Permohonan Pra-Peradilan Ditolak, Kasus Kekerasan di SMA Taruna Berlanjut
Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Palembang menolak permohonan pra-peradilan dari tersangka kasus kekerasan di SMA Taruna Indonesia, OF (24). OF diduga menyebabkan Delwyn Berli Julinadro (14) meregang nyawa.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Palembang menolak permohonan pra-peradilan dari tersangka kasus kekerasan di SMA Taruna Indonesia di Palembang, OF (24). OF diduga menyebabkan Delwyn Berli Julinadro (14) meregang nyawa. Dengan penolakan ini, kasus ini tetap berlanjut. Keluarga OF menilai keputusan ini tidak adil karena hakim tidak mempertimbangkan fakta pengadilan secara keseluruhan.
Sebelumnya, keluarga OF mengajukan permohonan praperadilan dengan termohon penyidik Polresta Palembang. Permohonan ini diajukan karena proses penangkapan dan penetapan tersangka dinilai tidak sesuai prosedur. Keluarga OF pun menutut agar status tersangka OF dicabut dan meminta ganti rugi hingga Rp 50 juta untuk kerugian materil dan Rp 1 miliar untuk kerugian imateril.
Hakim tunggal Yosdi membacakan langsung hasil keputusan praperadilan. Hakim menilai penyidik Polresta Palembang sebagai termohon sudah memenuhi semua prosedur dalam menangkap, menetapkan saksi, dan menetapkan OF sebagai tersangka. ”Dalam penetapan tersangka sudah sesuai dengan undang-undang di mana terdapat dua alat bukti yang cukup,” kata Yosdi.
Dalam penetapan tersangka sudah sesuai dengan undang-undang di mana terdapat dua alat bukti yang cukup.
Bukti yang dimaksud adalah keterangan dari saksi yang berada di tempat terjadinya perkara saat peristiwa itu terjadi. Selain itu, ada juga keterangan dari saksi ahli forensik, yakni hasil otopsi yang menyatakan adanya tindak kekerasan terhadap Delwyn.
Adapun untuk pemberian surat penangkapan dan penetapan tersangka, ujar Yosdi, pihak termohon sudah memberikan surat keterangan kepada keluarga OF dalam jangka waktu kurang dari 24 jam. ”Itu masih dalam batas waktu yang telah diatur oleh undang-undang,” katanya.
Dengan keputusan ini, status tersangka OF tidak dicabut dan kasus tetap dilanjutkan. Kuasa hukum termohon dari Bidang Hukum Polda Sumsel Ajun Komisaris Besar Parlindungan Lubis menyambut baik keputusan tersebut. ”Dengan keputusan ini, penangkapan dan penetapan tersangka sudah sah di mata hukum,” ujarnya.
Menurut dia, dalam menetapkan tersangka, penyidik sudah memenuhi dua alat bukti, yakni keterangan saksi dan saksi ahli. Adapun penyerahan surat penangkapan dan penetapan tersangka sudah diberikan dalam jangka waktu 24 jam.
Atas keputusan ini, kasus OF terus berlangsung, saat ini berkas sudah berada di Kejaksaan Negeri Palembang untuk diteliti. ”Sekarang sudah di tahap satu untuk kemudian diteliti dan diperiksa. Dalam waktu 14 hari baru ada jawaban apa perlu dilengkapi atau tidak,” katanya.
Sekarang sudah di tahap satu untuk kemudian diteliti dan diperiksa. Dalam waktu 14 hari baru ada jawaban apa perlu dilengkapi atau tidak
Mendengar keputusan hakim, ibu OF, Romdania (44), hanya bisa menangis anak tunggalnya tidak bisa bebas dari penjara. ”Tega nian, anak aku dak salah (tega sekali anak saya tidak bersalah),” kata Romdania dalam tangisannya. Beberapa kali dia juga menjerit. Anggota keluarga mencoba untuk menenangkan, tetapi air mata Romdania terus bercucuran.
Kuasa hukum OF, Suwito Winoto, menilai hakim tidak mempertimbangkan fakta di pengadilan, termasuk keterangan ketiga saksi kunci yang menyatakan OF tak bersalah, dan juga surat penangkapan dari pemohon yang sudah melebihi batas waktu. ”Surat penangkapan baru diberikan tiga hari setelah penangkapan, sedangkan untuk surat penetapan tersangka, sampai hari ini kami belum menerima,” kata Suwito.
Atas keputusan ini, lanjut Suwito, pihaknya akan melaporkan kepada Komisi Yudisial dan Mabes Polri terkait kinerja hakim dan penyidik untuk kasus ini. ”Kalaupun kasus dilanjutkan, akan terus kami kawal. Bahan praperadilan ini juga akan kami masukkan dalam materi di persidangan nanti,” kata Suwito.
Kecewa
Ayah OF, Dardanela (52), kecewa dengan keputusan pengadilan. Menurut dia, OF tidak mungkin melakukan pemukulan. ”Jangankan memukul orang, dengan cacing saja dia takut,” katanya. Selama kecil hingga sekarang, ujar Dardanela, OF juga belum pernah berkelahi.
Apalagi, OF baru bekerja di sekolah itu selama tiga hari dengan gaji Rp 1,3 juta per bulan. ”Dengan pengalamannya yang baru tiga hari tidak mungkin anak saya bertindak sekeji itu,” katanya. Dardanela yang juga seorang guru menerangkan, saat itu OF tidak sendiri, masih ada pengawas dari pihak sekolah yang ada di sana.
Bambu yang dia pegang pun bukan untuk memukul, tetapi untuk penunjuk jalan. Bahkan, ketika korban sekarat, OF turut mendoakan dan menolong korban. ”Anak saya sampai bersujud di kaki saya dan bersumpah kalau dia tidak bersalah,” ujarnya. Dengan keputusan ini, Dardanela akan terus menuntut keadilan.