JAKARTA, KOMPAS -- Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) mengajak seluruh pihak untuk terus mengarusutamakan hak mereka. Sosialisasi perlu untuk menciptakan lingkungan lebih inklusif terhadap seluruh lapisan masyarakat di dalam komunitas negara-negara Asia Tenggara (ASEAN).
Ketua Umum PPDI Gufroni Sakaril, Rabu (7/8/2019) di Jakarta, mengatakan, pemerintah, organisasi masyarakat disabilitas, organisasi masyarakat sipil, mitra pembangunan, perguruan tinggi, dan pihak swasta diharapkan terus melakukan sosialisasi mengenai ASEAN Enabling Masterplan 2025.
Menurut Gufroni, rencana induk tersebut memuat promosi dan perlindungan hak penyandang disabilitas di kawasan Asia Tenggara. “Kami mengajak seluruh pihak berkontribusi semaksimal mungkin dan lebih luas sesuai dengan peran dan bidang masing-masing,” kata Gufroni dalam sebuah keterangan.
ASEAN Enabling Masterplan 2025 diadopsi anggota ASEAN dan diluncurkan oleh ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) di Bangkok, Thailand, 3 Desember 2018. Dokumen ini berisikan 76 rencana aksi (renaksi) sebagai pedoman dalam pengarusutamaan disabilitas ke dalam kebijakan dan program pembangunan masing-masing negara.
Gurfroni mengatakan, PPDI melalui program Advokasi Pemungkinan Rencana Induk ASEAN hingga 2025 (AEMAI) telah melakukan serangkaian kegiatan bersama sejumlah organisasi penyandang disabilitas di Indonesia untuk mewujudkan komunitas ASEAN yang inklusif terhadap penyandang disabilitas.
Hasil lokakarya merumuskan tiga isu prioritas bersama, yakni menyediakan perlindungan hukum, menghapus stigma dan diskriminasi, serta menciptakan lapangan pekerjaan.
Selain itu, kegiatan juga menghasilkan kajian bahwa pengetahuan mengenai identitas kewarganegaraan dan administrasi kependudukan bagi penyandang disabilitas merupakan salah satu kunci dalam pemenuhan hak-hak universal lainnya. Akan tetapi, masih ada empat permasalahan utama yang membayangi.
Pertama, terbatasnya aksesibilitas dalam mendapatkan dokumen kependudukan dan kedua, minimnya partisipasi aktif penyandang disabilitas dalam proses administrasi kependudukan.
Selain itu, proses administrasi kependudukan belum menghadirkan data yang akurat. Keempat, masih ada penggunaan istilah yang tidak tepat selama proses administrasi.
“Hasil lokakarya dan kajian analisa kebijakan telah diadvokasi lebih jauh melalui dialog dengan sejumlah perwakilan kementerian, yaitu Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Badan Pusat Statistik dan Kantor Sekretariat Presiden,” ujar Gufroni.
Kemajuan Indonesia
Pada tingkat nasional, Indonesia telah mencapai sejumlah kemajuan penting dalam menjamin, memenuhi dan melindungi hak-hak penyandang disabilitas. Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Indonesia perlu terus mengkampanyekan hak penyandang disabilitas
UU No 8/2016 memandang disabilitas dengan lebih holistik menggunakan kerangka hak asasi manusia. Disabilitas tidak lagi dilihat sebagai kondisi atau jenis ketidakmampuan. UU justru menyoroti bagaimana hambatan lingkungan sosial yang ada menjadi penghalang bagi pemenuhan hak-hak dasar penyandang disabilitas.
Gufroni menyatakan, pemerintah maupun organisasi penyandang disabilitas terus mendiskusikan turunan UU tersebut secara konstruktif. “Indonesia perlu terus mengkampanyekan hak penyandang disabilitas karena akan melaporkan perkembangan implementasi Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas pada 2020,” ujarnya.
Kampanye semakin dibutuhkan mengingat sejumlah kasus mencuat belakangan ini. Sebagai contoh, terjadi kekerasaan seksual terhadap penyandang disabilitas oleh saudara kandung di Lampung dan pembatalan pengangkatan calon pegawai negeri sipil seorang dokter gigi penyandang disabilitas di Sumatera Barat.
Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 menyebutkan, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sebesar 21,5 Juta jiwa atau 8,56 persen dari total populasi. Jumlah ini diduga masih lebih kecil dibandingkan kondisi sebenarnya.