Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mulai putus asa menangani polemik perdagangan dengan Jepang. Untuk melawan pengaruh Jepang, Moon mengusulkan agar Korea Selatan memperdalam kerja sama ekonomi dengan Korea Utara.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
SEOUL, SENIN — Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mulai putus asa menangani polemik perdagangan dengan Jepang. Untuk melawan pengaruh Jepang, Moon mengusulkan agar Korea Selatan memperdalam kerja sama ekonomi dengan Korea Utara.
Akan tetapi, pengamat menilai, usul tersebut dapat menjadi bumerang bagi Korsel. Amerika Serikat diperkirakan tidak akan menyetujui kerja sama ekonomi kedua Korea sebelum Korut mau melucuti senjata nuklirnya.
Dalam pertemuan bersama sejumlah pejabat senior, Moon mengatakan, perseteruan dengan Jepang membangkitkan kesadaran untuk mengubah perekonomian Korsel. Oleh karena itu, Korsel dan Korut perlu memperdalam kerja sama ekonomi.
”Keuntungan ekonomi Jepang atas kita adalah ukuran ekonomi dan pasar domestik yang dimilikinya. Jika Korsel dan Korut dapat menciptakan perdamaian ekonomi melalui kerja sama ekonomi, kita akan dapat mengejar superioritas Jepang sekali jalan,” ujar Moon di Blue House, Seoul, Senin (5/8/2019).
Jika Korsel dan Korut dapat menciptakan perdamaian ekonomi melalui kerja sama ekonomi, kita akan dapat mengejar superioritas Jepang sekali jalan.
Komentar itu dilontarkan Moon dalam diskusi membahas penerapan pembatasan perdagangan terhadap Korsel oleh Jepang. Jepang mencabut Korsel dari daftar perdagangan khusus atau ”daftar putih” negara yang memperoleh pengecualian pembatasan dari Jepang. Kebijakan Jepang berlaku pada 28 Agustus 2019.
Moon juga menyampaikan, Jepang justru akan berperan sebagai stimulan untuk mewujudkan visi Korsel sebagai kekuatan ekonomi. Hal ini tentu berarti mengubah kondisi bahwa selama ini Korsel bergantung pada impor komoditas dan mengalami defisit perdagangan dengan Jepang.
Seruan nasionalis agar Korsel dan Korut bersatu muncul sebagai sebuah kejutan. Saat ini, Pyongyang membuat situasi di kawasan memanas akibat beberapa kali melakukan uji coba rudal jarak pendek. Tindakan Korut itu justru mengancam keamanan Korsel.
”Komentar Moon merupakan pengakuan bahwa Seoul tidak memiliki banyak \'kartu di tangan\'. Tidak jelas apakah saran Moon bahwa ia dapat membuat terobosan dalam masalah perdagangan dengan Jepang melalui hubungan antara dua Korea itu realistis,” kata pengamat dari Seoul\'s Asan Institute for Policy Studies, Choi Kang.
Hubungan antara kedua Korea kembali terjalin setelah negosiasi denuklirisasi Pyongyang berjalan dalam waktu yang cepat. Akan tetapi, pengembangan ekonomi dan pasar antara kedua Korea membutuhkan proses yang panjang.
Ekonomi Korut terpuruk setelah puluhan tahun terisolasi dari dunia. Bank Korea yang berbasis di Korea Selatan memperkirakan, produk domestik bruto (PDB) Korut berkontraksi hingga 4,1 persen pada 2018. Jumlah itu lebih rendah dari penurunan yang terjadi pada 2017, yaitu 3,5 persen. Buruknya performa ekonomi Korut disebabkan sanksi internasional dan kekeringan.
Bank Korea menyebutkan, perekonomian Korea Utara pada 2018 terpuruk dalam 21 tahun terakhir. Terpuruknya perekonomian Korea Utara itu disebabkan sanksi internasional dan kekeringan.
”Sanksi yang ditambahkan pada 2017 memberikan dampak buruk. Ditambah lagi, kekeringan melanda pertanian sehingga mengganggu lebih dari 20 persen dari hasil panen,” kata Kepala Tim Koordinasi Akun Nasional Bank Korea Park Yung-hwan, Jumat (26/7/2019).
Menurut Choi, komentar Moon justru dapat mengirim pesan yang salah kepada Korut dan menciptakan perdebatan dengan Washington. Pyongyang dapat saja berpikir bahwa intimidasinya di kawasan efektif sehingga akan meningkatkan tekanan kepada Seoul.
”Perseteruan antara Jepang dan Korsel memperkuat pandangan adanya perbedaan geopolitik antara kedua negara terhadap Korut dan isu keamanan lainnya. Washington akan perlu berupaya keras menjaga kerja sama guna menghadapi ancaman nuklir Korut dan pengaruh China di kawasan,” katanya.
Komentar Moon justru dapat mengirim pesan yang salah kepada Korut dan menciptakan perdebatan dengan Washington.
Hingga kini, Jepang dan Korut belum merespons komentar Presiden Moon.
Korut secara konsisten menuntut Korsel menjauh dan membatalkan latihan militer dengan Amerika Serikat. Pada saat yang bersamaan, Korut juga enggan berhubungan dengan Jepang.
Moon bertemu dengan Pemimpin Korut Kim Jong-un sebanyak tiga kali pada 2018. Kedua kepala negara sepakat meningkatkan kerja sama ekonomi ketika kondisi memungkinkan. Kerja sama baru dapat terjalin jika sanksi ekonomi internasional terhadap Korut dicabut.
Moon kerap menuduh, Tokyo sengaja mencabut Korsel dari ”daftar putih” untuk membalas kebijakan Mahkamah Agung Korsel yang dikeluarkan pada 2018. Dua perusahaan Jepang diwajibkan untuk memberikan kompensasi terhadap pekerja paksa Korsel pada masa Perang Dunia II.
”Pencabutan Korsel dari \'daftar putih\' merupakan upaya untuk merusak ekonomi Korsel. Korsel merupakan negara yang bergantung pada ekspor,” kata Moon.
Akan tetapi, Jepang berkilah bahwa dihapusnya Korsel dari daftar itu merupakan alasan keamanan. Tokyo menduga Seoul tidak mengontrol komoditas sensitif yang dapat dibuat menjadi senjata.
Komoditas itu kemudian dikirim ke Korut. Jepang belum menyediakan bukti atas tuduhan tersebut.
Mengurangi ketergantungan impor
Pada Senin (5/8/2019), Korsel menyatakan akan menganggarkan 6,5 miliar dollar AS untuk penelitian dan pengembangan selama tujuh tahun ke depan. Seoul ingin mengembangkan teknologi untuk bahan dan komponen industri guna mengurangi ketergantungan impor.
Korsel berencana untuk menyeimbangkan pasokan 100 jenis material utama dalam produksi semikonduktor, layar tampilan, mobil, dan sektor ekspor utama lainnya. Perusahaan-perusahaan Korsel sebelumnya sangat bergantung pada impor Jepang untuk memproduksi barang akhir.
Pemerintah Korsel juga akan memberikan dukungan finansial kepada perusahaan yang ingin bergabung atau mengakuisisi perusahaan asing. Selain itu, Korsel akan memberikan insentif bagi investasi asing dan mempermudah regulasi untuk perusahaan lokal. (AP/AFP/REUTERS)