Warga Tomohon Rayakan Festival Bunga Bersama Menteri Pariwisata
Parade Festival Bunga Internasional Tomohon di Sulawesi Utara disambut antusiasme warga yang memadati rute pawai. Perhelatan kesembilan festival bunga tahunan ini makin meriah dengan kedatangan Menteri Pariwisata Arief Yahya untuk pertama kali.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
TOMOHON, KOMPAS — Parade Festival Bunga Internasional Tomohon di Sulawesi Utara disambut antusiasme warga yang memadati rute pawai. Perhelatan kesembilan festival bunga tahunan ini semakin meriah dengan kedatangan Menteri Pariwisata Arief Yahya untuk pertama kali.
Sejak Kamis (8/8/2019) pagi, sebagian dari jalan protokol kota, yaitu Jalan Babe Palar dan Jalan Raya Tomohon, telah ditutup untuk dialihfungsikan sebagai jalur pawai 32 mobil hias (float), rombongan marching band, serta pawai busana yang menonjolkan bunga. Ribuan warga dan wisatawan telah mencari tempat di trotoar kanan dan kiri jalan untuk menyaksikan pawai tahunan itu.
”Untuk pertama kali, pejabat tinggi negara hadir di TIFF (Tomohon International Flower Festival), yaitu Menteri Pariwisata Arief Yahya. Inilah salah satu perbedaan besar dibandingkan tahun lalu,” kata Wali Kota Tomohon Jimmy Eman.
Arief datang dengan gaya yang unik, yaitu menaiki Jeep Rubicon bernomor polisi RI 47. Ia tampil santai dengan kaus, jaket, dan sneakers untuk tampil layaknya generasi milenial. Namun, kemudian ia mengganti bajunya dengan pakaian adat Minahasa.
Beberapa figur publik turut hadir, seperti Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahe, Sekretaris Daerah Sulut Edwin Silangen, dan Wakil Wali Kota Palu Sigit Purnomo atau Pasha ”Ungu”. Beberapa duta besar negara sahabat, antara lain Serbia, Ukraina, Papua Niugini, Nigeria, dan Afrika Selatan, juga hadir.
Untuk pertama kali, pejabat tinggi negara hadir di Tomohon International Flower Festival, yaitu Menteri Pariwisata Arief Yahya. Inilah salah satu perbedaan besar dibandingkan tahun lalu.
Festival dibuka sekitar pukul 14.30 dengan penampilan tari ma’azani di depan panggung utama di Jalan Babe Palar. Tari ini melibatkan 1.530 guru se-Tomohon. Penampilan mereka yang menonjol dengan caping petani bercat putih, biru, dan merah itu memecahkan rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri).
Selanjutnya, satu per satu float lewat di depan panggung utama untuk dipamerkan kepada undangan. Mobil hias itu terbuat dari rangka kayu berbalut gabus dan ditempeli ribuan bunga beraneka warna, seperti krisan kuning dan putih, lili, anterium, dan marigold yang dibeli dari 25 kelompok tani di Tomohon. Harga setangkai bunga krisan, misalnya, Rp 3.500.
Ke-32 float didanai oleh sejumlah negara, antara lain Korea Selatan, Amerika Serikat, Australia, Ukraina, dan Nepal. Setiap float menonjolkan ciri khas negaranya, seperti koboi Texas dan kehidupan bawah laut Great Barrier Reef di Australia.
Menyumbang
Sejumlah pemerintah kota juga menyumbangkan float, seperti Pemkot Tomohon, Pemkot Manado, dan Pemkot Bitung. Begitu pula badan usaha milik negara dan institusi pemerintahan, seperti Pertamina Lahendong, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Bank Sulutgo, dan BRI. Satu float bisa bernilai lebih dari puluhan juta, misalnya milik Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan seharga Rp 76 juta.
Warga dan wisatawan nusantara ataupun mancanegara mengabadikan momen tersebut dengan kamera ponsel. Kehebohan warga memuncak saat Arief Yahya, Jimmy Eman, Ketua TIFF 2019 Angelica Tengker, dan Putri Pariwisata Gabriella Patricia Mandolang membagi-bagikan kaus ”Wonderful Indonesia” dengan melemparkannya dari atas float berbentuk garuda.
Warga berteriak dan berebut kaus tersebut. Beberapa pemuda yang tidak mengenal Arief berteriak, ”Om! Om! Bagi kous (kaus), Om!”
Jimmy mengatakan, penyelenggaraan TIFF sejak 2008 merupakan bentuk penetapan pariwisata sebagai sektor utama perekonomian Tomohon. Minat wisatawan yang tinggi diiringi dengan meningkatnya sponsor. Anggaran yang dibutuhkan pun berkurang tahun ini, hanya Rp 2 miliar. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan anggaran Manado Fiesta Ketiga pada 27 Juni 2019, yaitu Rp 5,8 miliar.
”Semoga pariwisata bisa memberikan multiplier effect bagi bisnis lain, terutama ekonomi kreatif di Tomohon. Saya juga berharap, kegiatan ini bisa masuk Top 10 Events Kementerian Pariwisata,” kata Jimmy.
Destinasi superprioritas akan dapat Rp 2 triliun mulai tahun depan. Sulut akan start dengan Rp 400 miliar. Tapi, silakan Tomohon minta kepada saya apa yang mau ditambahkan. Saya akan siapkan (dananya).
Sementara itu, Arief Yahya memastikan, TIFF akan masuk kalender 100 Wonderful Events Kementerian Pariwisata pada 2020, ketiga kalinya dalam tiga tahun. TIFF telah ditetapkan sebagai festival dan karnaval bunga terbaik di Indonesia. ”Sulut memang cocok dijadikan destinasi superprioritas,” ujarnya.
Pada 2015-2018, jumlah wisatawan mancanegara di Sulut meningkat 518 persen, menjadi 120.000. Arief mengklaim, jumlah wisatawan di Tomohon juga meningkat 517 persen. Menurut Badan Pusat Statistik Tomohon, jumlah wisatawan mancanegara di Tomohon meningkat dari sekitar 40.000 pada 2015 menjadi 89.736 pada 2017. Adapun data tahun 2018 belum ada.
Arief menjanjikan akan memberikan dana tambahan untuk Tomohon. ”Destinasi superprioritas akan dapat Rp 2 triliun mulai tahun depan. Sulut akan start dengan Rp 400 miliar. Tapi, silakan Tomohon minta kepada saya apa yang mau ditambahkan. Saya akan siapkan (dananya),” katanya.
Kebaruan
Titah (25), wisatawan nusantara asal Yogyakarta, mengatakan, parade TIFF sangat seru dan menarik. Namun, Titah yang mempelajari budaya Minahasa merasa acara ini tidak representatif akan budaya Minahasa.
”Saya enggak tahu budaya bunga ini tumbuh dari mana, tetapi tidak mengakar di budaya Minahasa. Identitas Minahasa lebih kental di budaya waraney, pasukan perang dari pegunungan Minahasa,” ucap Titah.
Waraney kini direpresentasikan dalam tari Kabasaran yang juga muncul di Festival Watu Pinawetengan di Kabupaten Minahasa.
Adapun Jein (45), warga Tomohon, telah mengikuti perkembangan TIFF sejak pertama kali digelar pada 2008. Menurut dia, perhelatan festival ini semakin ramai dan semakin meriah dengan tema yang berbeda tiap tahun. ”Tapi, saya ingin lihat sesuatu yang baru tahun depan (selain parade mobil hias bunga),” katanya.
Saya enggak tahu budaya bunga ini tumbuh dari mana, tetapi tidak mengakar di budaya Minahasa. Identitas Minahasa lebih kental di budaya waraney, pasukan perang dari pegunungan Minahasa.
Tiga festival di Sulut yang digelar berdekatan, yaitu Festival Pesona Bunaken, Manado Fiesta, dan TIFF, selalu menampilkan parade. TIFF dan Manado Fiesta sama-sama menampilkan mobil hias. Menurut Arief Yahya, hal tersebut justru harus dipertahankan.
”Kalau bukan dalam bentuk pawai, tidak mungkin bisa mengumpulkan orang sebanyak ini. Lebih susah untuk mengumpulkan orang di satu tempat,” katanya.