Panahan Indonesia membidik empat keping emas pada SEA Games Manila 2019. Untuk mencapai target itu, Riau Ega Agatha dan kawan-kawan menjalani latihan berat untuk mempertajam teknik dan fisik.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panahan Indonesia membidik empat keping emas pada SEA Games Manila 2019. Untuk mencapai target itu, Riau Ega Agatha dan kawan-kawan menjalani latihan berat untuk mempertajam teknik dan fisik, seperti dengan melepaskan 400-500 anak panah per hari.
Ketua Umum PB Perpani Kelik Wirawan mengatakan, pesta olahraga antar negara Asia Tenggara ini adalah pijakan penting menuju Olimpiade Tokyo 2020. ”Kami mencoba diskusi dengan pelatih dan atlet terkait program latihan dan pencapaian medali. Dengan kondisi saat ini, ada target empat emas dari nomor recurve beregu, tunggal, dan campuran,” katanya di Jakarta, Minggu (4/8/2019).
Kelik mengatakan, untuk mencapai target tersebut tim panahan berlatih di Cijantung, Jakarta Timur, sejak April. Program latihan yang diberikan kepada atlet mulai dari teknik, fisik, dan pendampingan psikologi. Atlet Indonesia juga menjalani uji coba pada Kejuaraan Dunia Panahan 2019 di ’s-Hertogenbosch, Belanda, 10-16 Juni.
Dalam kejuaraan itu, Kelik menilai, semangat dan mental juara atlet harus terus ditumbuhkan. ”Atlet-atlet Indonesia harus didampingi agar tidak grogi menghadapi negara lain dengan peringkat dan prestasi lebih baik,” katanya.
Selanjutnya, Ega dan kawan-kawan dijadwalkan mengikuti training camp di Korea Selatan pada September. Setelah tampil di SEA Games, para atlet akan bersaing pada Piala Dunia Panahan 2020 di Berlin untuk memperebutkan kuota beregu pada Olimpiade Tokyo 2020.
Latihan berat
Pelatih panahan Indonesia Nurfitriyana mengatakan, pelatnas tim ”Merah Putih” masuk program latihan berat untuk memantapkan fisik, teknik, dan akurasi. ”Atlet dilatih mempunyai motorik yang bagus dengan melepaskan banyak anak panah,” kata peraih medali perak beregu panahan Olimpiade Seoul 1988 itu.
Hasil Kejuaraan Dunia Panahan 2019 menjadi bahan evaluasi untuk menyusun program latihan. Dalam ajang yang termasuk kualifikasi ke Olimpiade Tokyo 2020 itu, Ega menempati peringkat ke-64 pada babak kualifikasi nomor recurve dengan 72 anak panah. Ega mengumpulkan 326 poin pada set pertama dan 333 poin set kedua.
Setelah mengalahkan atlet Jerman, Florian Kahllund (Jerman), 6-4 dalam lima set pada babak pertama, Ega harus mengakui keunggulan atlet Malaysia Khairul Anuar Mohamad, 2-6. Khairul kemudian melaju hingga final dan meraih medali perak. Di final, unggulan ke-16 ini menyerah pada unggulan kedua dari Amerika Serikat, Brady Ellison,lewat adu tembakan satu panah, 8-10, setelah pada lima set sebelumnya berbagi angka 5-5.
Adapun pemanah putri Diananda Choirunisa menempati peringkat ke-117 dengan poin 304 dan 303, dan gagal lolos ke babak eliminasi.
Menurut Nurfitriyana, penampilan atlet di Belanda kurang maksimal karena mereka belum menjalani program latihan utama. Selain itu, ada jeda latihan yang cukup panjang setelah Asian Games 2018 sehingga daya tahan atlet menurun. Padahal, daya tahan dibutuhkan untuk bisa mengangkat alat cukup berat, tampil fokus, dan melepaskan anak panah dengan akurat.
”Semoga setelah ini mereka bisa menjalani pelatnas tanpa terputus,” ujarnya.
Diananda mengaku tidak puas dengan hasil Kejuaraan Dunia. Penampilannya pada ajang tersebut kurang maksimal karena anak panahnya rusak. Diandanda kemudian membeli anak panah baru, tetapi belum cukup beradaptasi dengan alat baru itu.
”Saya kecewa dan menyesal. Sebenarnya, saya punya keyakinan tampil maksimal. Ternyata hasilnya lebih buruk dari latihan,” kata peraih perak Asian Games 2018 itu.
Diananda tidak mau terpaku dengan hasil Kejuaraan Dunia. Kini, dia menata diri untuk bisa mengukir hasil manis di SEA Games 2019 dan Olimpiade 2020. ”Aku siap untuk tampil maksimal. Panahan sudah sejak lama diharapkan dapat prestasi, saya menjadikan ini sebagai motivasi,” katanya.