Sudah Hilang Nyawa dan Harta, Masih Hadapi Penjarah
Malam yang gulita akibat pemadaman listrik massal di Jalan Menteng Atas 3, Setiabudi, Jakarta Selatan, Minggu (4/8/2019), mendadak berubah mencekam. Api yang diduga berasal dari lilin menyambar korden dan melahap isi rumah Suwarti (48). Tak butuh waktu lama, api merembet dan menjilat 50 rumah semipermanen di belakang kuburan Cina Menteng Pulo itu.
Di belakang kompleks apartemen elite Casablanca, rumah-rumah sederhana berdinding tembok dan tripleks berdiri berdempet-dempetan. Untuk mencapai lokasi itu, kami harus melewati jalan tanah berbatu kompleks kuburan Cina Menteng Pulo.
Debu tebal dan sampah plastik beterbangan di lapangan yang digunakan 350 jiwa warga mengungsi, Senin (5/8/2019). Rumah mereka ada yang ludes, hangus, dan terbakar sebagian. Sebagian barang berharga seperti kulkas, mesin cuci, kompor, dan dokumen yang berhasil diselamatkan dibawa ke tenda pengungsian. Raut letih dan kurang tidur tampak di wajah para pengungsi.
Baca juga : Dua Hari, 19 Kebakaran Landa Wilayah Polda Metro Jaya
Asnah (66), sedang duduk berselonjor di tenda pengungsian Dinas Sosial DKI Jakarta, Senin siang. Nyaris seluruh harta bendanya hangus terbakar. Dia hanya sempat menyelamatkan buku pelajaran sekolah dan laptop cucunya, serta sebagian surat berharga.
Baginya, kebakaran itu menjadi musibab tragis. Sebab, anaknya Suwarti tewas terjebak kobaran api. Suwarti atau yang akrab disapa Yayang itu hangus terbakar setelah mencoba menyelamatkan diri dengan melompat ke balkon rumah tetangganya. Malang, api ikut merembet ke balkon yang dipenuhi jemuran pakaian itu. Ia pun terjebak dan tidak bisa diselamatkan.
"Saya masih melihat saat Yayang melombat ke balkon rumah tetangga depan rumahnya. Dia teriak-teriak minta tolong, tetapi kami tidak bisa menolong karena api sudah membesar," tutur Asnah.
Selain korban meninggal, anggota PPSU Kelurahan Menteng Atas, M Iqbal, juga mengalami luka patah tulang saat membantu mengevakuasi warga.
Asnah mengatakan, suasana malam itu gelap dan panas. Api padam sejak siang akibat gangguan pemadaman listrik massal se-Jabodetabek dari PLN. Warga kesulitan mencari air bersih bahkan untuk sekadar cuci muka dan berwudhu. Sumber air warga berasal dari sumur air tanah yang dipompa. Saat tak ada pasokan listrik, warga sulit mendapatkan air bersih.
Menjelang malam, warga pun mulai mencari penerangan. Ada yang menggunakan senter, lampu darurat, dan paling banyak memilih lilin. Lilin sempat sulit dicari karena ludes dibeli orang. Jika biasanya harga satu batang lilin kecil Rp 1.000, hari itu lilin dijual dengan harga Rp 5.000 per tiga batang. Bahkan, ada yang menjual dengan harga Rp 2.000 per batang.
"Kami sampai nyari ke Jalan Minangkabau saking susahnya mencari lilin. Sore itu, Yayang juga sempat datang ke rumah untuk meminta lilin, tapi kami enggak kasih karena cuma ada sedikit," ujar Asnah.
Tanpa dinyana, cahaya lilin yang menerangi gelapnya listrik padam itu berubah menjadi petaka. Sekitar pukul 20.34, saat warga sudah lelah dan hendak terlelap, api tiba-tiba menyambar. Api dengan cepat merembet ke permukiman padat penduduk itu. Sebab, rata-rata bangunan lantai dua rumah mereka terbuat dari bahan kayu dan tripleks.
"Orang udah kecapekan, kepanasan, dan lelah. Baru mau terlelap, tiba-tiba ada teriakan kebakaran kebakaran," ujar Ridwan, warga terdampak.
Sebanyak 14 mobil pemadam kebakaran didatangkan untuk memadamkan api. Namun, upaya pemadaman api terkendala karena akses sempit di permukiman padat. Jalan kampung adalah gang senggol selebar kira-kira 50 sentimeter.
Mobil pemadam kebakaran tidak bisa mendekat, dan harus menjulurkan selang ke dalam gang sempit. Proses menarik selang dari mobil pemadam ke dalam gang itu yang memakan waktu lama.
Warga mencoba memadamkan api dengan air seadanya. Saat listrik padam selama delapan jam, warga pun tak punya banyak stok air. Mereka mencoba memadamkan api dengan air dalam gayung hingga galon air minum. Namun, api sulit dipadamkan karena sudah membesar.
Penjarah
Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, saat warga panik menyelamatkan diri dan barang berharga, para penjarah datang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mereka berkedok ingin membantu mengevakuasi barang.
Namun, warga terdampak justru banyak kehilangan barang. Heru (25), warga RT 005/RW 013 kehilangan dompet berisi uang Rp 500.000, KTP, dan dokumen lain. Keluarganya yang lain kehilangan kalung emas saat evakuasi.
"Parah. Kami sudah kehilangan rumah ludes terbakar, ada saja orang yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan," tutur Heru.
"Parah. Kami sudah kehilangan rumah ludes terbakar, ada saja orang yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan," tutur Heru.
Hal senada juga diungkapkan Ridwan. Saat evakuasi barang, ia melihat beberapa anak muda berlagak ingin membantunya. Namun, mereka justru membuka-buka isi lemari, dan hendak menggotong televisi serta kompor gas miliknya. Melihat itu, Ridwan geram dan akhirnya memukuli tersangka.
"Sudah kami panik menyelamatkan anak, istri, dan barang-barang, eh ada saja yang mau nyuri. Ya saya pukuli lah," ungkap Ridwan.
"Sudah kami panik menyelamatkan anak, istri, dan barang-barang, eh ada saja yang mau nyuri. Ya saya pukuli lah," ungkap Ridwan.
Kini, sekitar 90 kepala keluarga atau 350 jiwa mengungsi di lapangan dekat makam Cina Menteng Pulo. Mereka beristirahat di dalam tenda darurat yang didirikan Dinsos dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Di tenda itu, mereka mendapatkan bantuan makanan, selimut, pakaian pantas pakai, layanan kesehatan, dan toilet portabel. Di atas puing-puing bangunan yang hangus terbakar, warga menumbuhkan harapan mereka untuk bisa membangun rumah dan impiannya kembali.
"Biar bagaimana pun, rumah harus dibangun kembali," tutur Heru yang sehari-hari bekerja sebagai pengojek daring itu.