Kisah Korban Kecelakaan Kapal Pieces Terombang-ambing di Laut
Kapal nelayan Pieces yang tenggelam di Selat Makassar, Senin (29/7/2019) dini hari, menyisakan kisah pilu. Ada yang bertahan, ada pula yang hilang ditelan gelombang.
Ucapan syukur berkali-kali keluar dari mulut Bambang Subagio (52), salah seorang korban selamat dalam kecelakaan Kapal Pieces, saat bercerita tentang bagaimana dirinya berupaya bertahan hidup di tengah laut. Setelah terombang-ambing selama empat hari di laut, doa-doa yang terus ia rapalkan akhirnya terjawab saat sebuah kapal ikan dengan alat tangkap berjenis purse seine mendekatinya.
Bambang tidak sendiri saat ditemukan oleh kapal tersebut. Warga RT 006 RW 003 Desa Kemplong, Kecamatan Wiradesa, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, itu sedang bersama dengan Muhammad Samlawi (18), seorang siswa praktik dari SMK Negeri 1 Bulakamba, Kabupaten Brebes.
Kala itu, Bambang sudah mulai letih berenang. Ia merasa tidak ada tenaga karena selama berhari-hari itu dirinya dan Samlawi hanya minum air laut untuk bertahan hidup. Semangatnya juga sudah mulai redup karena beberapa kali karet ban seukuran ban truk kontainer yang ia tumpangi bersama Samlawi digulung ombak dan terbalik. Namun, semangat itu kembali menyala ketika ia melihat kapal dengan jarak sekitar 3 mil (sekitar 4 kilometer) dari tempatnya.
Dengan sisa tenaga yang ada, Bambang melambaikan tangannya ke arah kapal sembari terus berenang ke arah kapal. Sayangnya, beberapa orang di kapal itu tidak bisa melihat Bambang dan Samlawi. Akhirnya Bambang mendapat ide untuk menarik perhatian dengan cara mengibarkan celananya. Usaha itu pun berhasil.
”Setelah tubuh saya dibaringkan di atas kapal, saya cuma bisa nyebut alhamdulillah, terima kasih ya Allah, terima kasih saya masih diberi umur. Itu sungguh mukjizat bagi saya,” kata Bambang, Selasa (6/8/2019), saat ditemui di rumahnya.
Setelah tubuh saya dibaringkan di atas kapal, saya cuma bisa nyebut alhamdulillah, terima kasih ya Allah, terima kasih saya masih diberi umur. Itu sungguh mukjizat bagi saya.
Terempas ombak
Bambang menuturkan, Senin (29/7) dini hari, dirinya dan beberapa awak kapal sedang mengobrol di bagian atas kapal. Salah seorang dari awak kapal kemudian melihat kobaran api di ruang mesin kapal. Beberapa saat kemudian, suasana kapal menjadi gaduh karena api mulai merambat ke bagian lain kapal.
Semua awak kapal lari berhamburan mencari gabus, karet ban, dan benda lain yang bisa mengapung untuk berjaga-jaga jika kapal tersebut tenggelam. Hal itu dilakukan karena di kapal tersebut tidak ada satu pun jaket keselamatan.
Bambang mendengar ledakan sekitar dua kali sebelum akhirnya dia memutuskan untuk meloncat ke dalam air. Tak lama setelah dirinya dan beberapa awak kapal meloncat, Kapal Pieces dengan berat 93 gros ton tersebut tenggelam. Menurut Bambang, saat di air, ada seseorang yang memberikan instruksi kepada semua awak kapal untuk berkumpul dan mengimbau para awak kapal untuk tidak berpencar.
”Saat itu kondisi laut gelap sekali. Saya tidak bisa melihat siapa saja yang berada di sekitar saya. Kami mengenali satu sama lain melalui suara,” tutur Bambang sambil sesekali mengusap dadanya yang masih sesak.
Bambang dan beberapa orang lainnya terus bertahan karena berpegangan pada karet ban, gabus, atau benda-benda lain yang membantu tubuh mereka tetap terapung.
Saat itu, Bambang berada di ban yang sama dengan keponakannya, Zaenal Abidin (20). Karena keletihan berenang, beberapa kali Zaenal pingsan dan tubuhnya melorot ke dalam air. Bambang harus menyelam setidaknya lima kali untuk mengangkat kembali tubuh keponakannya yang hampir tenggelam.
”Saat itu ada ombak besar dan tinggi, karet ban yang saya tumpangi terbalik dan keponakan saya terseret ombak. Saya sudah berenang ke berbagai arah untuk mencari keponakan saya, tapi tidak ketemu,” ujarnya.
Saat itu ada ombak besar dan tinggi, karet ban yang saya tumpangi terbalik dan keponakan saya terseret ombak. Saya sudah berenang ke berbagai arah untuk mencari keponakan saya, tapi tidak ketemu.
Senin siang, Bambang bertemu dengan Samlawi. Saat bertemu dengan Bambang, Samlawi sudah dalam keadaan lemah dan keletihan. Menurut Bambang, beberapa kali Samlawi berkata bahwa dirinya ingin menyerah. Samlawi juga mengeluh sakit perut karena sudah berhari-hari tidak makan. Namun, Bambang terus memberikan semangat agar Samlawi bertahan.
”Saya katakan kepadanya, bapak dan kakak-kakakmu menunggumu di rumah. Ayo, kamu tidak boleh menyerah,” kata Bambang menirukan perkataannya kepada Samlawi.
Saya katakan kepadanya, bapak dan kakak-kakakmu menunggumu di rumah. Ayo, kamu tidak boleh menyerah.
Pelajaran renang
Pelajaran renang menyelamatkan Samlawi. Sudarno (60), ayah Samlawi, mengatakan, sudah sekitar setahun belakangan Samlawi sering meminta uang untuk membayar biaya les renang. Samlawi mengikuti les renang sekitar sekali dalam seminggu.
”Saat tidak ada uang, saya upayakan untuk pinjam ke tetangga supaya Samlawi bisa tetap ikut les renang itu. Alhamdulillah,akhirnya ilmu yang dia dapat dari les renang itu bisa membantunya saat kecelakaan,” ujar Sudarno saat ditemui di rumahnya, RT 001 RW 002 Desa Kupu, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Selasa petang.
Sehari-hari Sudarno bekerja sebagai buruh tani. Saat sedang tidak ada garapan di sawah, Sudarno sering kali mencari tambahan penghasilan dengan bekerja sebagai buruh bangunan. Uang tambahan dari bekerja sebagai buruh bangunan itu yang sering disisihkan oleh Sudarno untuk membiayai les renang Samlawi.
Sudarno menambahkan, sebelum berangkat ke Kota Pekalongan pada Minggu (21/7), Samlawi sudah menunjukkan gelagat yang berbeda. Biasanya, Samlawi selalu bersemangat saat akan melakukan kegiatan apa pun. Sore itu, Samlawi yang sehari-hari aktif dalam kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), pramuka, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, dan satuan Karya Bhayangkara itu tampak tidak bersemangat.
”Hari itu Samlawi mengatakan kalau dia malas berangkat. Dia yang sejak SMP ngotot ingin jadi pelaut tiba-tiba bilang kalau dia mau jadi polisi saja, tidak mau jadi pelaut,” ujar Sudarno.
Anak kedelapan Sudarno itu terakhir kali berkomunikasi dengannya pada Senin (22/7) pagi. Hari itu, kapal dengan alat tangkap purse seine pelagis yang dinakhodai Nasori (41) bertolak menuju perairan Selat Makassar. Berdasarkan perkiraan, Samlawi akan kembali pulang ke Brebes sekitar November 2019.
Baru sepekan berlayar, Kapal Pieces tersebut mengalami kecelakaan di sekitar perairan Pulau Sembilan, Kalimantan Selatan. Pihak Syahbandar Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan baru mendapat kabar bahwa Kapal Pieces kecelakaan pada Rabu (31/7). Setelah itu, pihak syahbandar langsung menghubungi pihak keluarga pada Kamis (1/8).
”Pada Jumat (2/8), pihak sekolah datang ke rumah saya. Saat kabar kecelakaan itu disampaikan, saya langsung lemas. Meski pihak sekolah mengatakan bahwa Samlawi selamat, saya tetap masih belum lega sebelum saya melihat langsung anak saya,” ucap Sudarno.
Minggu (4/8) petang, akhirnya Sudarno kembali melihat Samlawi. Menurut Sudarno, beberapa kakak Samlawi yang ikut menengok Samlawi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bendan, Kota Pekalongan, langsung pingsan sesaat setelah melihat Samlawi yang terbaring lemah. Kulit di beberapa bagian tubuh Samlawi juga mengelupas karena luka bakar akibat paparan sinar matahari.
Saat Kompas tiba di rumah Sudarno, Samlawi sedang melakukan panggilan video dengan kakaknya yang tinggal di Jakarta. Sesekali Samlawi mengusap perutnya. Meski sudah jauh lebih baik, kadang-kadang Samlawi masih merasakan sakit di bagian perutnya itu.
Membaik
Setelah menjalani perawatan di RSUD Bendan, kondisi Samlawi dan Bambang berangsur membaik. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bendan Difayana mengatakan, Bambang dan Samlawi sudah boleh dibawa pulang karena dehidrasi dan gangguan lambung yang mereka alami sudah bisa tertangani. Tekanan darah dan suhu tubuh mereka juga sudah normal. Luka bakar akibat paparan sinar matahari yang diderita keduanya juga mulai mengering.
”Hari ini mereka sudah meminta untuk pulang. Karena kondisinya sudah membaik, kami izinkan untuk menjalani perawatan di rumah,” kata Difayana saat dihubungi, Senin (5/8/2019).
Bambang sudah diizinkan pulang pada Senin sore. Sementara Samlawi diizinkan pulang pada Selasa siang.
Adapun korban selamat lain, Endro (33), yang merupakan masinis I Kapal Pieces, tiba di Pekalongan Senin malam. Namun, pada Selasa siang, pintu rumah Endro di RT 005 RW 003 Desa Kemplong, tertutup rapat.
Menurut salah seorang tetangganya, Kutaroh (40), sejak Selasa pagi, pintu rumah Endro sudah tertutup rapat. Menurut informasi yang diperoleh Kutaroh, Endro sedang berada di rumah adik iparnya.
”Saya dengar Endro sedang berada di rumah adik iparnya. Masih belum bisa menerima tamu karena kondisinya masih syok, kalau kata adiknya,” kata Kutaroh.
Kutaroh mengatakan, sebelum Kompas, sudah ada beberapa orang yang mendatangi rumah Endro. Beberapa di antara tamu yang datang tersebut, menurut Kutaroh, memakai seragam tentara.
Menurut Kepala Satuan Polisi Perairan Polres Pekalongan Kota Ajun Komisaris Taufik Hidayat, Endro dibawa pulang ke Pekalongan karena kondisinya sudah membaik. Sementara empat korban meninggal, yakni Sunoto (54), warga Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan; Sartani (64), warga Kecamatan Bebel, Kabupaten Pekalongan; Mulyono (57), warga Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang; dan Casmuri (57) ,warga Kecamatan Pekalongan Timur, Kota Pekalongan, sudah diserahkan kepada keluarganya dan telah dimakamkan.
Sementara itu, Kepala Seksi Kesyahbandaran Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan Rakim masih menunggu kelanjutan hasil pencarian 30 awak kapal lainnya. Pihak syahbandar Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan terus berkoordinasi dengan Badan SAR Nasional (Basarnas) Kalimantan Selatan terkait perkembangan pencarian korban. Namun, hingga Selasa malam, Rakim belum mendapat laporan perkembangan hasil pencarian.
Baca juga: Keluarga Korban Kecelakaan Kapal Pieces Cemas Menanti Hasil Pencarian