Sosialisasi Kesehatan bagi Perempuan Perlu Ditingkatkan
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Penguatan sosialisasi isu-isu kesehatan kepada perempuan harus semakin banyak dilakukan. Perempuan yang sehat kelak menentukan kesehatan janin yang dikandung dan berpengaruh kepada kesehatan anak di masa depan. Perempuan sehat juga menentukan kesehatan keluarga.
"Perempuan lebih rentan di aspek kesehatan karena adanya perubahan fungsi hormon di dalam tubuh seperti ketika mengalami kehamilan dan saat menopause. Sakit yang dialami perempuan memiliki risiko diturunkan kepada anak yang dikandung apabila tidak segera diintervensi," kata Angela BM Tulaar, Guru Besar Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Universitas Indonesia (UI) sekaligus ketua panitia acara Pameran Kesehatan Perempuan ke-10 di Jakarta, Sabtu (3/8/2019).
Ekspo tersebut diadakan oleh Yayasan Pengembangan Medik yang beranggotakan para dokter di Fakultas Kedokteran UI. Tujuannya adalah menjembatani ilmu kedokteran dengan masyarakat awam mengenai berbagai penyuluhan kesehatan.
Angela menjelaskan, meski nama pameran tersebut ada kata "perempuan", sasaran kegiatan adalah semua anggota masyarakat dari berbagai jenis kelamin dan usia. "Secara fisiologis perempuan lebih berisiko terkena penyakit akibat perubahan hormon. Secara budaya, perempuan yang sudah menikah amat menentukan kondisi kesehatan keluarga, mulai dari asupan makanan hingga pola aktivitas keluarga," ujarnya.
Secara fisiologis perempuan lebih berisiko terkena penyakit akibat perubahan hormon.
Ia mengungkapkan, mayoritas pasien di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo adalah perempuan. Rata-rata dirawat akibat kanker payudara ataupun kanker leher rahim. Menurut Angela, masih ada kebiasaan belum memprioritaskan perempuan untuk menjalani pemeriksaan medis berkala. Tanpa pengecekan rutin, masalah kesehatan akan sukar dicegah.
Pameran Kesehatan Perempuan ini turut menyediakan berbagai konter pengecekan kesehatan yang spesifik seperti kepadatan tulang, mata, gula darah, dan praktik akupuntur. Setiap konter dikelola oleh dokter dari FKUI. Hal ini agar masyarakat tidak menganggap pemeriksaan kesehatan sebagai hal menakutkan.
Membongkar mitos
Dalam pameran itu terdapat berbagai acara bincang-bincang dengan para dokter guna membahas berbagai isu kesehatan, seperti osteoporosis, osteoatritis, beser tak terkendali, dan gangguan saluran cerna. Kesempatan itu dipakai oleh pengunjung acara untuk menanyakan kebenaran berbagai informasi yang mereka dapat melalui media sosial.
"Osteoporosis paling efektif dicegah dengan rajin berolahraga. Ayo, Ibu-Ibu, suami dan anak-anaknya sering diajak beraktivitas fisik. Bisa dimulai dari berjalan santai, setelah itu kalau sudah terbiasa baru bisa ditingkatkan menjadi joging," kata Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Tirza Tamin. Ia menjawab pertanyaan peserta diskusi yang mengira anak-anak ataupun lansia sebaiknya menghindari olahraga karena fisiknya lemah.
Berbagai mitos didobrak. Misalnya, kebiasaan mandi pada malam hari bisa mengakibatkan rematik dan gangguan sendi lainnya adalah bohong belaka. Juga ada pertanyaan mengenai mitos balita dan anak-anak tidak bisa menyerap kalsium hewani sehingga jangan diberi susu sapi.
"Tubuh manusia didesain untuk bisa menyerap makanan alami. Terkait kebutuhan gizi anak yang sesuai tahapan tumbuh kembangnya, sebaiknya didiskusikan dengan dokter anak karena setiap anak memiliki kebutuhan berbeda-beda," tutur Tirza.
Salah satu pengunjung, Anna Lusiana (38) yang berprofesi sebagai pegawai swasta mengaku memperoleh banyak pengetahuan baru, terutama meluruskan fakta dari mitos dan hoaks. Ia mengungkapkan, banyak mendapat informasi dari media sosial, terutama terkait asupan gizi bayi dan tata cara memberi ASI.
"Ternyata banyak yang tidak benar. Pengetahuan dari acara ini nanti saya sebar ke komunitas ibu-ibu," ujarnya.