Gempa di selatan Banten mengakibatkan empat orang meninggal dan empat orang luka. Warga yang tewas karena serangan jantung dan kelelahan ketika proses pertolongan berlangsung. Gempa juga mengakibatkan 223 rumah dan beberapa fasilitas umum rusak.
Oleh
Ayu Pratiwi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gempa di selatan Banten mengakibatkan empat orang meninggal dan empat orang luka. Warga yang tewas karena serangan jantung dan kelelahan ketika proses pertolongan berlangsung. Gempa juga mengakibatkan 223 rumah dan beberapa fasilitas umum rusak.
”Masyarakat merespons gempa kemarin dengan baik. Ketika ada gempa, mereka langsung keluar dan evakuasi ke tempat tinggi,” kata Agus Wibowo, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Sabtu (3/8/2019).
Gempa berskala M 6,9 terjadi pada Jumat (2/8/2019) malam. Posisi gempa berada pada 164 kilometer barat daya Pandeglang, Banten, dengan kedalaman 48 kilometer. Gempa terasa hingga Jakarta dan mengakibatkan kerusakan bangunan paling parah di Jawa Barat (Cianjur dan Sukabumi) serta Banten (Pandeglang dan Lebak).
Kerusakan juga terjadi pada fasilitas umum, seperti tempat ibadah, kantor, dan fasilitas pendidikan. Kerusakan di Kabupaten Pandeglang mencakup satu masjid rusak ringan dan satu kantor desa rusak ringan.
Di Kabupaten Cilegon, satu masjid rusak ringan, sementara di Kabupaten Sukabumi, satu masjid rusak ringan serta satu majelis taklim dan satu pondok pesantren rusak ringan. Kerusakan fasilitas lain terjadi di Serang, yaitu satu pondok pesantren rusak ringan, dan satu bangunan tempat penggilingan padi rusak ringan.
Dua orang meninggal (Rasinah berusia 48 tahun dan Salam 95 tahun) di Lebak akibat serangan jantung dan kelelahan ketika dievakuasi. Dua orang tewas lainnya di Sukabumi (H Ajay berusia 58 tahun dan Ruyani 35 tahun) belum diketahui penyebabnya.
”Perkiraan saya, mereka meninggal akibat serangan jantung mendadak atau terpeleset ketika mengungsi. Sebab, tidak ada laporan rumah runtuh berat di sana,” ujar Agus.
Pengungsi mulai kembali ke rumah masing-masing dan aktivitas kembali normal sejak Jumat malam. Pada Jumat pukul 21.35 atau sekitar dua jam setelah terjadi gempa yang dirasakan selama 15-20 detik, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengakhiri peringatan dini tsunami.
Agus mengatakan, peristiwa bencana ini menunjukkan ancaman bencana itu nyata dan dapat muncul kapan saja. Masyarakat harus menyesuaikan diri dan siap evaluasi ketika terjadi bencana. Rumah dan bangunan lain juga harus diperbaiki strukturnya agar tahan gempa.
Salah satu program yang dijalankan BNPB untuk mengedukasi warga supaya tangguh bencana bertajuk ”Ekspedisi Desa Tangguh Bencana”. Kegiatan itu merupakan bentuk sosialisasi terhadap warga desa pinggir pantai agar tahu mengenai ancaman bencana dan cara meresponsnya.
Tahun ini, sosialisasi itu digelar di kawasan pesisir selatan Pulau Jawa, dimulai dari Banyuwangi hingga Banten. Ke depan, ekspedisi itu juga akan dilaksanakan di luar Pulau Jawa.
Selain itu, BNPB juga ditunjuk oleh Presiden RI untuk membangun hutan pantai di kawasan pesisir guna menahan tsunami dan melindungi struktur bangunan penting, seperti Bandar Udara Internasional Yogyakarta. Biaya untuk menanam hutan pantai diperkirakan lebih rendah daripada membangun tanggul pelindung tsunami.
”Paling penting, masyarakat paham ancaman bencana benar-benar ada, tapi enggak tahu kapan. Rakyat harus menyesuaikan dan siap siaga menghadapi bencana. Itu harus dijadikan budaya sehingga semua bisa otomatis menyelamatkan diri dan target Indonesia tangguh bencana tercapai pada 2050,” tutur Agus.
Bangunan di Jakarta aman
Di Jakarta, Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Heru Hermawanto memastikan, tidak ada bangunan yang mengalami kerusakan serius akibat gempa bermagnitudo 6,9 yang terjadi pada Jumat pukul 19.03 itu. Gempa tersebut berlokasi pada 147 kilometer barat daya wilayah Sumur, Banten, dan dirasakan hingga Jakarta dan sekitarnya.
”Dari pengamatan sepintas dan informasi yang disampaikan teman-teman dari kecamatan, suku dinas, dan dinas, secara umum belum ada bangunan yang mengalami kerusakan serius,” ucap Heru melalui pesan tertulis, Sabtu.
Ia menyatakan, ada beberapa bangunan yang mengalami keretakan kecil. Untungnya, hal tersebut tidak berdampak pada struktur bangunan sehingga dianggap tidak membahayakan penghuni bangunan atau wilayah sekitarnya.
”Secara umum, bangunan besar di wilayah Jakarta masih dalam kondisi yang cukup aman. Untuk bangunan bertingkat tinggi lebih dari delapan lapis sudah dirancang dengan standar teknis yang memperhitungkan potensi gempa,” lanjut Heru.
Tidak lama setelah terjadi gempa Jumat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta meminta pengelola gedung untuk mengecek struktur bangunan.
”Cek awal kondisi bangunan dengan deteksi keretakan struktur bangunan tiang, balok, dan dinding,” ujar Kepala UPT Pusat Data dan Informasi BPBD Provinsi DKI Jakarta Ridwan, seperti dikutip www.beritajakarta.id.
Apabila ada temuan keretakan atau kerusakan bangunan, pengelola gedung atau masyarakat dapat melaporkannya dengan menghubungi nomor darurat 112. Layanan tersebut dibuka selama 24 jam.