Mendahului Asean Ministerial Meeting (AMM), di Kota Bangkok berlangsung pertemuan Asean Media Forum (AMF). AMF kali ini menitikberatkan pada masalah ekonomi. Agenda ini menguat lantaran perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China serta proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang menurun.
Oleh
Mohammad Bakir
·2 menit baca
BANGKOK, KOMPAS - Mendahului Asean Ministerial Meeting (AMM), di Kota Bangkok berlangsung pertemuan Asean Media Forum (AMF). AMF kali ini menitikberatkan pada masalah ekonomi. Agenda ini menguat lantaran perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China serta proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang menurun.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana pengenaan tarif 10 persen terhadap barang impor produk China senilai 300 miliar dollar AS. Pasar bereaksi negatif atas pengumuman itu. Dampaknya, hampir seluruh pasar bursa saham di dunia tertekan hingga dua persen. Bahkan, modal yang keluar dari pasar saham di dunia diperkirakan menembus 1 triliun dollar AS.
Hadir dalam forum itu, Penasehat Menteri Luar Negeri Thailand, Pornpimol Kanchanalak, mantan Deputi Gebernur Bank of Thailand (BOT) Dr Bandid Nijathaworn, Dr Hoe Ee Khor, Kepala Ekonom Asean+3 Macro Economic Research Office (AMRO), Manu Bhaskaran, Direktur Grup Centennial Singapura, Anggota Dewan Gubernur BOT Suthad Setboonsarng, dan Duta Besar Jerman untuk Thailand, Georg Schmidt.
Suthad Setboonsarng menyatakan, perang tarif ini telah mengguncang dunia perdagangan dan mengindikasikan adanya perubahan struktur ekonomi global dan kekuatan sistem pemerintahan. “Guncangan akibat perang dagang antara AS dan China, dirasakan oleh hampir semua Negara,” ujarnya.
Setboonsarng menegaskan, beberapa Negara seperti Vietnam, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina di Asean, memang meraih sedikit keuntungan akibat perang dagang itu. Sebuah lembagai pengkajian di Jepang, Nomura, menurut Setboonsarng, pemindahan lokasi industry yang mengalir dari China ke Negara-negara Asean itu lebih banyak berupa perusahaan peralatan rumah tangga seperti LG, Samsung, Panasonic.
“Saya melihat hampir semua perusahaan peralatan rumah tangga yang masuk ke Asean itu berasal dari Jepang dan Korea. Dampaknya kepada Negara itu kecil, hanya terkait nilai tambah, bukan keseluruhan nilai ekspor. Begitu pula, keuntungan dari pengalihan perdagangan yang didasarkan pada nilai ekspor, terlalu dilebih-lebihkan.
Setboonsarng menambahkan, berkurangnya ekspor ke AS dari China dan pada saat bersamaan impor produk pertanian dengan harga yang lebih tinggi dari Brasil dan Argentina ikut memperlambat ekonomi Tiongkok. Dampaknya, juga turut dirasakan Negara-negara di Asean seperti jumlah turis yang terus menurun, pengurangan impor buah-buahan dan produk lainnya dari Asean. Di sisi lain, terjadi peningkatan ekspor China ke Asean membuat persaingan di dalam Asean kian ketat. Bahkan, China pun menyasar Negara yang secara tradisional menjadi tujuan ekspor Negara-negara Asean.
Menghadapi perang dagang yang terus berlangsung, mantan Deputi Gubernur BOT, Bandid Nijathaworn menyatakan, tidak factor akan cukup menentukan ekonomi sebuah Negara yakni pergerakan modal, reformasi structural, dan pasar keuangan yang andal untuk bisa mengelola kemungkinan krisis keuangan di masa depan.