Transaksi Suap PT AP II dan PT Inti Bukan yang Pertama
Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan fakta bahwa transaksi suap antara PT Inti dan PT Angkasa Pura II bukan yang pertama kali terjadi. Ada sejumlah transaksi yang terjadi berkaitan dengan proyek sebelumnya.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan fakta bahwa transaksi suap antara PT Inti dan PT Angkasa Pura II bukan yang pertama kali terjadi. Ada sejumlah transaksi yang terjadi berkaitan dengan proyek sebelumnya. KPK memastikan penetapan dua tersangka kasus ini akan berkembang pada sejumlah penyidikan lanjutan.
Komisioner KPK, Basaria Pandjaitan, menyatakan, dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Agussalam dan anggota staf PT Inti, Taswin Nur. Dari kasus suap ini diketahui bahwa pemberian uang yang terungkap Rabu malam lalu bukan transaksi yang pertama. Ada beberapa proyek lain yang juga diterima oleh Direksi Keuangan PT Angkasa Pura II sebelumnya.
”Menurut informasi, ini bukan yang pertama. Sudah ada beberapa transaksi sebelumnya dan proyeknya juga bukan hanya ini. Karena operasi ini adalah tangkap tangan, sudah barang tentu keseluruhan kasus tidak dapat selesai dalam satu hari. Kemungkinan untuk perkembangan itu pasti ada,” ujar Basaria saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/8/2019) malam.
Dalam pengungkapan kasus malam itu, Taswin Nur sebagai anggota staf yang dipercaya Direksi PT Inti memberi uang suap kepada Andra Agussalam. Uang itu terkait dengan pengerjaan proyek baggage handling system (BHS) yang akan dioperasikan PT Angkasa Pura Propertindo (APP). Nilai pengadaan proyek ini sebesar Rp 86 miliar untuk enam bandara yang dikelola PT AP II.
Andra dalam proyek itu berperan dalam penunjukan langsung kerja sama antara PT APP dan PT Inti. Padahal, dalam pedoman perusahaan, penunjukan langsung hanya dapat terjadi apabila ada justifikasi dari unit teknis bahwa barang atau jasa tersebut hanya disediakan oleh satu pabrikan, satu pemegang paten, atau perusahaan yang telah mendapat izin dari pemilik paten.
Andra juga mengarahkan negosiasi PT APP dengan PT Inti terkait pembayaran uang muka (down payment)dari 15 persen menjadi 20 persen untuk PT Inti. Hal tersebut karena PT Inti sedang mengalami kesulitan arus kas.
Basaria menambahkan, Andra mengarahkan Wisnu Rahardjo, Direktur PT APP, agar mempercepat penandatanganan kontrak kepada PT Inti terkait pembayaran down payment. Tujuan hal itu adalah agar PT Inti bisa menggunakannya sebagai modal awal.
Lalu, pada Rabu (31/7/2019) malam, tim KPK mendapat informasi adanya penyerahan uang dari Taswin Nur kepada sopir berinisial END. Tim kemudian menangkap kedua pihak setelah penyerahan terjadi di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Jakarta Selatan, Rabu pukul 21.00.
Dari END, tim mengamankan uang sebesar 96.700 dollar Singapura yang nilainya hampir setara Rp 1 miliar. Taswin Nur dan END kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Rabu malam itu juga.
Setelah menghimpun informasi, tim kemudian bertolak ke rumah Andra pada pukul 22.00. Andra kemudian dibawa ke Gedung KPK untuk keperluan penyelidikan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Andra Darussalam dan Taswin Nur akan ditahan selama 20 hari di rumah tahanan berbeda. Andra ditahan di Rumah Tahanan Cabang KPK, belakang Gedung Merah Putih, di kavling 4. Sementara Taswin ditahan di Rumah Tahanan Cabang KPK Pomdam Jaya Guntur.
Terus terjadi
Sebelumnya, KPK juga telah mengungkap sejumlah kasus korupsi yang melibatkan direksi BUMN. Pada 2018, petinggi BUMN yang terlibat korupsi antara lain dari PT Krakatau Steel, PT Nindya Karya, PT Waskita Karya, dan PT Hutama Karya.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Tama S Langkun mengatakan, penanganan kasus korupsi yang melibatkan korporasi seperti ini sebaiknya turut memperhatikan dampak terkait ekonomi. Sebab, dampak tersebut dapat meluas pada ihwal operasional perusahaan hingga pemberhentian tenaga kerja.
”Kalau korporasi menjadi sarana pelaku korupsi, tidak adil jika hanya menghukum individunya,” kata Tama.