JAKARTA, KOMPAS— Sistem antikorupsi di badan usaha milik negara diduga belum berjalan optimal sehingga masih ada celah untuk praktik seperti suap dan gratifikasi. Pengawasan internal yang lebih ketat perlu dilakukan Kementerian Badan Usaha Milik Negara.
Dugaan masih adanya korupsi di lingkungan BUMN terlihat dari ditangkapnya Direktur Keuangan PT Angkasa Pura (AP) II Andra Y Agussalam, Rabu (31/7/2019) malam, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Andra diduga menerima suap dari perusahaan BUMN lain, yakni PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI). KPK menetapkan Andra dan seorang anggota staf PT INTI, yaitu Taswin Nur, sebagai tersangka.
Dalam penangkapan ini, disita uang 96.700 dollar Singapura atau sekitar Rp 1 miliar. Uang itu diduga terkait dengan proyek baggage handling system yang akan dioperasikan PT Angkasa Pura Propertindo (APP) bernilai sekitar Rp 86 miliar. Menurut rencana, PT APP akan melakukan tender untuk proyek ini. Namun, Andra mengarahkan agar PT APP melakukan penjajakan untuk penunjukan langsung ke PT INTI. ”Suap di antara pihak yang berada di dua BUMN seperti ini sangat memprihatinkan dan sangat bertentangan dengan nilai etis dalam dunia bisnis,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Jumat (1/8), di Gedung KPK, Jakarta.
Terkait kasus ini, Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro mengatakan, Menteri BUMN Rini Soemarno sudah sering mengingatkan agar manajemen BUMN bekerja profesional dan mengutamakan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Dalam pemilihan direksi, Kementerian BUMN juga sudah menerapkan mekanisme yang independen dan mengutamakan integritas. ”Ada nilai integritas yang perlu dicapai,” kata Imam.
Data KPK, sebanyak 56 orang dari BUMN telah diproses hukum sepanjang 2004-2018. Modus utama yang dilakukan adalah suap, yang umumnya terjadi antara BUMN dan pihak swasta atau BUMN dengan politisi.
Sejak 2016, KPK sebenarnya telah melakukan upaya pencegahan korupsi di BUMN melalui program Profesional Berintegritas. Saat ini, ada 132 swasta dan BUMN yang terlibat dalam program itu. Panduan pencegahan korupsi di dunia usaha juga telah diterbitkan KPK pada 2017.
Namun, hasil kajian mengenai Penguatan Program Antikorupsi di BUMN oleh Transparency International Indonesia (TII), skor rerata BUMN terkait transparansi perusahaan masih 3,2, dengan skor 0 berarti sangat tidak transparan dan 10 sangat transparan.
Kondisi ini, menurut Sekretaris Jenderal TII Dadang Trisasongko, mengindikasikan masih lemahnya sistem antikorupsi di BUMN. ”Sistem antikorupsi tidak hanya berupa aturan yang dikeluarkan. Namun, juga bantuan, pemantauan, dan pengawasan dari Kementerian BUMN untuk memastikan ada kebijakan perusahaan yang menjabarkan dan melaksanakan sistem antikorupsi itu,” tuturnya. (IAN/FER/INK)