Para tokoh masyarakat Jawa Timur menyampaikan rasa duka dan belasungkawa atas kepergian KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen, pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah, di Tanah Suci, Selasa (6/8/2019).
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Para tokoh masyarakat di Jawa Timur menyampaikan rasa duka dan belasungkawa atas kepergian KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen, pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah, di Tanah Suci, Selasa (6/8/2019). Mbah Moen merupakan sosok ulama kharismatik yang amat dihormati dan disegani.
Mbah Moen lahir di Rembang, tepat saat Kongres Pemuda II digelar 28 Oktober 1928. Semasa hidup, almarhum pernah membaktikan diri sebagai anggota DPRD Kabupaten Rembang selama tujuh tahun dan anggota MPR utusan Jawa Tengah selama tiga periode. Sampai dengan wafatnya di Mekkah, Arab Saudi, Mbah Moen adalah Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan.
Gubernur Jatim Khofifah Tegistha Indar Parawansa mengatakan, kepergian Mbah Moen meninggalkan rasa duka yang mendalam. Mbah Moen merupakan sosok yang amat ia hormati. Almarhum turut menghadiri pernikahan putri Khofifah di Surabaya beberapa waktu lalu sekaligus memberi restu dan menitipkan amanat.
”Mbah Moen menitipkan pesan kepada saya agar Jatim dijaga tetap aman dan sejahtera,” ujar Khofifah, yang menjabat Gubernur Jatim sejak 13 Februari 2019.
Seusai dilantik Presiden Joko Widodo, menurut Khofifah, dirinya sempat menemui Mbah Moen yang kemudian menitipkan pesan. Khofifah diharapkan menjadi gubernur Jatim yang baik dan menjaga hubungan erat dengan provinsi lainnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketua PBNU yang juga mantan Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf secara terpisah menyatakan, Mbah Moen sebagai sosok yang amat langka. Almarhum adalah sosok yang alim dan berkeilmuan amat luas serta ahli silaturahim. Selain itu, Mbah Moen, ayah Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen, adalah sosok yang tetap membawa kesejukan.
Saifullah mencontohkan, ketika KH Abdurrahman Wahid dan KH Mustofa Bisri mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa atau lepas dari PPP, Mbah Moen tetap berada di partai berlambang Kakbah tersebut. ”Namun, silaturahmi antara beliau-beliau tetap terjaga,” katanya.
Juga pernah dalam suatu waktu, di Jateng, kader PKB dan PPP bersitegang dan panas. Lagi-lagi, Mbah Moen yang mampu mendinginkan dan menyejukkan. Mbah Moen, lanjut Saifullah, juga tetap memberi kontribusi penting dalam politik nasional. Politik bukan tentang kepentingan, melainkan dialog, antara lain tentang ke-Islam-an dan kebangsaan.
Politik bukan tentang kepentingan, melainkan dialog, antara lain tentang ke-Islam-an dan kebangsaan.
Sekretaris PPP Jatim Norman Zein Nahdi mengatakan, kader partai di Jatim amat berduka dan kehilangan atas kepergian Mbah Moen. Almarhum dipandang sebagai panutan dan tokoh sentral di antara kiai-kiai dalam PPP. ”Kami terpukul,” katanya.
Adapun untuk menghormati kepergian Mbah Moen, Pengelola Masjid Nasional Al Akbar, Surabaya, mengajak masyarakat untuk shalat Gaib. Doa akan digelar seusai shalat Isya. ”Untuk menghormati kepergian ulama besar dan kharismatik Mbah Moen,” ujar Humas Badan Pengelola Masjid Nasional Al Akbar, Helmy M Noor.