Abrasi kembali mengancam kawasan pesisir di Korong Pasir Baru, Nagari Pilubang, Sungai Limau, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Minggu (4/8/2019).
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG PARIAMAN, KOMPAS - Abrasi kembali mengancam kawasan pesisir di Korong Pasir Baru, Nagari Pilubang, Sungai Limau, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Minggu (4/8/2019). Abrasi yang berlangsung sejak dua tahun terakhir itu dipicu gelombang tinggi serta tidak adanya pohon bakau. Kondisi juga diperparah akibat tidak cukupnya batu pemecah ombak di bibir pantai.
Pantauan di Pasir Baru, Minggu siang, sedikitnya sekitar satu kilometer pantai terkikis oleh ombak. Beberapa bagian pondok tempat pengolahan ikan kering milik warga rusak diterjang gelombang tinggi. Pasir bertebaran di dalam pondok hingga jalan aspal di pinggir pantai.
Ombak besar menerpa sekitar pukul 07.00-09.00. Saya lihat percikan airnya sampai ke atap pondok.
Akhirudin (47), warga Pasir Baru, mengatakan, dalam seminggu terakhir, ombak besar terus menerpa pesisir. Kondisi terparah terjadi dalam dua hari belakangan. Ombak mengikis bibir pantai sekitar lima meter dengan ketinggian sekitar dua meter.
"Ombak besar menerpa sekitar pukul 07.00-09.00. Saya lihat percikan airnya sampai ke atap pondok," kata Akhirudin, yang tengah mengisikan pasir ke karung untuk melindungi pondoknya. Tinggi pondok Akhirudin sekitar 2,5 meter. Posisinya sekarang persis di tebing pantai dan jaraknya dari air saat pasang surut sekitar 10 meter.
Menurut Akhirudin, sepanjang 2019 ini, sudah terjadi tiga kali abrasi parah di Pasir Baru. Dua abrasi sebelumnya terjadi April dan Juni. Abrasi mengikis bagian belakang satu rumah warga dan merusak separuh dari sepuluh pondok yang berada di sekitar pantai.
Ganggo Anwar (55), pedagang di Pasir Baru, mengatakan, abrasi di pesisir tersebut berlangsung sejak dua tahun terakhir. Fenomena ini dipicu tidak adanya pohon bakau dan tidak cukupnya batu pemecah ombak di sekitar pantai. "Enam bulan lalu, satu rumah dengan tiga kamar habis disapu ombak," kata Ganggo.
Ganggo mengatakan, sekitar 1,5 tahun lalu, Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) V, gubernur, bupati, hingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), berkunjung ke lokasi. Ganggo berharap, upaya penambahan batu pemecah ombak segera direalisasikan pemerintah.
Bantuan itu, kata Ganggo, setidaknya untuk melindungi SMP 4 Sungai Limau, tempat sekolah bagi anak-anak nelayan di sekitar Pasir Baru. Sekolah yang memiliki sembilan kelas itu hanya berjarak sekitar delapan meter dari tebing pantai.
"Setidaknya butuh tiga batu krib lagi untuk melindungi sekolah. Kalau dibiarkan, beberapa bulan lagi sekolah bisa habis. Sayang sekali bila sekolah rusak. Kasihan dengan para nelayan jika anaknya harus sekolah ke tempat lain yang lebih jauh. Kalau sekolah dekat, anak-anak tidak perlu ongkos transportasi," ujar Ganggo.
Kalau mengandalkan anggaran daerah, tidak akan cukup karena butuh puluhan miliar rupiah.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Padang Pariaman Budi Mulya mengatakan, sebagai antisipasi darurat, balai memberikan bantuan karung ke warga. Namun, untuk jangka panjang, dibutuhkan batu pemecah ombak. Dampak abrasi kumulatif dan terus meluas bila tidak ada antisipasi jangka panjang.
"Kalau mengandalkan anggaran daerah, tidak akan cukup karena butuh puluhan miliar rupiah. Kami sudah sampaikan masalah ini 1,5 tahun lalu ke pemerintah. Kepala BWSS dan gubernur sudah berkunjung. Namun, sampai sekarang belum ada (perkembangan)," kata Budi.
Menurut Budi, setidaknya ada 50 rumah atau fasilitas publik lainnya yang berada di zona merah abrasi (50-100 meter dari pantai). Dalam dua tahun, pengikisan bibir pantai lebih dari 50 meter dan merusak sedikitnya 12 rumah dan bangunan lainnya.
BPBD Padang Pariaman pun terus-menerus mengingatkan warga untuk pindah ke tempat yang lebih aman agar tidak jatuh korban. Sayangnya, warga masih enggan pindah.
Budi menambahkan, kawasan pesisir Padang Pariaman rentan terkena abrasi, terutama yang tidak memiliki pelindung alami seperti bakau atau batu pemecah ombak. Selain Pasir Baru di Sungai Limau, Kecamatan Ulakan Tapakis juga sering terdampak abrasi.
"Beberapa wilayah di Kecamatan Batang Gasan juga mulai terkena abrasi. Kemarin baru satu dua rumah yang kena. Sekitar enam bulan ke depan akan heboh jika tidak ada antisipasi," ujar Budi.