Ketersediaan Lahan untuk Rumah Murah di Kota Bekasi Sulit Diwujudkan
Luas lahan di Kota Bekasi sudah tidak memungkinkan untuk membangun kawasan baru yang diperuntukkan area perumahan dengan biaya murah.
Oleh
Stefanus Ato
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Luas lahan di Kota Bekasi sudah tidak memungkinkan untuk membangun kawasan baru yang diperuntukkan area perumahan dengan biaya murah. Dari luas wilayah 21.000 hektar, 82 persen lahan itu sudah dimanfaatkan untuk berbagai zona, baik zona bisnis, zona perumahan, maupun zona industri.
Kepala Bidang Perencanaan Ruang Dinas Tata Ruang Kota Bekasi Dewi Astiyanti mengatakan, membangun kawasan perumahan baru di Kota Bekasi sudah tidak memungkinkan. Hal itu karena 82 persen dari total keseluruhan lahan 21.000 hektar telah dimanfaatkan untuk berbagai peruntukan.
Meski begitu, Dewi mengakui sebagian besar lahan yang dimanfaatkan itu untuk kawasan perumahan.
”Sejauh ini, pola penggunaan lahan perumahan di Kota Bekasi lebih besar daripada zona distribusi lainnya. Data dari kami, zona yang dimanfaatkan untuk kawasan perumahan mencapai 12.142,57 hektar,” ucapnya, Rabu (31/7/2019), di Kota Bekasi, Jawa Barat.
Dewi menambahkan, penyediaan lahan untuk pembangunan rumah murah merupakan tugas pemerintah. Namun, permasalahan yang dihadapi Kota Bekasi adalah menyediakan zona untuk kawasan perumahan dengan biaya murah.
”Kendalanya ada pada penyiapan lahan yang bisa dipakai untuk rumah murah. Sebab, dari harga lahan, di Kota Bekasi sudah tidak ada yang murah lagi,” ucapnya.
Ketersediaan lahan yang terus menyempit itu memaksa Pemerintah Kota Bekasi kembali merevisi Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Penataan Ruang Wilayah Kota Bekasi Tahun 2011-2031. Revisi itu dilakukan untuk menyesuaikan pembangunan delapan proyek strategis nasional yang melewati Kota Bekasi.
Proyek itu antara lain double-double track, lintas rel terpadu (LRT), kereta cepat Indonesia China, Jakarta Cikampek Elevated, Jakarta Cikampek Elevated II Selatan, Tol Cimanggis-Cibitung, dan Tol Becakayu.
”Hal-hal itu yang akan mengubah wajah kota, infrastruktur kota, dan mengubah kaitan dengan jaringan prasarana jalan. Akhirnya mengubah kaitan dengan utilitas yang ada juga,” kata Dewi.
Dewi menambahkan, pihaknya saat ini fokus menyediakan ruang terbuka hijau. Untuk penyediaan kawasan perumahan, fokusnya berupa penyediaan hunian vertikal, seperti apartemen dan rumah susun sewa.
Mengabaikan kelas bawah
Pengamat kebijakan publik Adi Susila dari Universitas Islam 45 Bekasi (Unisma) mengatakan, pembangunan kawasan perumahan mengabaikan masyarakat kelas menengah ke bawah. Hal itu karena masyarakat kelas bawah lebih banyak bermukim di wilayah pinggiran.
”Tetapi, di pinggiran praktis sudah dikuasai pengembang besar. Jadi, untuk kelas menengah ke bawah sepertinya sudah tidak tersisa lagi,” ucap Adi saat dihubungi pada Sabtu (3/8/2019) di Bekasi.
Adi menambahkan, salah satu opsi yang bisa menjadi pilihan untuk menyediakan perumahan murah bagi warga berpenghasilan rendah adalah membangun konsep hunian vertikal, seperti rumah susun sewa dan apartemen. Namun, pembangunan itu sulit didukung dengan utilitas jaringan transportasi karena sejak awal tidak ada perencanaan yang baik.
”Penataan tata ruang wilayah tidak konsisten sehingga tidak sesuai dengan peruntukan awal. Misalnya, di samping Unisma itu daerah resapan. Tetapi, karena kepentingan bisnis, itu sekarang dipakai untuk pusat bisnis,” ucapnya.