Mbah Moen Menangis Setiap Dengar Kasidah Siti Khadijah
Jenazah pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, KH Maimoen Zubair, dimakamkan di Ma’la, Mekkah, Arab Saudi, Selasa (6/8/2019). Beliau dimakamkan di dekat makam istri Rasulullah SAW, Siti Khadijah.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Jenazah pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, KH Maimoen Zubair, dimakamkan di Ma’la, Mekkah, Arab Saudi, Selasa (6/8/2019), dekat makam istri Rasulullah SAW, Siti Khadijah. Jelang akhir hayatnya, Mbah Moen menangis setiap mendengar kasidah Siti Khadijah.
Salah satu putra Mbah Moen, Taj Yasin, di Rembang, Selasa malam, mengatakan, ayahnya tidak secara eksplisit meminta dimakamkan di Mekkah. Namun, Mbah Moen sering bercerita tentang guru-gurunya yang dimakamkan di Ma’la. Selain itu, kiai karismatik tersebut juga memberikan perhatian terhadap Siti Khadijah.
”Saat ada tamu-tamu besar dari Arab Saudi, selalu ada kasidah atau selawat Khodijah, istri kanjeng Nabi Muhammad SAW. Setiap mendengar itu, beliau (Mbah Moen) selalu menangis. Jadi, sepertinya memang ingin didekatkan dengan Siti Khadijah,” ujar Yasin yang juga Wakil Gubernur Jateng.
Yasin menambahkan, putra-putri Mbah Moen sempat berembuk terkait lokasi pemakaman Mbah Moen. Ada yang menginginkan dibawa ke Sarang, tetapi pertimbangan lainnya, jika demikian, akan memakan waktu. Setelah meminta pendapat ulama Arab Saudi, akhirnya dimakamkan di Mekkah.
Menurut Yasin, ada yang berbeda pada Mbah Moen menjelang keberangkatan ibadah haji tahun ini. ”Biasanya, saat akan berangkat haji, beliau dibacakan manaqib (cerita kebaikan). Namun, sebelum berangkat kemarin membaca sendiri. Doanya pun agar husnul khotimah dan bisa bertemu Nabi,” katanya.
Biasanya, saat akan berangkat haji, beliau dibacakan manaqib (cerita kebaikan). Namun, sebelum berangkat kemarin membaca sendiri. Doanya pun agar husnul khotimah dan bisa bertemu Nabi.
Adapun Yasin sempat pulang ke Sarang pada Selasa guna menerima para tamu yang datang untuk mendoakan Mbah Moen. Menjelang dini hari, Yasin berangkat menuju Jakarta, sebelum kemudian berangkat ke Mekkah. Mbah Moen meninggalkan seorang istri, 10 anak, 20 cucu, dan 7 cicit.
Hingga Rabu (7/8) pagi, sejumlah tamu, baik alumnus Ponpes Al-Anwar, kerabat, maupun pengagum Mbah Moen, masih berdatangan. Karangan bunga pun masih berjajar di kedua sisi jalan raya dan jalan menuju pondok. Padatnya warga yang datang untuk mendoakan Mbah Moen membuat arus tersendat.
Daru Panuntun (16), warga Mojokerto, Jawa Timur, sengaja datang ke Sarang bersama tiga rekannya untuk mendoakan Mbah Moen. ”Sangat terpukul ketika pertama kali dengar kabar wafatnya Mbah Moen. Bagaimanapun, Mbah Moen ulama panutan yang sederhana dan selalu menyebarkan perdamaian,” katanya.
Sebelumnya, ucapan duka mengalir atas kepergian Mbah Moen. Di antaranya dari Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir. ”Beliau merupakan tokoh yang berkiprah dalam perjuangan politik keumatan untuk kebangsaan. Sosok yang gigih sampai usia lanjut, tidak kenal lelah berkontribusi dalam pergumulan politik nasional,” kata Haedar (Kompas, 7/8).
Adapun Mbah Moen masih menjabat Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Wakil Ketua Umum DPP PPP M Arwani Thomafi menyatakan, Mbah Moen wafat karena sakit saat menunaikan ibadah haji di Tanah Suci.
”Mbah Moen sempat ke rumah Bu Mega (Ketua Umum DPP PDI-P) untuk silaturahmi sekaligus pamitan akan berangkat haji,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achmad Baidowi.