Menyalakan Api
Sastrawan Irlandia penerima hadiah Nobel, William Butler Yeats, benar belaka ketika mengibaratkan memberikan pendidikan seperti menyalakan api. Pendidikan adalah cahaya yang menerangi lingkungan. Karena itulah, kita berusaha keras untuk mendapatkannya, bagaimanapun keadaan keuangan kita.
Hari-hari ini, saat tahun ajaran baru dimulai, ada banyak di antara kita yang menghadapi situasi sulit untuk ”menyalakan api” itu. Biaya pendidikan tidak mencukupi. Ada yang menyarankan untuk memenuhi kebutuhan itu lewat pinjaman online. Opss.... Tunggu dulu!
Pinjaman online dengan tingkat bunga tinggi jelas adalah jalan pintas yang tidak menguntungkan. Mungkin benar cara ini bisa menyelesaikan masalah mendesak, tetapi itu pasti akan membebani keuangan keluarga. Pada dasarnya pinjaman online mengenakan suku bunga tinggi dengan jangka waktu pengembalian yang pendek. Itu pasti. Jadi, sesungguhnya cara ini tidak direkomendasikan.
Akan tetapi, kalau terpaksa, sekali lagi hanya jika sangat terpaksa, sebaiknya meminjam kepada perusahaan pinjam-meminjam online yang mengkhususkan diri pada biaya pendidikan. Dan, yang paling penting adalah perusahaan itu sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Untuk mengetahuinya, kunjungi www.ojk.go.id atau hubungi kontak OJK 157.
Membiayai pendidikan dengan pinjaman adalah cara yang buruk. Ibarat investasi, pendidikan adalah investasi sangat panjang yang tidak dapat memberikan imbal balik segera. Sementara pinjaman online mengharuskan kita membayar bunga tinggi dan pokoknya dalam waktu sesingkat-singkatnya, dalam hitungan bulan.
Lantas bagaimana menyediakan biaya pendidikan? Tidak ada jalan kecuali melalui perencanaan keuangan yang memberikan imbal hasil terukur sesuai dengan kebutuhan di masa depan. Agar dapat melakukan hal itu, perencanaan biaya pendidikan anak harus dibuat dengan baik dan rapi.
Pertama, pastikan bahwa biaya pendidikan dipersiapkan jauh-jauh hari. Seberapa jauh? Ada banyak rujukan. Ada di antara kita yang mulai menyiapkannya saat anak baru berumur satu tahun dengan asumsi bahwa dalam waktu lima tahun ke depan anak mulai memasuki pendidikan dasar saat biaya mulai terasa besar.
Namun, jangan lupa, sekarang ini sebagian besar keluarga mulai memasukkan anaknya pada level pra-sekolah, taman kanak-kanak, atau sejenisnya. Jika begitu, penyiapan biaya pendidikan saat anak berumur satu tahun sudah sangat terlambat. Untuk kasus ini, mulailah menyiapkan biaya beberapa tahun sebelumnya. Jangan menundanya karena akibatnya Anda akan menutupi kekurangannya dari sumber lain yang, hampir pasti, tidak menguntungkan.
Kedua, berapa dana yang seharusnya disediakan? Ini adalah masalah yang lazim menjadi pertanyaan sebagian orang. Kesalahan dalam membuat jawabannya akan berakibat pada ketidakcukupan dana yang diperoleh di kemudian hari. Namun, apakah memang ada angka yang pasti? Tentu saja tidak ada. Yang ada hanyalah perkiraan biaya.
Lalu, bagaimana membuat pendekatan agar biaya yang diperoleh kelak sama dengan yang dibutuhkan? Berikut ini faktor yang harus diperhatikan:
a) Kenaikan harga-harga. Setiap tahun, harga-harga barang dan jasa bergerak naik. Dengan kata lain, nilai uang merosot dibandingkan dengan harga barang dan jasa. Apalagi, kenaikan biaya pendidikan biasanya justru lebih tinggi daripada inflasi sektor lain.
Apabila inflasi nasional, katakanlah, lebih kurang 5 persen dalam setahun, maka sebaiknya naikkan biaya pendidikan lebih besar daripada angka itu. Angka aktual indeks harga konsumen untuk biaya pendidikan bisa dilihat dari laporan inflasi Badan Pusat Statistik atau Bank Indonesia. Buatlah patokan berdasarkan data lembaga tersebut.
b) Sekolah yang dipilih. Apabila buah hati Anda akan dimasukkan ke sekolah negeri, masalahnya mungkin tidak terlalu pelik karena biayanya relatif kecil. Berbeda jika akan menyekolahkan anak di sekolah swasta yang bukan saja biayanya lebih besar, melainkan juga tidak sama antara satu sekolah dan yang lain.
Ketiga, tentukan jenis, jumlah, dan jangka waktu investasi yang dipilih. Tidak sedikit orang salah mengambil langkah ini, baik karena produk investasi yang dipilih tidak tepat, jumlah dana yang diinvestasikan tidak cukup, maupun karena waktunya yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
Saat ini, ketika industri keuangan sudah berkembang pesat, ada begitu banyak pilihan jenis dan produk investasi untuk keperluan biaya pendidikan tersedia di pasar. Mulai dari asuransi, deposito dan tabungan pendidikan, reksa dana, hingga investasi lain yang lebih menguntungkan. Yang perlu diingat hanya satu: instrumen investasi itu haruslah sesuai dengan kebutuhan serta aman dengan tingkat risiko yang bisa dikelola. Itu karena dana ini untuk keperluan pasti di masa depan.
Kadang-kadang pilihan jenis investasi sudah tepat, tetapi jumlah dana yang ditanamkan tidak disesuaikan dengan kebutuhan. Akhirnya, dana tidak mencukupi saat dibutuhkan. Apabila dana yang dibutuhkan senilai X dalam tiga tahun ke depan, misalnya, maka dana yang diinvestasikan haruslah senilai yang memungkinkan X tercapai.
Setelah jenis dan jumlah dana yang diinvestasikan sesuai, pastikan bahwa jangka waktunya mendukung tujuan investasi tersebut. Untuk membiayai anak masuk sekolah dasar, pilihan waktunya berbeda dengan biaya untuk anak masuk sekolah lanjutan. Yang disebut di awal, horison waktunya pendek, sedangkan yang disebut terakhir jangka waktu investasinya menengah. Untuk biaya pendidikan di perguruan tinggi, jangka waktu investasinya harus panjang. Intinya jangan membeli instrumen investasi yang salah dengan waktu yang juga salah.
Keempat, apakah setiap anak, jika memiliki lebih dari satu anak, mempunyai instrumen investasi yang sama? Sebaiknya hindari memakai satu (instrumen investasi) untuk semua, apalagi hanya di satu perusahaan. Dunia investasi memiliki petuahnya sendiri: jangan menyimpan semua telur di dalam satu keranjang. Dapat dipahami, sebab manakala keranjang tersebut jatuh, maka semua telur yang kita miliki akan pecah dan tidak bisa dimakan.
Abdul Rahman Mangussara, Otoritas Jasa Keuangan