YLBHI Temukan Lima Dugaan Pelanggaran HAM di Jambi
Aparat keamanan, baik Kepolisian RI maupun Tentara Nasional Indonesia (TNI), dinilai perlu bersikap transparan dalam penangkapan anggota Serikat Mandiri Batanghari (SMB) di Jambi beberapa waktu lalu. Salah satu yang perlu dilakukan adalah mengungkap siapa saja anggota yang ditangkap beserta keterlibatannya dalam kasus yang dituduhkan.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Aparat keamanan, baik Kepolisian RI maupun Tentara Nasional Indonesia (TNI), dinilai perlu bersikap transparan dalam penangkapan anggota Serikat Mandiri Batanghari (SMB) di Jambi beberapa waktu lalu. Salah satu yang perlu dilakukan adalah mengungkap siapa saja anggota yang ditangkap beserta keterlibatannya dalam kasus yang dituduhkan.
Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Era Purnamasari mengatakan, berdasarkan hasil investigasi, pihaknya menemukan lima dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusi (HAM) yang dilakukan aparat kepolisian dan TNI dalam penangkapan 59 anggota SMB yang melakukan penyerangan di kamp Distrik 8 PT Wira Karya Sakti (WKS) di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Sabtu (13/7/2019).
Pertama, aparat diduga telah menangkap ratusan anggota SMB pada 18 dan 19 Juli 2019 tanpa adanya surat tugas atau surat perintah penangkapan. Kedua, anggota SMB setelah ditangkap tidak dibawa ke kantor kepolisian, tetapi diduga dibawa ke kantor perusahaan dan sempat ditahan di kantor PT WKS yang selama ini berkonflik dengan petani.
Ketiga, YLBHI menilai telah terjadi penyiksaaan, perlakuan keji, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia terhadap ratusan orang-orang SMB. Keempat, telah terjadi pembakaran kantor SMB, pembongkaran pondok, hingga pengrusakan fasilitias sosial yang dibangun secara swadaya oleh anggota SMB. Kelima, adanya larangan terhadap keluarga untuk bertemu dengan tersangka.
"Jadi 59 orang yang ditangkap ini adalah orang-orang yang kemudian dilanjutkan penahanannya. Akan tetapi di luar itu banyak di antara mereka yang ditangkap sewenang-wenang, disiksa, dan dipulangkan paksa ke kampung halamannya masing-masing. Ini temuan langsung YLBHI bertemu dengan para korban," ujar Era seusai audiensi dengan Komisi Nasional HAM di Jakarta, Senin (5/8/2019).
Sementara dari hasil audiensi tersebut, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut akan berkomunikasi dengan Inspektorat Pengawasan Umum Polri (Irwasum). Komunikasi diperlukan agar mempermudah akses saat tim pemantau turun ke lapangan untuk bertemu dengan tersangka maupun korban-korban.
Sesuai prosedur
Staf Advokasi Pembelaan HAM Kontras, Falis Aga Triatama, menyampaikan, koalisi masyarakat sipil memandang bahwa aparat perlu menjalankan tugas sesuai prosedur dalam kasus penangkapan ini. Dia menilai, aparat harus menjamin hak asasi manusia dengan tidak melakukan siksaan, tekanan, maupun intimidasi terhadap anggota SMB yang telah ditangkap.
Selain itu, Falis juga menyatakan, aparat harus mengedepankan transparansi terhadap penangkapan ini, salah satunya adalah mengungkap siapa saja anggota yang ditangkap beserta keterlibatannya dalam penyerangan itu. Hal ini karena dia melihat ketidakjelasan alasan penangkapan istri dan anak pimpinan SMB.
"Kami melihat penegakan hukum ini harus bersifat objektif. Jangan hanya karena terjadi perusakan, aparat sewenang-wenang melakukan penangkapan. Jadi apakah penangkapan ini proses balas dendam atau penegakan hukum secara utuh terhadap itu harus jelas," ujarnya.
Kepala Bidang Penanganan Konflik Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jambi Sigit Eko Yuwono mengatakan, dari semua warga yang diperiksa polisi, tidak semuanya ditetapkan sebagai tersangka. Mereka yang tidak terbukti terlibat akan dibebaskan. Begitu pula anak-anak dari orangtua yang terlibat, mereka akan diupayakan perlindungan. (Kompas, 22/7/2019)
Sebelumnya diberitakan, kelompok SMB yang menyerang kamp Distrik 8 PT WKS menganiaya anggota satuan tugas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang baru selesai memadamkan kebakaran lahan. Massa juga merusak kamp serta menjarah kendaraan dan perangkat elektronik.
Menurut Kepolisian Daerah Jambi, penyerangan tersebut menimbulkan kerugian sekitar Rp 10 miliar. Kejadian tersebut juga menyebabkan 17 orang terluka, yakni 3 anggota TNI yang diperbantukan untuk pencegahan karhutla, 1 Komandan Regu Pos Pengamanan Direktorat Samapta Polda Jambi, 1 anggota pemadam kebakaran, dan 12 karyawan PT WKS.
Menindaklanjuti kejadian ini, kepolisian kemudian menangkap dan menetapkan 59 orang anggota SMB sebagai tersangka. Para tersangka termasuk pimpinan SMB berinisial M dan istrinya, DF, yang juga sekretaris dan bendahara organisasi.