Kurikulum Baru, Calon Polisi Disiapkan Hadapi Revolusi Industri 4.0
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepolisian Republik Indonesia menyiapkan kurikulum baru Sekolah Polisi Negara. Dalam kurikulum baru tersebut, calon bintara polisi bakal disiapkan menghadapi revolusi industri gelombang keempat atau 4.0.
Perkembangan teknologi seiring revolusi industri 4.0 membuat polisi dituntut adaptif dengan perubahan yang terjadi dan dampaknya. Sementara, calon polisi yang masuk SPN saat ini adalah generasi milenial yang kultur dan perilakunya jauh berbeda dibanding generasi sebelumnya.
Kepala Lemdiklat Polri Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto menyatakan bahwa Lemdiklat Polri telah mempersiapkan kurikulum baru yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan tantangan baru khususnya menghadapi revolusi industri 4.0. Pola pendidikan dan pengasuhan terhadap para siswa juga disesuaikan dengan pendekatan sesuai generasi mereka yaitu generasi milenial.
"Perubahan ini harus dilakukan untuk merespon perkembangan zaman supaya Polri bisa semakin adaptif dengan perubahan masyarakat, mengingat para bintara ini merupakan tulang punggung pelaksana tugas Polri di lapangan. Delapan puluh persen komposisi personil Polri adalah para bintara sehingga dalam proses pendidikan dan latihan kali ini betul-betul diintensifkan untuk membentuk mereka menjadi bintara Polri profesional yang berintegritas tinggi," ujar Arief di Jakarta, Senin (5/7/2019).
Pendidikan Pembentukan Bintara Polri akan dibuka secara serentak di seluruh Indonesia pada Selasa, 6 Agustus 2019 besok. Tercatat sebanyak 8.875 calon bintara Polri hasil seleksi tahun 2019 telah masuk ke Sekolah Polisi Negara (SPN) di seluruh Indonesia.
Tradisi kekerasan dan otoriter dihilangkan diubah dengan pola perilaku yang komunikatif dan demokratis namun tetap tegas dalam bersikap, cerdas dalam berfikir dan bertindak
Dari jumlah tersebut, sebanyak 8.475 orang adalah calon bintara pria dan 400 orang calon bintara polisi wanita. Arief mengatakan, 8.875 calon bintara Polri ini lolos dalam seleksi yang sangat ketat. Mereka bersaing dengan calon lain yang mendaftar di seluruh Indonesia sebanyak 160.000 orang.
Para calon bintara Polri ini bersumber dari lulusan SMA dan SMK (bidang kompetensi tertentu) akan menjalani Pendidikan Pembentukan Bintara Polisi Tugas Umum di seluruh SPN dalam masa 7 (tujuh) bulan.
Arief memastikan, rangkaian kegiatan tradisi pendidikan calon polisi saat ini lebih berorientasi pada pendekatan humanis dan penanaman sosok anggota Polri yang melayani dan melindungi masyarakat. Arief menjamin, tidak adalah lagi tradisi kekerasan dalam lembaga pendidikan Polri.
"Ini akan dilaksanakan baik dalam kurikulum pengajaran maupun pengasuhan. Tradisi kekerasan dan otoriter dihilangkan diubah dengan pola perilaku yang komunikatif dan demokratis namun tetap tegas dalam bersikap, cerdas dalam berfikir dan bertindak," ujar mantan Kepala Bareskrim Polri ini.
Menurut Arief, ketegasan bahwa Polri harus menyiapkan sumber daya manusia yang adaptif dengan perkembangan zaman, sekaligus juga menciptakan karakter polisi yang melindungi serta melayani masyarakat, sesuai dengan visi Presiden Joko Widodo untuk membangun SDM yang unggul demi mewujudkan Indonesia yang lebih maju.
Secara terpisah anggota Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti mengatakan, lembaga pendidikan Polri sebaiknya memang lebih banyak memuat kurikulum yang sifatnya praktis dari pada teori. Kebutuhan praktis di lapangan terkadang sangat jauh berbeda dengan teori yang dipelajari calon polisi di lembaga pendidikan. "Kami berharap pendidikan bagi calon anggota Polri agar lebih banyak difokuskan pada praktik kerja, daripada teori," kata Poengky.