Indonesia-Malaysia Bahas Kerja Sama Pelatihan Vokasi
Harus ada intervensi dalam pembangunan sumber daya manusia agar keterampilan dan kompetensi angkatan kerja Indonesia mampu bersaing. Salah satu cara cepat untuk meningkatkan kompetensi angkatan kerja adalah dengan pelatihan vokasi.
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kerja sama terkait pelatihan vokasi antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia semakin diperkuat. Sejumlah strategi telah dibahas, antara lain melalui pertukaran informasi kebijakan dan program vokasi, peningkatan kapasitas dan daya saing sumber daya manusia, serta strategi menghadapi perubahan teknologi dan industri 4.0.
Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (6/8/2019), menyampaikan, penguatan pelatihan vokasi merupakan bentuk tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo yang memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia (SDM) mulai tahun 2019. Keterampilan vokasi sangat diperlukan untuk membentuk pekerja terampil, profesional, dan bertalenta.
”Harus ada intervensi dalam pembangunan SDM agar keterampilandan kompetensi angkatan kerja Indonesia mampu bersaing. Salah satu cara cepat untuk meningkatkan kompetensi angkatan kerja adalah dengan pelatihan vokasi,” ujarnya.
Salah satu intervensi yang dilakukan pemerintah untuk mendukung penguatan pelatihan vokasi di Indonesia melalui kerja sama dengan negara lain, seperti Malaysia. Kerja sama dengan Malaysia diawali pertemuan khusus dengan Menteri Sumber Manusia Malaysia Kula Segaran di Shah Alam, Selangor, Malaysia, Selasa.
Penguatan pelatihan vokasi merupakan bentuk tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo yang memprioritaskan pembangunan sumber daya manusia.
Dalam pertemuan di Shah Alam, Hanif didampingi Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Agus Susanto, Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kemnaker Bambang Satrio Lelono, serta Staf Khusus Menaker Nurhuda. Selain itu, Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi Kunjung Masehat, Kepala Biro Kerja sama Luar Negeri Kemnaker Indah Anggoro Putri, Ketua Komite Pelatihan Vokasi Nasional Anton J Supit, serta ahli vokasi Universitas Gadjah Mada Prof Tadjuddin.
Anton mengatakan, lembaga pendidikan bertugas mencetak lulusan pencari kerja yang kompeten. Sementara pemerintah melalui Kemnaker berkewajiban mendukung penguatan kemampuan secara berkala bagi tenaga kerja.
”Pelatihan vokasi adalah tanggung jawab semua pihak. Jangan semua seakan-akan, kalau orang yang tidak dapat pekerjaan, menyalahkan Kemnaker, itu tidak benar. Kita semua harus mendukung pekerjaan Kemnaker untuk skilling, upskilling, dan reskilling,” tutur Anton.
Mendekatkan akses
Hanif menuturkan, selain kerja sama dengan negara lain, pemerintah telah melakukan beberapa terobosan pelatihan vokasi dalam bentuk pemberian hard and soft skills. Kedua bentuk pelatihan itu diberikan secara masif tanpa memandang usia, latar belakang pendidikan bagi sumber daya manusia Indonesia, ataupun pemagangan serta sertifikasi uji kompetensi.
”Pelatihan di BLK (balai latihan kerja) dilakukan melalui program triple skilling, yaitu skilling untuk angkatan kerja yang ingin mendapatkan skill, upskilling untuk pekerja yang ingin meningkatkan skill, dan reskilling untuk pekerja yang ingin mendapatkan keterampilan baru,” ujarnya.
Untuk mendekatkan akses pelatihan vokasi kepada masyarakat, pemerintah juga membangun BLK Komunitas, yang pada 2017 sebanyak 50 BLK Komunitas dan meningkat menjadi 75 BLK pada 2018. ”Tahun 2019 kembali melonjak menjadi 1.000 BLK Komunitas berbasis pesantren,” kata Hanif.