Sebelum digiring dalam kondisi terbius menuju lokasi baru, gajah diduga sudah stres dan kelelahan. Perjalanan pemindahan memakan waktu 10 jam.
JAMBI, KOMPAS Penyebab kematian gajah sumatera betina bernama Karina yang masih dalam proses akhir translokasi selama 10 jam di Kabupaten Sarolangun, Jambi, hingga Kamis (1/8/2019), masih berupa dugaan. Gajah berusia 45 tahun itu diduga stres.
”Dari pengumpulan keterangan sementara, saya menduga Karina mati karena stres,” ujar Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi Rahmad Saleh, kemarin.
Selama berhari-hari, tim penggiring gajah dan translokasi mendekati Karina di pinggir kawasan hutan di Muara Tabir, Kabupaten Tebo. Rahmad menduga, pada hari kelima, saat Karina bisa didekati dan dibius tim, Minggu (28/7), kondisinya sudah lemah. Dalam kondisi terbius, Karina dibawa ke lokasi hutan restorasi ekosistem Hutan Harapan di Kabupaten Sarolangun, sekitar 60 kilometer dari lokasi awal.
Tiba di tujuan, tim dokter menginjeksi cairan penawar bius membangunkan Karina. Namun, tak lama setelahnya, Karina rebah dan akhirnya mati. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno mengaku belum mengetahui kematian Karina. Ia menyatakan belum mendapat laporan.
Saat dihubungi, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK Indra Exploitasia Semiawan mengatakan, opsi translokasi diperlukan terkait penyelamatan gajah dari ancaman konflik dengan manusia. Sebanyak 12 gajah digiring ke Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
”Kami masih menggiring agar gajah kembali masuk kawasan hutan,” katanya. Ditanya kasus kematian Karina, Indra tak memberikan banyak keterangan. Ia minta untuk menanyakan lebih lengkap kepada Kepala BKSDA Jambi Rahmad Saleh.
Sebelumnya, Rahmad menjelaskan, translokasi Karina diperlukan untuk membantu bergabung dalam kelompok. Bertahun-tahun Karina sendirian menjelajah hutan sekunder di wilayah Muara Tabir, Tebo.
Kedatangan gajah-gajah ”tamu” akan menambah populasi kantong spesies sehingga perkawinan sekerabat (in-breeding) dihindari. Pembauran ragam unsur genetika memberikan peluang regenerasi lebih baik.
Proses translokasi
Hutan Harapan adalah lokasi layak membentuk habitat baru gajah. Tahun 2017, gajah Haris menjalani translokasi di sana. Translokasi berlanjut pada gajah jantan El Rahmad.
Proses translokasi memakan waktu dan biaya tinggi, tetapi diharapkan membangun kantong populasi dan mengatasi konflik dengan manusia. Translokasi diawali mendekati gajah liar dan menembakkan bius. Dalam kondisi tidur, gajah bisa berjalan, tetapi setiap langkah digiring gajah jinak terlatih.
Proses translokasi melibatkan puluhan orang: kalangan konservator, mahout (pawang), peneliti, dan dokter hewan. Proses penggiringan gajah menuju lokasi baru juga penuh tantangan. Beratnya medan tempuh menambah tantangan penggiringan dan mengancam keselamatan satwa. (ITA/ICH)