Empat menteri, yakni (dari kiri ke kanan) Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Mark Esper, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne, dan Menteri Pertahanan Australia Linda Reynolds, memberikan keterangan kepada awak media dalam konferensi pers seusai pertemuan bilateral tahunan di Sydney, Australia, Minggu (4/8/2019).Setelah keluar dari Traktat Pengawasan Nuklir Berjarak Menengah (INF) dengan Rusia, AS kini akan mengembangkan persenjataan rudalnya untuk mengimbangi pengaruh China di Asia.
SYDNEY, MINGGU — Amerika Serikat dalam waktu dekat berniat menempatkan rudal-rudal darat jarak menengah di wilayah Asia untuk menandingi kekuatan China. Keputusan itu diambil setelah AS secara unilateral meninggalkan Traktat Pengawasan Persenjataan Nuklir Jarak Menengah atau INF dengan Rusia, Jumat lalu.
Menteri Pertahanan AS Mark Esper, dalam kunjungan di Sydney, Australia, Minggu (4/8/2019), menyebutkan, langkah (penempatan rudal) itu diharapkan bisa dilakukan dalam beberapa bulan ke depan. ”Namun, biasanya memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan,” kata Esper.
Terkait hal itu, dalam beberapa pekan ke depan, AS kemungkinan akan melakukan uji coba rudal jelajah darat. Selain itu, pada November Pentagon juga berniat melakukan uji coba rudal-rudal balistik jarak menengah. Disebutkan bahwa kedua uji coba itu akan menggunakan persenjataan konvensional dan bukan nuklir.
Ancaman China
Selama beberapa tahun terakhir, AS mencermati bahwa Traktat INF yang mengatur rudal berbasis darat dengan jangkauan 500-5.500 kilometer telah membuat posisi AS terbelenggu. Menurut Washington, dalam beberapa tahun terakhir, China terus mengembangkan persenjataan rudal darat yang semakin canggih, yang tidak bisa diimbangi oleh AS karena AS terikat traktat persenjataan dengan Rusia.
Selama ini, AS hanya bisa mengimbangi persenjataan China dengan meningkatkan kapabilitas rudal-rudal yang ditembakkan dari pesawat dan kapal induk. Para penasihat keamanan AS mengingatkan, cara terbaik untuk melemahkan China adalah melalui penguatan rudal darat.
Meski demikian, Esper tidak melihat langkah yang diambil AS sebagai upaya perlombaan persenjataan. ”Saya tidak melihat terjadinya perlombaan persenjataan. Apa yang dilakukan AS adalah langkah proaktif untuk mengembangkan kapabilitas yang dibutuhkan di wilayah Eropa dan Asia,” kata Esper. Ia belum menyatakan di mana AS akan menempatkan rudal-rudal daratnya di Asia.
Traktat INF bertahan lebih dari tiga dekade sejak era Perang Dingin. Traktat itu ditandatangani Pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev dan Presiden AS Ronald Reagan pada 8 Desember 1987, dan kemudian diratifikasi oleh parlemen kedua negara.
Pada intinya, traktat itu melarang kedua negara memiliki rudal balistik darat ataupun rudal jelajah darat dengan jangkauan 500-1.000 kilometer dan 1.000-5.500 kilometer. Traktat itu tidak berlaku untuk rudal-rudal yang ditembakkan baik dari udara maupun laut. Sampai Mei 1991, kedua negara telah memusnahkan 2.692 rudal, dan selanjutnya perkembangan persenjataan terus diawasi.
AS, pekan lalu, secara unilateral menarik diri dari kesepakatan itu, yang diikuti Rusia sehari kemudian. AS beralasan, Rusia telah beberapa kali melanggar kesepakatan itu. Tuduhan tersebut dibantah Rusia, yang sebaliknya menuduh AS-lah yang sudah beberapa kali melanggar kesepakatan.
Berakhirnya INF ini sekaligus menandai semakin memburuknya relasi AS-Rusia dan juga AS-China. ”Berakhirnya INF mengonfirmasi kebijakan AS yang ingin menghancurkan seluruh kesepakatan internasional yang dinilai tak sesuai dengan selera mereka. Langkah ini akan mengawali berakhirnya sistem pengawasan persenjataan,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia.
Memburuknya hubungan AS-Rusia disambut dengan kekhawatiran oleh Eropa. Eropa berharap kedua negara bersedia mendeklarasikan kekuatan persenjataan masing-masing dan berkomitmen tidak akan menempatkan rudal-rudal jarak menengah di Eropa. (AP/AFP/REUTERS/MYR)