Kebebasan Pers, Profesionalisme, dan Kesejahteraan Masih Jadi Tantangan Jurnalisme
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aliansi Jurnalis Independen mengingatkan, jurnalisme saat ini masih dihadapkan pada tiga persoalan krusial, yaitu kebebasan pers, profesionalisme, dan kesejahteraan. Ketiga hal tersebut perlu terus dijaga demi mewujudkan jurnalisme yang kredibel dan independen dalam memantau dan mengkritisi pemerintah.
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan mengatakan, selama 20 tahun terakhir banyak terjadi perubahan yang tidak terlalu menggembirakan dari ketiga hal tersebut. Posisi jurnalisme Indonesia saat ini belum cukup bagus dalam tiga indikator itu.
Dalam kebebasan pers, Undang-undang (UU) Pers memang telah membebaskan pers Indonesia dari tekanan Orde Baru. Namun, sejumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis masih terjadi.
"Sejumlah UU masih berpotensi dapat memenjarakan wartawan, berisiko mengancam kebebasan pers," kata Abdul Manan dalam sambutan peringatan ulang tahun AJI ke-25 di Jakarta, Rabu (7/8/2019) malam.
Sementara itu, dari sisi profesionalisme dan kesejahteraan, Abdul menilai kondisi profesi jurnalis masih sangat memprihatinkan. Profesionalisme dan kesejahteraan jurnalis yang belum terperhatikan dapat berdampak pada kualitas dari produk jurnalisme itu sendiri.
"Kedua hal ini sangat berkaitan dan saling berdampak. Bicara soal kesejahteraan, misalnya, bagaimana kita bisa mengharapkan wartawan untuk profesional, kalau gaji saja tidak memadai? Bila kesejahteraan tidak terpenuhi, lalu profesionalisme jurnalis buruk, kedua hal ini pun tentu akan mengekang kebebasan pers," kata Abdul.
Bagaimana kita bisa mengharapkan wartawan untuk profesional, kalau gaji saja tidak memadai? Bila kesejahteraan tidak terpenuhi, lalu profesionalisme jurnalis buruk.
Abdul menegaskan, sejumlah hal tersebut perlu dijaga oleh media massa atas nama independensi. Independensi merupakan hal yang diharapkan masyarakat dari media, sehingga dapat menjadi panduan penyajian informasi secara benar dan akurat.
Dalam kesempatan itu, Ketua Dewan Pers Mohammad Nur juga menyampaikan agar pers Indonesia tetap kritis dan beretika dalam pengutaraan pendapat. Dua hal ini menjadi ruh dari pers Indonesia.
Dalam peringatan malam itu, AJI juga mengumumkan pemenang tiga penghargaan tahunan untuk SK Trimurti Award, Tasrif Award, dan Udin Award.
SK Trimurti Award dianugerahkan kepada RR Sri Agustine (49), penulis asal Bandung, Jawa Barat. Agustine mendapat penghargaan itu atas kiprahnya menggunakan karya tulis dan sejumlah buku sebagai media perjuangan untuk menyuarakan hak-hak kelompok yang selama ini mendapat stigma dan diskriminasi.
Dewan juri menyatakan, karya Agustine bukan tulisan biasa, melainkan bergaya ilmiah dan akademik. Karya Agustine itu membahas isu orientasi seksual yang selama ini sering dipersekusi.
Sementara itu, Udin Award diberikan kepada tim Indonesialeaks. Dewan juri menilai, kolaborasi jurnalis dalam platform ini dinilai telah meneruskan spirit Udin, wartawan Harian Bernas yang gugur ketika menjalankan tugas jurnalistik.
Salah satu hasil liputan Indonesialeaks, yakni Investigasi Buku Merah, dianggap penting karena menyangkut dugaan perkara korupsi yang hingga kini belum tuntas penanganannya. Liputan Indonesialeaks tersebut merupakan upaya yang patut diapresiasi sebagai kerja investigasi yang menuntut kolaborasi dalam menghasilkan karya bermutu.
Adapun Tasrif Award diberikan kepada Baiq Nuril, guru honorer di Nusa Tenggara Barat yang dikriminalisasi dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Baiq Nuril dianggap sebagai penyintas yang berani melawan ketidakadilan dan menegakkan demokrasi.
Pada malam itu, AJI juga memberikan penghargaan kepada penulis di tingkat mahasiswa dan blogger. Mereka adalah Wahyu Setiawan, anggota Pers Mahasiswa UIN Malang, serta penulis blog bernama Hans Hayon.