Penerapan E-voting pada Pilkada Serentak Pertimbangkan Aspek Teknis dan Politis
KPU berencana menerapkan rekapitulasi suara elektronik (e-rekap) pada pilkada serentak tahun 2020. Meski demikian, penerapan pemungutan suara elektronik (e-voting) masih memerlukan diskusi panjang dengan sejumlah pihak terkait.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum berencana menerapkan rekapitulasi suara elektronik (e-rekap) pada pemilihan kepala daerah serentak tahun 2020. Meski demikian, penerapan pemungutan suara elektronik (e-voting) masih memerlukan diskusi panjang dengan sejumlah pihak terkait.
Anggota KPU, Pramono Ubaid Thantowi, di Jakarta, Sabtu (3/8/2019), mengatakan, meski peluang menerapkan e-voting sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, masih perlu dilakukan diskusi panjang.
Aturan pemilu elektronik memang sudah dimasukkan dalam regulasi pilkada pada Pasal 85 UU No 10/2016. Pasal tersebut menyebutkan, pemberian suara untuk pemilihan dapat melalui peralatan pemilihan suara secara elektronik atau e-voting.
Meski peluang menerapkan e-voting sudah ada, hingga Pilkada 2018, KPU tidak kunjung mengeluarkan peraturan pelaksananya. Menurut Pramono, terdapat sejumlah alasan, mulai dari aspek teknis hingga politis, yang mendasari e-voting masih belum dapat diterapkan di Indonesia.
Dari aspek teknis, penerapan e-voting membutuhkan pengadaan alat yang cukup besar karena banyaknya jumlah tempat pemungutan suara (TPS). Dukungan energi listrik dan jaringan internet juga masih belum merata di seluruh Indonesia.
Sementara dari aspek politis, e-voting lebih rentan dimanipulasi atau mudah diretas. Selain itu, dia juga melihat kecenderungan bahwa saat ini e-voting makin ditinggalkan negara-negara dengan demokrasi maju seperti di Eropa.
”Kalau berkaca pada negara-negara demokrasi maju yang tidak lagi memakai e-voting, pada umumnya karena soal keamanan dan berdampak pada legitimasi,” ujarnya.
Penerapan e-rekap, kata Pramono, juga rentan terhadap serangan peretasan (hacking) yang juga berpotensi pada upaya legitimasi. Namun, risiko tersebut lebih kecil dibandingkan dengan melakukan e-voting.
”Dalam e-rekap ini masih memiliki dan dapat melacak bahan bakunya, yakni surat suara dan hasil penghitungan suara C1. Namun, dalam e-voting tidak ada bahan baku karena suara pemilih dituangkan secara elektronik,” katanya.
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman menyatakan, sistem e-voting belum akan digunakan pada pilkada serentak 2020. Sebab, KPU belum pernah melakukan uji coba e-voting di tingkat kecamatan ataupun kabupaten.
Arief menambahkan, e-rekap merupakan teknologi yang paling memungkinkan untuk diterapkan pada Pilkada 2020. Hal ini karena e-rekap sudah pernah diuji coba pada pilkada tahun 2017 dan 2018 dengan sistem yang hampir sama dengan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng).