Zohri Membuat Kompetisi Bergairah
BOGOR, KOMPAS — Lalu Muhammad Zohri mengobarkan gairah berkompetisi di lintasan atletik. Sprinter berusia 19 tahun itu terus menaikkan standar persaingan dengan berbagai rekor dan prestasi yang diciptakannya. Atmosfer kompetisi ini menginspirasi atlet-atlet atletik mulai dari usia remaja, yunior, hingga senior, untuk berlatih lebih gigih supaya bisa sejajar dengan sprinter asal Nusa Tenggara Barat itu.
Sejak mencetak waktu 10,18 detik ketika menjadi juara dunia U-20 nomor 100 meter pada 2018, Zohri terus melesat. Dia ikut membawa tim estafet 4 x 100 meter putra meraih perak Asian Games 2018, dan meraih emas di Grand Prix Malaysia Terbuka 2019.
Pada Kejuaraan Asia di Doha, Qatar, April lalu, Zohri dua kali memecahkan rekor nasional 100 meter. Pertama, pada semifinal, Zohri mencetak waktu 10,15 detik yang memecahkan rekor nasional 100 meter atas nama Suryo Agung Wibowo (10,17 detik). Kedua, pada final, Zohri mempertajam rekor itu menjadi 10,13 detik dan meraih perak.
Zohri belum selesai di situ. Dia menaikkan lagi standarnya saat meraih perunggu 100 meter Golden Grand Prix Osaka, Mei lalu, dengan waktu 10,03 detik. Sprinter tercepat Asia Tenggara itu pun menembus limit Olimpiade Tokyo 2020, yaitu 10,05 detik.
Dalam perjalanan menuju panggung Olimpiade, Zohri terus menggairahkan panggung atletik nasional. Pada Kejuaraan Nasional Atletik 2019 di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (3/8/2019), Zohri kembali menaikkan standar dengan memecahkan rekor nasional yunior nomor 200 meter yang bertahan selama satu dekade. Kemarin, pada babak penyisihan, Zohri, yang sudah dua tahun tidak turun di 200 meter, memecahkan rekor milik atlet asal Papua, Franklin Burumi, 21,27 detik menjadi 21,14 detik.
Kejurnas kali ini adalah pemanasan sebelum Zohri turun di 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha
Zohri sebenarnya berpotensi mencatatkan waktu lebih cepat. Namun, 30-40 meter sebelum finis, ia sempat kehilangan konsentrasi dengan menoleh ke kanan, merespons suara penonton yang memberinya dukungan dari tribune.
Zohri masih memiliki peluang mempertajam rekor yunior itu pada babak final, Minggu (4/8) ini. Bahkan, Zohri berkesempatan memecahkan rekor nasional senior 200 meter milik Suryo Agung, 20,76 detik, yang dibuat pada 11 Desember 2007.
”Hasilnya lumayan. Setidaknya, saya bisa memenuhi target yang diberikan oleh Ibu Eni (pelatih kepala sprint PB PASI, Eni Nuraini) yang meminta saya memecahkan rekornas 200 meter pada kejuaraan ini,” ujar Zohri, kemarin.
Di kejurnas ini, Zohri hanya tampil pada nomor 200 meter untuk memperbaiki daya tahan, sekaligus menyegarkan atmosfer persaingan. ”Kalau disuruh memilih, untuk sekarang, saya lebih suka lari 100 meter dua kali ketimbang lari 200 meter. Lari 200 meter ini capainya bukan main,” ujarnya.
Menurut Eni, jika turun di 100 meter, Zohri kemungkinan tidak mendapatkan tekanan besar dari pesaingnya. ”Kejurnas kali ini adalah pemanasan sebelum Zohri turun di 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha, Qatar, September mendatang,” tutur Pelatih Atletik Terbaik Asia 2019 itu.
Adapun latihan lari 100 meter dan 200 meter sangat berbeda. Pada nomor 100 meter, latihan yang diutamakan adalah ledakan kekuatan di awal lari, akselerasi, dan daya tahan kecepatan. Sedangkan pada 200 meter, latihan yang diutamakan adalah daya tahan fisik atau stamina.
Pada final 200 meter yunior, Minggu petang ini, Zohri diunggulkan meraih emas. Namun, dia tetap mewaspadai sejumlah pelari muda potensial, seperti sprinter Gorontalo, Izrak Ujulu, yang mencetak 21,85 detik atau waktu terbaik kedua pada penyisihan. Ada juga pelari Jawa Barat, M Ramdan Fitriadi, dengan 21,99 detik atau terbaik ketiga di babak itu.
Efek positif
Kiprah Zohri di lintasan atletik itu memberikan efek positif terhadap pelari lain, baik di pelatnas maupun daerah. Sprinter asal Jawa Timur sesama pelatnas PB PASI, Mochammad Bisma Diwa, tak segan mengikuti pola Zohri. ”Saya tak pernah malu belajar dari yunior selagi itu positif. Toh, prestasi Zohri sudah mendunia. Hal ini menjadi kesempatan saya belajar banyak dari dia,” ujar Bisma yang lima tahun lebih tua daripada Zohri.
Selama bergabung di pelatnas delapan bulan terakhir, Bisma memperhatikan kebiasaan Zohri, mulai dari teknik berlari, disiplin latihan, pola makan, dan jadwal istirahat.
Saya harap dengan efek Zohri, kelak lahir pelari potensial sebaik, bahkan lebih baik dari Zohri
Menurut Bisma, Zohri yang memiliki bakat alami sangat baik juga tak sungkan bertanya mengenai kelemahannya kepada pelatih dan selalu berusaha untuk memperbaiki kekurangan. Atlet bertinggi 170 cm dan berat 60 kg itu juga sangat menjaga pola makannya, yakni makan tepat waktu serta tak berlebihan. Zohri juga selalu tidur tepat waktu setiap pukul 22.00. Dia pun rajin beribadah.
Dengan mengikuti pola yang dilakukan Zohri, dan dukungan program latihan yang baik di pelatnas, prestasi Bisma pun membaik. Sebelum mengenal Zohri dan masuk pelatnas, catatan waktu terbaik Bisma di 100 meter adalah 10,70 detik ketika ikut Kejurnas Atletik 2018, dan di 200 meter adalah 21,57 detik ketika ikut Kejurnas Atletik 2017.
Kini, efek Zohri dan hasil latihan yang baik, Bisma bisa memperbaiki waktu terbaiknya di 100 meter menjadi 10,581 detik saat meraih perak 100 meter Kejurnas Atletik 2019 pada Jumat kemarin dan di 200 meter menjadi 21,38 detik atau yang terbaik saat semi final 200 meter senior Kejurnas Atletik 2019 pada Sabtu petang.
Bagi atlet lebih muda atau sebaya Zohri, prestasi Zohri menjadi acuan mereka untuk mendapatkan tiket ke pelatnas. Izrak, misalnya, dirinya dan Zohri muncul dalam waktu bersamaan. Setidaknya, ketika Kejuaraan Atletik Antar PPLP di Papua 2017, keduanya masih bersaing ketat. Ketika itu, Zohri menjadi juara 100 meter dengan waktu 10,30 detik, sedangkan Izrak di urutan kedua dengan waktu 10,65 detik.
Dengan pola latihan yang sama, saya punya peluang untuk berkembang seperti Zohri sekarang
Namun, Zohri lebih dahulu masuk pelatnas dan terus berkembang hingga bisa mencatat rekornas 100 meter dengan waktu 10,03 detik. Sementara itu, Izrak masih tetap di PPLP Gorontalo dan justru dia tidak bisa lagi mengulangi waktu terbaiknya di 2017 lalu.
Namun, Izrak merasa dirinya tidak kalah jauh dibanding Zohri. Untuk itu, ia terus berusaha menjadi terbaik di setiap kejuaraan. Paling tidak, di Kejurnas Atletik 2019, atlet berusia 18 tahun itu meraih perunggu nomor 100 meter yunior dan masuk final nomor 200 meter yunior.
"Saya ingin terus berusaha lebih baik. Saya ingin juga masuk pelatnas agar dapat kualitas latihan lebih baik dan dapat kesempatan ikut kejuaraan internasional lebih besar. Dengan pola latihan yang sama, saya punya peluang untuk berkembang seperti Zohri sekarang," ujar Izrak.
Sekretaris Umum PB PASI Tigor M Tanjung menyampaikan, efek Zohri memang mulai terasa saat ini. Setidaknya, peserta nomor sprint 100 meter dan 200 meter jauh lebih banyak saat ini dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada nomor 100 meter sekarang contohnya, peserta putra 90 orang (20 remaja, 20 yunior, 50 senior) dan putri 53 orang (29 remaja, 9 yunior, 15 senior).
Itu adalah rekor peserta nomor 100 meter terbanyak di Kejurnas Atletik. "Saya harap dengan efek Zohri, kelak lahir pelari potensial sebaik, bahkan lebih baik dari Zohri. Ini sangat baik untuk iklim prestasi atletik nasional di masa depan," pungkas Tigor.