.
”Aturan-aturan yang berlaku jelas kok seperti di dalam Keppres 52 (Tahun 1995). Masih banyak, kan, aturan, tak cuma itu. Harusnya itu jadi pertimbangan juga oleh hakim,” kata Yayan.