Salah satu pertimbangan Amerika Serikat meninggalkan Pakta Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF) tampaknya ialah kebangkitan China di bidang militer.
Amerika Serikat resmi meninggalkan INF pada 2 Agustus lalu. Maka, secara resmi pula, perjanjian yang melarang AS dan Uni Soviet (kini Rusia) memiliki peluncur rudal, rudal jelajah, dan rudal balistik berbasis darat (diluncurkan dari daratan) dengan jangkauan 500-1.000 kilometer (jarak pendek), serta 1.000-5.500 kilometer (jarak menengah) berakhir. Ditandatangani Pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev dan Presiden AS Ronald Reagan pada 1987, INF disebut sebagai salah satu perjanjian penting yang berhasil membatasi perlombaan senjata.
INF hadir setelah terjadi penempatan peluncur rudal jarak menengah di daratan Eropa. Muncul kecemasan bahwa perlombaan senjata yang sengit antara AS dan Uni Soviet akan membuat Eropa, bahkan mungkin Asia, menjadi sarang peluncuran rudal dengan kemampuan hulu ledak nuklir. Setelah INF berhasil disepakati, tidak ada lagi perlombaan penempatan peluncur rudal berhulu ledak nuklir di daratan Eropa.
Meskipun demikian, peluncuran rudal jarak menengah berhulu ledak nuklir tetap diperbolehkan di laut serta udara. Karena itu, pada era inilah, armada kapal selam pengangkut rudal berhulu ledak nuklir mendapat perhatian kian besar.
Beberapa waktu lalu, AS menuduh Rusia telah melanggar INF dengan mengembangkan rudal Nobator 9M729 atau SSC-8, yang disebut oleh NATO memiliki jangkauan 1.500 kilometer. Dilaporkan pula, dalam beberapa minggu lagi AS akan menggelar uji coba rudal jarak menengah.
AS menuduh Rusia telah melanggar INF dengan mengembangkan rudal Nobator 9M729 atau SSC-8, yang disebut oleh NATO memiliki jangkauan 1.500 kilometer.
Pertimbangan lain AS keluar dari INF adalah kenyataan bahwa China telah tampil sebagai pesaing strategis baru. Kekuatan ekonomi negara itu sudah menyaingi AS. Di sisi lain, meski belum sekuat AS serta Rusia, China dilaporkan terus mengembangkan kekuatan militer, termasuk rudal jarak menengah.
Seperti ditulis The New York Times, Laksamana Harry B Harris Jr pada 2017, yang saat itu Panglima Komando Pasifik AS, mengatakan di depan Kongres bahwa militer China mengontrol ”kekuatan rudal terbesar dan paling beragam di dunia, dengan inventaris lebih dari 2.000 rudal balistik dan jelajah”. Ia mengklaim, kemampuan AS tertinggal karena kepatuhannya terhadap perjanjian dengan Rusia, sementara jika China menandatanganinya, 95 persen misilnya melanggar pakta.
AS pun berupaya mengajak China untuk ikut bergabung dengan pakta baru pengaturan rudal bersama dengan Rusia. Keinginan AS mengajak China untuk bergabung dengan pakta anyar telah disampaikan Presiden AS Donald Trump. Namun, China tampaknya tak akan bersedia. China menganggap, kekuatan militer dan kemampuan rudal AS serta Rusia jauh di atas kekuatan militer negara itu. Dengan kata lain, pakta pengaturan rudal lebih tepat hanya ditujukan bagi AS dan Rusia.
Berakhirnya INF menandai dimulainya era baru perlombaan senjata. Masing-masing negara dengan kekuatan militer yang besar terus mengembangkan kemampuan rudal. Terbuka kemungkinan, persaingan kian sengit pada masa mendatang karena ada upaya untuk menempatkan peluncur rudal berkekuatan nuklir di negara mitra yang berdekatan dengan kekuatan pesaing.
Editor:
samsulhadi
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.