Tumpahan minyak di pesisir utara Karawang mengganggu kehidupan warga dan nelayan serta petambak udang dan garam. Tercatat 7.782 warga terdampak yang ada di 13 desa.
KARAWANG, KOMPAS Tumpahan minyak akibat kebocoran anjungan lepas pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java tak hanya merugikan warga dan nelayan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Petambak udang dan garam juga merugi hingga ratusan juta rupiah.
Pantauan Selasa (6/8/2019), ceceran minyak (oil spill) berwarna hitam tersebar di pesisir pantai utara Kabupaten Karawang. Sebagian berbentuk cair dan sebagian memadat.
Antesih (37), warga Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya, Karawang, mengeluhkan bau menyengat dari tumpahan minyak. Jarak rumahnya dari bibir pantai sekitar 7 meter. Anaknya, Aji Irawan (3), diungsikan ke rumah saudara karena sering pusing dan muntah kalau mencium bau limbah.
Akibat tumpahan minyak, Carmin (37), nelayan Desa Sungai Buntu, Kecamatan Pedes, Karawang, sudah tiga minggu tak melaut. Sementara itu, Tarji (60), nelayan Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya, Karawang, nekat melaut dua minggu lalu. Namun, jaringnya malah rusak dan kotor terkena tumpahan minyak. Ia hanya dapat 1 kilogram ikan. Biasanya ia bisa menjaring 9 kg ikan.
Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Karawang, jumlah nelayan terdampak tumpahan minyak 7.782 orang. Mereka tersebar di 13 desa, yakni Pakisjaya, Tambaksari, Tambak Sumur, Sedari, Cemarajaya, Sungai Buntu, Pusakajaya Utara, Segarjaya, Ciparage, Sukajaya, Sukakerta, Muara, dan Muara Baru.
Petambak merugi
Seminggu setelah tumpahan minyak terjadi pada 12 Juli 2019, para petambak memanen dini udang vaname karena kematian udang kian meluas.
Endi Muhtarudin (61), petambak di Desa Sungai Buntu, Kecamatan Pedes, Karawang, mengaku rugi miliaran rupiah akibat panen dini. Sejak pertengahan Juli, kolam tambak udangnya panen dini bertahap. Seharusnya udang dipanen akhir Agustus. Saat ini tersisa tiga dari 20 kolam yang bertahan.
Idealnya, satu kolam yang mempunyai luas 2.500 meter persegi itu menghasilkan 7-8 ton udang. Biaya produksi yang dikeluarkan untuk panenan ideal Rp 45.000 per kg. Harga jual udang vaname Rp 105.000 per kg untuk ukuran 30 ekor. Namun, panen dini hanya menghasilkan 1-3 ton udang dengan harga Rp 38.000-Rp 50.000 per kg. Kerugian akibat panen dini untuk satu kolam udang mencapai ratusan juta rupiah. Jika dikalikan dengan jumlah kolamnya, kerugian bisa mencapai miliaran rupiah.
Nasib serupa dialami Widianto (38), petambak udang di Desa Pusakajaya Utara, Kecamatan Cilebar, Karawang. Ia merugi Rp 600 juta untuk delapan kolam dengan luas masing-masing setengah hektar.
Sementara itu, petambak garam di Kecamatan Cilamaya Kulon, Tirtajaya, dan Tempuran, Karawang, menghadapi masalah sama. Di kolam tambak garam ditemukan endapan minyak berwarna kecoklatan. Akibatnya, pada 20-27 Juli mereka tidak berani memasukkan air laut yang terpapar tumpahan minyak ke meja kristalisasi.
”Bahan baku pembuatan garam adalah air laut yang diolah melalui beberapa tahapan. Jika air laut terpapar minyak, kami takut hasil produksi tak laku di pasaran,” kata Ahmad Bakri (39), petambak garam di Desa Pasirjaya, Cilamaya Kulon. Menurut Ketua Koperasi Garam Segarajaya, Kabupaten Karawang, Aep Suhardi, semua anggotanya mampu memanen 70-100 ton dari total 90 hektar tambak per hari. Harga garam saat ini Rp 500-Rp 700 per kg, maka kerugian Rp 35 juta-Rp 70 juta per hari. (MEL)