Air Bersih, Masalah Klasik Tak Kunjung Usai
Air bersih masih menjadi persoalan di Banda Aceh. Tsunami masih menyisakan tanah berair asin.
Aksi warga Desa Cot Lamkuweuh, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, adalah bentuk akumulasi kekecewaan yang ditahan bertahun-tahun. Warga ramai-ramai membongkar meteran air yang dipasang oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Daroy. Kini warga menanti janji politik Wali Kota.
Amarah warga Desa Cot Lamkuweuh pecah pada Minggu (4/8/2019) pagi. Sekitar 50 warga membongkar meteran air di rumah masing-masing. Meteran itu dibawa ke tepi jalan dan sebagian digantung di tiang. Spanduk dan poster berisi kekecewaan diikat di tiang listrik. Di sana dituliskan, ”Rakyat bukan kelelawar menjaga air tiap malam, kami tidak minum dan mandi dengan janji, dan save PDAM”.
Sejak dua tahun lalu aliran air bersih ke kawasan Meuraxa itu sering bermasalah. Air sering macet, bahkan terkadang berhari-hari tidak mengalir. Tak jarang mereka harus menunggui sampai tengah malam saat banyak pelanggan lain tidak membuka keran.
Jarak Desa Cot Lamkuweuh dengan kantor Wali Kota Banda Aceh, tempat segala kebijakan dilahirkan, sekitar 1 kilometer. Namun, bertahun-tahun mereka tidak mendapatkan hak dasar, yakni kebutuhan air bersih yang cukup.
Hendra, warga Cot Lamkuweuh, menuturkan, aksi itu dilakukan sebagai bentuk protes kepada pemerintah. Dia berharap, dengan cara seperti itu, pemerintah merespons dengan serius. Sebab, selama ini keluhan disampaikan kepada petugas PDAM, tetapi perbaikan tidak kunjung rampung.
”Kalau perlu air, harus begadang hingga tengah malam, jam tiga atau jam empat,” kata Hendra.
Hendra menuturkan, dirinya terpaksa menggali sumur sebagai ganti air PDAM. Persoalan lain, air sumur di kawasan Meuraxa berasa air payau sebab daerah itu pernah dilanda tsunami pada 2004. Gelombang tsunami membuat air tanah di kawasan itu mengandung kadar asin.
”Untuk mencuci pakaian, terpaksa pakai air sumur. Tetapi, banyak juga warga yang air sumurnya kering,” ujar Hendra. Untuk kebutuhan minum, dia membeli air kemasan dan air isi ulang.
Warga Cot Lamkuweuh lainnya, Muhammad Haris, juga menyampaikan keluhan seperti Hendra. Saat melaporkan kepada petugas, kata Haris, alasan mereka selalu kekurangan air di instalasi induk, di Lambaro, Aceh Besar. ”Sampai kapan kayak gini?” Haris menggugat.
Kepala Desa Cot Lamkuweuh Afrizal mengatakan, aksi yang dilakukan warganya bagian dari menyampaikan aspirasi. Dia berharap aksi seperti ini membuat pemerintah lebih semangat mengurus soal air bersih. Sebab, warganya sudah lelah menunggu janji pemerintah. Di Cot Lamkuweuh terdapat 450 kepala keluarga. ”Warga bukan kelelawar, jaga air setiap malam,” kata Afrizal.
Warga bukan kelelawar, jaga air setiap malam.
Persoalan air bersih telah lama membelit Banda Aceh. Pascatsunami 2004 banyak pipa PDAM rusak dihantam gelombang. Daerah pesisir seperti Ulee Lheu, Cot Lamkuweuh, Lambung, dan Jaya Baru, paling berdampak terhadap suplai air bersih.
Meskipun sudah menjadi persoalan klasik, penanganannya masih belum menyeluruh. Pada masa Wali Kota Illiza Saaduddin Djamal, persoalan air bersih disebut-sebut program prioritas. Kemudian wali kota yang baru, periode 2017-2022, Aminullah Usman, juga berjanji akan membereskan masalah air bersih.
Pada Mei 2016, harian Kompas pernah menurunkan laporan tentang permasalahan air bersih dengan judul ”Banda Aceh Terbelit Soal Air dan Listrik”. Dalam laporan itu, Illiza mengatakan telah berusaha maksimal memperbaiki persoalan air bersih meski faktanya persoalan diwariskan kepada pemerintahan selanjutnya.
Janji Aminullah
Beberapa jam setelah dilantik sebagai Wali Kota Banda Aceh pada 7 Juli 2017, Aminullah Usman kepada wartawan menuturkan, pembenahan air bersih salah satu prioritas. Dia berjanji pada 2019 masalah ini tuntas.
Menanggapi aksi yang dilakukan warga Cot Lamkuweuh, Aminullah merasa kecewa. Seharusnya warga bersabar sebab pemerintah sedang bekerja membenahinya. ”Saya minta masyarakat sedikit bersabar. Sesuai janji, kami upayakan tuntas di akhir 2019 atau minimal awal 2020,” kata Aminullah.
Saat ini, pemerintah sedang membangun reservoir atau tempat penyimpanan air yang mampu menampung 3.000 kubik air setara 3 juta liter. Lokasinya sekitar 300 meter dari balai kota. Reservoir ini dilengkapi tiga booster berfungsi sebagai penekan air sehingga daya aliran lebih kencang.
”Reservoir ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan air wilayah kecamatan Meuraxa, Kutaraja, Jaya Baru, dan sebagian Kecamatan Baiturrahman,” kata Aminullah.
Proyek ini dibangun menggunakan dana otonomi khusus, Rp 12,6 miliar. Aminullah mengatakan, pengerjaan dikebut agar akhir tahun ini bisa difungsikan. ”Lebih cepat lebih baik agar bisa segera dirasakan manfaatnya oleh warga kota. Akhir November saya kira bisa kami selesaikan proyek ini,” ucap Aminullah.
Lebih cepat lebih baik agar bisa segera dirasakan manfaatnya oleh warga kota. Akhir November saya kira bisa kami selesaikan proyek ini. (Aminullah Usman)
Saat ini, 47.788 rumah tangga atau 94,27 persen telah tersambung jaringan air bersih. Ditargetkan pada tahun ini semua rumah tersambung jaringan.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Banda Aceh Zainal Arifin mengatakan, aliran air di kawasan yang berada di pesisir pantai belum lancar. Sebab, letaknya paling jauh dari pusat instalasi air PDAM Tirta Daroy. Selama ini, warga yang belum tersambung jaringan air bersih mengandalkan air sumur atau membeli air bersih eceran.
”Tahun ini, pemkot menganggarkan Rp 13 miliar dan tahun 2020 sebesar Rp 20 miliar untuk pembenahan jaringan air bersih,” kata Zainal.
Selain persoalan jaringan, kata Zainal, peningkatan kualitas air dan sumber air baku baru juga telah dipersiapkan. Pada 2020, dengan menggunakan dana otonomi khusus, juga akan dipasang pipa induk diameter 355 milimeter sepanjang 3,6 kilometer. Dengan dipasang pipa induk, daya alir air kian maksimal.
Direktur PDAM Tirta Daroy Teuku Novrial Aiyub menuturkan, daya kerja mesin instalasi air harus ditingkatkan dan sumber air baku baru juga harus dicari. Menurut Novrial, kebiasaan warga menambah mesin pompa air untuk mengisap air PDAM membuat distribusi air tidak merata. Suplai air PDAM 700 kubik per detik. ”Daya isap mesin dengan suplai air tidak berimbang. Makanya, warga yang telat membuka keran tidak kebagian air,” ujar Novrial.
Sumber air baku PDAM Tirto Daroy menggunakan air dari Sungai Aceh. Novrial mengatakan, debit air terus berkurang dan kualitas menurun. Dia memperkirakan lima tahun ke depan air baku Sungai Aceh tidak layak digunakan lagi. Namun, sebagai gantinya akan digunakan air baku dari Sungai Leupung, Aceh Besar.
”Instalasinya (di Leupung) akan dibangun tahun depan dibantu oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,” ujar Novrial.
PDAM Tirta Daroy meraup laba pada 2017 Rp 2,5 miliar dan Rp 8 miliar pada 2018. Novrial menambahkan, memberikan pelayanan yang baik bagi warga akan membawa keuntungan bagi perusahaan milik pemerintah itu.
Baca juga: Belanda Bantu Jaringan PDAM Aceh