JAKARTA, KOMPAS - Pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia atau KONI periode 2019–2023 diharapkan dapat menjalankan tugasnya secara profesional serta mengelola anggaran secara transparan agar kasus korupsi dan pemberian gratifikasi tidak terulang. Itu tantangan besar KONI untuk memulihkan kepercayaan publik pada lembaga olahraga itu.
Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengatakan, kegiatan olahraga yang digelar menggunakan dana hibah dan bantuan sosial pemerintah termasuk berisiko tinggi untuk disalahgunakan. ”Apalagi, KONI bukanlah lembaga pemerintah, sehingga sering ada persoalan dalam sistem perencanaan kegiatan, pengajuan anggaran, dan pelaporan penggunaan anggaran,” ujarnya saat menghadiri pelantikan pengurus KONI di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019),
Pahala menjelaskan, pola-pola penyalahgunaan wewenang di dunia olahraga selalu berulang. Pola itu misalnya, mengajukan proposal dengan waktu yang mepet dengan rencana kegiatan. ”Kalau waktunya mepet, kemudian tidak ada serapan (anggaran), nanti banyak daerah khawatir. Setelah dikejar-kejar, ternyata bermasalah. Dari kasus Hambalang, ceritanya selalu begitu,” ujarnya merujuk pada kasus proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Menurut Pahala, budaya memberi gratifikasi kepada pegawai negeri sipil dan penyelenggara negara juga harus dihilangkan dari kepengurusan KONI. Caranya, dimulai dari transparansi proposal anggaran yang ditujukan kepada pemerintah dan perusahaan-perusahaan swasta. Pengurus baru juga diminta bekerja profesional agar olahraga bisa dikemas menjadi industri yang menjanjikan, serta membangun kerja sama yang baik dengan pemerintah.
”Kami harapkan, ini menjadi tahun terakhir ada kasus korupsi. Jangan sampai energi kita habis untuk membangun olahraga, dan juga mengurusi kasus korupsi,” tegas Pahala.
Memulihkan kepercayaan
Ketua Umum KONI Marciano Norman, mengatakan, hadirnya perwakilan KPK dalam pelantikan pengurus menunjukkan keinginan menciptakan lembaga olahraga yang selalu menjalankan aturan dan bersih dari tindakan melanggar hukum. ”Tantangan KONI yang pertama adalah mengembalikan kepercayaan publik. Kedua, meningkatkan kualitas prestasi olahraga. Mulai sekarang, kami tidak mau disibukkan hal lain, selain mengurus prestasi,” kata dia.
Pengurus KONI yang baru terdiri atas 78 orang. Posisi Sekretaris Jenderal dipercayakan kepada mantan atlet taekwondo TB Ade Lukman. Dudi Gambiro menjadi Ketua Bidang Pembinaan Prestasi. Nama besar lain yang yang masuk dalam kepengurusan ini adalah mantan petinju profesional Chris John, yang ditunjuk sebagai Wakil IV Ketua Umum Bidang Kerjasama Luar Negeri, Media dan Humas. Aktivis tuli, Panji Surya Sahetapy dipilih sebagai Wakil IV Bidang Media dan Hubungan Masyarakat.
Icuk Sugiarto yang menjadi Ketua Bidang Kesejahteraan Pelaku Olahraga, mengatakan, orang-orang terpilih yang duduk di kepengurusan KONI harus berani menunjukkan aksinya sesuai dengan tugas dan posisi masing-masing. ”Banyak masyarakat olahraga yang menunggu aksi. KONI harus bisa membuat terobosan kegiatan agar posisinya sebagai tempat berhimpun cabang olahraga betul-betul dirasakan,” tegas mantan atlet bulu tangkis itu.
Sekretaris Jendral PB Wushu Indonesia sekaligus Wakil Ketua Bidang Kerja Sama Luar Negeri KONI, Iwan Kwok, berharap dapat menjalankan program secara berkesinambungan dan sesuai dengan perencanaan anggaran. “Jangan sampai setelah membuat program jadi terkendala masalah klasik, yaitu anggaran yang harus dipangkas. Dengan kepengurusan yang baru ini harus bisa bekerja lebih profesional,” kata kakak atlet wushu Lindswell Kwok itu.
Sementara itu, Chris John menuturkan masih harus berdiskusi lebih lanjut dengan Ketua Umum KONI Marciano Norman untuk menjalankan tugas-tugasnya. “Saya akan membahas dulu apa yang menjadi fokus kerja saya. Saya akan menggandeng orang-orang yang lebih senior untuk konsultasi dan membantu kerja saya,” kata dia.