Harga garam di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, merosot tajam memasuki musim panen tahun ini. Dibandingkan periode sama tahun lalu, harga jualnya nyaris tiga kali lipat lebih rendah.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
REMBANG, KOMPAS - Harga garam di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, merosot tajam memasuki musim panen tahun ini. Dibandingkan periode sama tahun lalu, harga jualnya nyaris tiga kali lipat lebih rendah.
Darmo (60), petani garam di Desa Dresi Kulon, Kecamatan Kaliori, Kamis (8/8/2019), mengatakan, harga jual terus merosot dalam seminggu terakhir atau memasuki masa panen. Sempat dihargai Rp 500 kilogram, kini harganya hanya Rp 300 per kg.
"Tahun lalu, di saat-saat seperti sekarang, harga hingga Rp 1.250 per kg. Petani bisa dibilang makmur. Sekarang, hanya Rp 300-Rp 350 per kg. Mau bagaimana lagi, daripada tak dipercaya lagi oleh pemilik lahan, ya sudah kerja saja," ujar Darmo.
Menurut Darmo, pada masa puncak panen garam 2018, ia bisa membawa pulang Rp 3,5 juta selama tujuh hari panen dari lahan sekitar 400 meter persegi. Namun, kini, sekadar mendapat Rp 1 juta pun sulit.
Petani garam lainnya, Rebin (50), menuturkan, pada masa panen 2018, dalam 10 hari, ia mendapat Rp 2 juta dari 4 ton garam yang dihasilkannya. Namun, kali ini, ia hanya mendapat Rp 600.000. Akibatnya, Rebin kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Setiap hari keluar uang untuk membeli bahan makanan hingga keperluan anak sekolah. Belum lagi bensin untuk transportasi dari rumah ke tambak. Tahun ini, dapatnya sedikit, jadi mau tidak mau pakai uang tabungan yang ada atau pinjam," ujar Rebin.
Darmo dan Rebin tidak tahu pasti penyebab keadaan ini. Namun, dari informasi yang diterimanya, ketersediaan garam menumpuk karena ada kiriman dari luar kota.
Rata-rata harga jual garam basah di tingkat petani Rp 350 per kg. Harga itu terendah saat masa panen, setidaknya dalam tiga tahun terakhir.
Kepala Bidang Budidaya Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Rembang, Mardanu mengatakan, rata-rata harga jual garam basah di tingkat petani Rp 350 per kg. Harga itu terendah saat masa panen, setidaknya dalam tiga tahun terakhir.
Mardanu menambahkan, meski ada informasi masuknya garam impor, ia tak mengetahui mengapa harga garam rakyat merosot tajam. "Soal harga kami tak bisa berbuat banyak. Namun, kami terus mendorong petani untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi," katanya.
Upaya tersebut antara lain dengan memberikan bantuan berupa geomembran yang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas garam. Pada 2019, di Rembang, bantuan geomembran yang berasal dari pemerintah pusat itu seluas 207.270 meter persegi.