Pestisida Ekstrak Pepaya dan Abu Kayu Menangi Kompetisi Nasional
Pestisida dari ekstrak pepaya dan abu kayu karya siswa SMA Negeri 5 Yogyakarta menjadi inovasi terbaik pada kompetisi Toyota Eco Youth yang ke-11. Inovasi ini menjadi kontribusi generasi muda dalam menjawab isu lingkungan.
Oleh
Sekar Gandhawangi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pestisida dari ekstrak pepaya dan abu kayu karya siswa SMA Negeri 5 Yogyakarta menjadi inovasi terbaik pada kompetisi Toyota Eco Youth yang ke-11. Inovasi ini menjadi kontribusi generasi muda dalam menjawab isu lingkungan.
Pestisida tersebut dan alat penyemprotnya diberi nama Joma Electrostatic Sprayer oleh dua kreatornya, Enandra Natan (16) dan Edgar Parrusa (17). Pestisida tersebut diklaim ramah lingkungan karena mudah terurai dan tidak meninggalkan residu.
”Kami menggunakan (enzim) papain 10 persen yang terkandung dalam pepaya. Kandungan papain ini kami maksimalkan dengan mencampur abu kayu. Jadi, perbandingan kandungan pestisidanya adalah 250 gram abu kayu, 500 gram pepaya, 1 liter air, dan 15 mililiter sabun cair. Sabun cair berfungsi untuk menghilangkan lapisan lilin pada tanaman,” tutur Edgar, Selasa (6/8/2019), pada acara penghargaan Toyota Eco Youth (TEY) di Jakarta.
Setelah diteliti, mereka menyimpulkan bahwa abu kayu bisa mencegah hama bertelur pada tanaman. Adapun pestisida ini memiliki bau khas untuk mencegah berbagai jenis hama, antara lain ulat daun kubis, ulat grayak, dan ulat jengkal.
Abu kayu yang direkomendasikan untuk pestisida ini adalah abu kayu alpukat. Abu dari kayu alpukat dinilai lebih tahan lama dibandingkan dengan abu kayu mangga dan rambutan. Hal ini disimpulkan berdasarkan analisis warna beragam abu kayu pada tanaman selama 12 hari.
Untuk mengoptimalkan penggunaan pestisida, Enandra dan Edgar membuat alat penyemprot khusus yang diberi muatan negatif (elektron). Alat ini memungkinkan pestisida, baik organik maupun kimia, yang disemprot mengandung elektron. Muatan negatif ini bekerja seperti magnet yang bisa langsung menempel pada tanaman yang bermuatan positif (proton).
”Ibaratnya seperti petir yang bermuatan negatif. Petir akan menyambar tanah atau pohon karena keduanya bermuatan positif. Prinsip itu kami terapkan di sini,” kata Edgar.
Ia menambahkan, elektron bisa membuat penggunaan pestisida lebih efisien. Sebab, pestisida bermuatan elektron akan langsung menempel ke tanaman dan tidak terbuang percuma karena angin. Hal ini dinilai aman pula buat petani supaya tidak terpapar pestisida.
Inovasi ini kemudian mengantar Edgar dan Enandra menjadi juara pertama TEY 2019 di bidang sains. Keduanya juga didapuk menjadi peraih predikat Best of the Best pada kompetisi yang sama. Juara kedua dan ketiga dimenangi oleh SMK Texar Karawang, Jawa Barat, dan SMA Negeri 3 Merauke, Papua.
Peduli lingkungan
Inovasi kedua siswa SMAN 5 Yogyakarta ini diapresiasi dan diharapkan sebagai cikal bakal tumbuhnya generasi muda peduli lingkungan. Selain mereka, ada pula sejumlah siswa yang memenangi kompetisi yang sama di bidang sosial.
Bidang ini dimenangi siswi SMA Negeri 2 Semarapura, Bali, sebagai juara petama. Juara kedua dan ketiga dimenangi oleh siswa SMAN 19 Bandung, Jawa Barat, dan SMAN 1 Ambon, Maluku.
”Kami membuat film pendek berjudul Keranjang Bolong. Ini ibarat masyarakat yang tahu soal pemilahan sampah, tetapi belum dilakukan. Padahal, sampah bisa diproses lebih cepat jika sudah dipilah,” kata Adinda Amelia (18) dan Ni Komang Taris Susiliastini (18), siswi SMAN 2 Semarapura.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Helmi Basalamah berharap karya para pelajar ini menjadi sinyal baik bagi masa depan lingkungan hidup.
”Generasi muda ialah masa depan bangsa. Mereka berperan sebagai agen perubahan dan generasi penerus bangsa. Dalam beberapa tahun mendatang, mereka akan menjadi orang yang mengambil keputusan dan menjadi pemimpin,” kata Helmi.
Yang penting adalah temuan mereka itu bisa diaplikasikan dan kontekstual dengan kondisi wilayahnya masing-masing.
Sementara itu, Executive Vice President PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia Edward Otto Kanter mengatakan, dirinya dan PT Toyota Astra Motor akan terus mendukung generasi muda agar berwawasan lingkungan. Hal ini dilakukan dengan menyelenggarakan TEY secara berkala sejak 2005 hingga tahun-tahun mendatang.
”Yang penting adalah temuan mereka itu bisa diaplikasikan dan kontekstual dengan kondisi wilayahnya masing-masing,” ucap Edward.
Panitia mencatat, ada 600 SMA dan SMK dari 34 provinsi yang terdaftar sebagai peserta TEY tahun ini. Total proposal yang diterima panitia mencapai 4.000. Juri kemudian menyeleksi peserta menjadi 25 finalis.
Dewan juri terdiri dari perwakilan Fakultas Biologi, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Universitas Indonesia serta Wakil Presiden Direktur Conservation International Indonesia Jatna Supriatna; pakar media sosial dan gerakan milenial, Yoris Sebastian; juga perwakilan National Geographic Indonesia, Didi Kaspi Kasim.