Simpan Hasil Penelitian, LIPI Kembangkan Repositori Berkapasitas 5 Petabita
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia telah mengembangkan sistem repositori ilmiah nasional untuk menyimpan karya dan data primer hasil penelitian secara digital dengan kapasitas mencapai 5 petabita atau 5.000 terabita.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia telah mengembangkan sistem repositori ilmiah nasional untuk menyimpan karya dan data primer hasil penelitian secara digital dengan kapasitas mencapai 5 petabita atau 5.000 terabita. Selain sebagai tempat penyimpanan, sistem pengelolaan data secara nasional ini juga dibutuhkan guna meningkatkan kolaborasi dan kualitas penelitian di Indonesia.
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko, Selasa (6/8/2019), di Jakarta, mengatakan, kesadaran masyarakat di Indonesia, termasuk peneliti, dalam menyimpan dan merawat data secara berkala masih rendah. Padahal, data ilmiah merupakan kekayaan intelektual dan aset ilmu pengetahuan bangsa yang harus tersedia dalam jangka panjang.
Secara sederhana, repositori berarti tempat penyimpanan. Dalam konteks kepustakaan, repositori adalah suatu tempat di mana dokumen, informasi, dan data disimpan, dipelihara, serta digunakan.
”Melalui sistem Repositori Ilmiah Nasional yang dikembangkan Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah (PDDI) LIPI, data serta karya ilmiah yang dihasilkan oleh para peneliti di Indonesia bisa disimpan dan diintegrasikan secara efisien. Para peneliti juga lebih mudah mengakses berbagai informasi penelitian sehingga bisa mendukung kolaborasi antarpeneliti yang memiliki fokus penelitian yang sama,” kata Tri Handoko dalam penyelenggaraan acara 2nd International Conference on Documentation and Information: Library Transformation in Big Data Management.
Dalam kegiatan tersebut, LIPI secara resmi juga meluncurkan sistem Repositori Ilmiah Nasional (RIN). Hingga akhir Juli 2019, data yang tersimpan di dalam sistem tersebut tercatat sekitar 6.500 datasets dan 15.300 file. Setidaknya sudah ada 86.000 unduhan yang dilakukan pada sistem RIN dengan 63 afiliasi dari lembaga penelitian dan perguruan tinggi yang terdaftar sebagai pengguna.
Handoko menuturkan, sistem RIN juga dikembangkan untuk mendukung amanat Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang mewajibkan para peneliti dan akademisi untuk menyerahkan serta menyimpan data ilmiah dalam kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan. Selama ini, manajemen data riset belum berjalan baik. Bahkan, 70 persen peneliti sering lupa menyimpan data secara berkala.
”Kami harap para pemilik data punya kesadaran tinggi untuk menyimpan berbagai data penelitian yang dimiliki guna mendukung kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi nasional. RIN ini bisa dimanfaatkan secara optimal. Kami sudah sediakan dengan kapasitas sekitar 5 petabita (5.000 terabita). Akhir tahun akan kami tingkatkan lagi menjadi 12 petabita,” katanya.
Pelaksana Tugas PDDI LIPI Hendro Subagyo menyampaikan, RIN bisa diakses secara daring melalui http://rin.lipi.go.id. Sistem ini bisa digunakan oleh peneliti yang ingin memasukkan data dan karya ilmiah yang dimiliki serta masyarakat yang ingin melihat berbagai data ilmiah yang tersimpan.
”Penyimpanan dengan sistem digital ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem penyimpanan konvensional, tetapi lebih mudah dan lengkap. Selain buku, jurnal, laporan, dan dokumentasi ilmiah, obyek yang disimpan termasuk data, spesimen, multimedia, dan data streaming,” tuturnya.
Hendro mengatakan, terkait kepentingan privasi dan keamanan, tidak semua data ilmiah bisa diakses di sistem RIN. Masyarakat hanya bisa mengakses metadata dari suatu data ilmiah primer. Data itu di antaranya judul penelitian, nama peneliti dan institusi yang menaungi, serta deskripsi singkat mengenai penelitian.
”Pemanfaatan data ilmiah dalam RIN tetap bergantung kepada pemilik data atau peneliti. Selain peneliti, data hanya bisa diakses secara terbuka oleh afiliasi yang terkait dengan riset serta pihak pemberi dana riset. Untuk pihak lain yang ingin mengakses riset tersebut bisa langsung menghubungi peneliti yang bersangkutan,” ujarnya.