Di tengah keterbatasan fisik karena dimakan usia, KH Maimoen Zubair (90) terus mengabdikan diri bagi bangsa dan warganya. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, itu terus berdakwah hingga sebelum menghadap Sang Maha Pencipta di Mekkah, Arab Saudi, Selasa (6/8/2019).
Presiden Joko Widodo menyampaikan dukacita mendalam atas wafatnya ulama karismatik yang lebih dikenal dengan nama Mbah Moen itu. Presiden menyebut Mbah Moen ulama karismatik yang selalu menjadi rujukan umat Islam, terutama dalam hal fikih.
”Beliau sangat gigih dalam menyampaikan NKRI harga mati. Oleh karena itu, kami sangat kehilangan, dan atas nama pemerintah serta seluruh rakyat Indonesia, kami ikut berbelasungkawa atas wafatnya beliau,” kata Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta.
Presiden setidaknya sudah dua kali berkunjung ke Ponpes Al-Anwar. Bahkan, Jokowi juga pernah diberi sorban oleh Mbah Moen pada hari terakhir kampanye Pemilu Presiden 2019, April.
Ucapan duka juga datang dari Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir. ”Beliau merupakan tokoh yang berkiprah dalam perjuangan politik keumatan untuk kebangsaan. Sosok yang gigih sampai usia lanjut, tidak kenal lelah berkontribusi dalam pergumulan politik nasional,” kata Haedar.
Mbah Moen masih menjabat Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Wakil Ketua Umum DPP PPP M Arwani Thomafi menyatakan, Mbah Moen wafat karena sakit saat menunaikan ibadah haji di Tanah Suci.
”Mbah Moen sempat ke rumah Bu Mega (Ketua Umum DPP PDI-P) untuk silaturahmi sekaligus pamitan akan berangkat haji,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achmad Baidowi.
Ilmuwan
Di kalangan warga NU, Mbah Moen tak hanya dikenal sebagai ulama rendah hati dan santun, beliau juga ahli fikih (faqih) dan tasawuf. Bagi orang awam, dakwah Mbah Moen kurang populer karena bahasanya cukup teknis dan kadang filosofis. Bagi mereka yang cukup punya dasar keilmuan, ceramah Mbah Moen selalu menarik untuk disimak.
Penguasaan kitab kuning yang sangat bagus membuat materi dakwah Mbah Moen beragam. Bahkan, analogi terhadap masalah yang disampaikan hampir selalu tepat. Begitu dikabarkan wafat di Arab Saudi, banyak beredar di media sosial petuah Mbah Moen terkait dengan ajaran Islam dan keindonesiaan.
Terkait dengan orang pintar, misalnya, Mbah Moen menasihati: ”Tidak semua orang pintar itu benar dan tidak semua orang benar itu pintar. Memintarkan orang benar lebih gampang daripada membenarkan orang pintar”.
Dalam hidup keseharian, Mbah Moen sering berperan sebagai juru damai yang menghargai manusia dan kemanusiaan. Tak heran jika pengasuh Pesantren Kempek, Cirebon, KH Musthofa Aqiel, mengatakan, hampir semua ulama di pesantren Cirebon adalah santri Mbah Moen. ”Beliau itu ahli semuanya, fikih, tasawuf, tafsir, dan bahkan politik,” ujar menantu Kiai Maimoen ini.
Kehilangan
Hampir semua warga merasa kehilangan atas meninggalnya Mbah Moen. Politisi, pejabat, ulama, santri, dan warga negara biasa merasakan kehilangan itu. Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria punya kenangan menarik saat Mbah Moen menerima Prabowo Subianto di kediamannya. ”Mbah Moen sempat mendoakan agar Prabowo bisa sukses dalam pemilu lalu,” ujarnya.
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Monsinyur Ignatius Suharyo menyampaikan rasa belasungkawa atas kepergian Mbah Moen. ”Salah satu warisan yang sangat berharga buat bangsa dan negara adalah nasihat agar kita selalu berusaha berbuat baik,” katanya.
Hampir dalam tiap kesempatan Mbah Moen selalu menjunjung manusia dan kemanusiaan dalam hidup dan kehidupan. ”Jika kita mencintai manusia dan kemanusiaan, Allah akan mengangkat derajat kita. Dan, manusia baru bisa dinilai setelah wafat, apakah dia orang yang berharga atau tidak,” nasihat KH Maimoen dalam setiap kesempatan.(IKI/DIT/BRO/NSA/NDY/NIA/FAI/DVD/INA/SHR/NTA)