KPK Tangkap Nyoman Dharmantra, Anggota Fraksi PDI-P
Oleh
Sharon Patricia/DHANANG DAVID ARITONANG
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS –- Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Nyoman Dharmantra, anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, untuk pemeriksaan terkait dugaan transaksi rencana impor bawang putih. Transaksi ini terjadi melalui jalur perbankan yang diduga menggunakan money changer dengan nilai lebih dari Rp 2 miliar.
Nyoman tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (8/8/2019) siang pukul 14.19. Dia tampak mengenakan kaos lengan panjang berwarna hitam. Nyoman terlihat didampingi seorang pegawai KPK.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengonfirmasi bahwa Nyoman berangkat dari Bali ke Bandara Soekarno Hatta. Kemudian oleh tim KPK dijemput di Bandara Soekarno Hatta dan dibawa ke kantor KPK untuk proses pemeriksaan.
“Orang yang kami jemput merupakan seorang anggota DPR RI di Komisi VI. Kami memang tahu bahwa Komisi VI ini terkait dengan subyek atau pokok-pokok perkara antara lain dari transaksi kasus ini,” kata Febri.
KPK telah menangkap 12 orang sejak Rabu (7/8/2019) malam hingga Kamis siang. Mereka yang ditangkap yaitu Nyoman, seorang kepercayaan Nyoman, dan sejumlah importir atau pihak swasta. Seorang supir juga dibawa karena berada di lokasi dan perlu dimintai keterangan.
Dalam kasus ini, KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain bukti transaksi perbankan yang diduga menggunakan money changer dengan nilai lebih dari Rp 2 miliar. Transaksi ini salah satunya terkait dengan impor bawang putih dan masih ada kemungkinan impor produk hortikultura lain.
“Jadi ada transfer yang menggunakan fasilitas money changer juga yang kami indikasikan itu ditujukan untuk salah satu anggota DPR RI di Komisi VI (Nyoman),” kata Febri.
Selain itu, KPK menyita sejumlah uang dalam mata uang asing atau dollar AS yang diamankan dari salah seorang yang ditangkap kemarin malam. Namun, untuk jumlah masih dalam proses verifikasi.
Dalam menangani kasus ini, Febri menyampaikan bahwa fokus pertama tentu pada pokok perkara, apakah ada pemberian hadiah atau janji. Termasuk juga bagaimana posisi Nyoman dalam kaitannya dengan kasus ini.
Menanggapi kasus ini, anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra, Abdul Wachid, mengatakan, KPK juga harus bisa menelusuri kasus dugaan korupsi impor bawang putih di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian.
Menurutnya, kasus impor bawang putih ini tentu melibatkan banyak pihak dan bisa jadi salah satu anggota DPR yang terlibat hanyalah oknum tertentu.
"Bisa jadi, anggota DPR tersebut memang bermain di belakang dengan Kemandag dan Kementan untuk proses impor bawang putih. KPK juga harus menelusuri masalah impor bawang putih mulai dari hulu hingga hilir," ucapnya.
Abdul menyampaikan, sejak 2016 hingga 2018, para importir diwajibkan untuk menanam bawang putih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. “Namun mengapa hingga saat ini, Indonesia harus mengimpor bawang putih? Belum ada swasembada dari sisi pemenuhan kebutuhan bawang," katanya.
Menurut Abdul, kebutuhan masyarakat Indonesia akan bawang putih mencapai 400.000 ton per tahun. Ia mengatakan, sebagian besar bawang putih ini diimpor dari China.
"Setahu saya, di China harga bawang putih sekitar Rp 12.000-Rp 13.000 per kilo. Mengapa harganya ketika masuk ke Indonesia bisa melonjak hingga Rp 40.000 per kilo. Ini lah yang harus ditelusuri oleh KPK," ucapnya.
Penangkapan politisi PDI-P pada saat Kongres PDI-P sedang berlangsung di Bali, bukan kasus pertama. Pada saat Kongres IV PDI-P Tahun 2015 di Bali, KPK juga menangkap mantan Bupati Tanah Laut, Kalimantan Selatan, yang menjabat anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PDI-P, Adriansyah.
Menurut Kompas, 12 April 2015, Adriansyah yang berada di Bali untuk mengikuti kongres, ditangkap di hotel tempatnya menginap, saat menerima uang suap untuk pengurusan izin usaha pertambangan batubara PT MMS. Barang bukti berupa 40.000 dollar Singapura dalam pecahan 1.000 dollar Singapura dan Rp 55,35 juta, disita dalam penangkapan itu.
Akhir November 2015, Adriansyah divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dan dihukum 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 1 bulan kurungan.
Majelis hakim yang diketuai Tito Suhud saat itu menilai, Adriansyah terbukti menerima suap dengan total nilai Rp 1 miliar dan 50.000 dollar AS serta 50.000 dollar Singapura dalam kurun 2014-2015 dari pengusaha batu bara Andrew Hidayat (Kompas, 24/11/2015). Suap diberikan terkait dengan pengurusan izin agar perusahaan yang dikelola Andrew bisa mengekspor batubara.
Data Anti-Corruption Clearing House menunjukkan, pada periode 2004-2018, anggota DPR dan DPRD merupakan peringkat tertinggi pelaku korupsi berdasarkan data penanganan perkara KPK. Tercatat sejumlah 247 anggota DPR dan DPRD yang melakukan korupsi.
Jika dilihat dari jenis perkara tindak pidana korupsi, pada periode yang sama, terdapat 564 perkara penyuapan atau 64 persen dari total perkara.
Sebanyak 188 perkara (21 persen) pengadaan barang dan jasa, 46 perkara (5 persen) penyalahgunaan anggaran, 31 perkara (3 persen) tindak pidana pencucian uang, 25 perkara (3 persen) pungutan, 23 perkara (3 persen) perizinan, dan 10 perkara (1 persen) merintangai proses KPK.