Karyawan toko serba ada Walmart di Amerika Serikat menolak untuk menjual senjata. Penolakan tersebut disampaikan melalui petisi daring dalam situs Change.org dengan judul “Hentikan Penjualan Senjata di Toko-toko Walmart”.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Karyawan toko serba ada Walmart di Amerika Serikat menolak untuk menjual senjata. Penolakan tersebut disampaikan melalui petisi daring dalam situs Change.org dengan judul ”Hentikan Penjualan Senjata di Toko-toko Walmart”.
Sejak diluncurkan, petisi itu telah ditandatangani oleh lebih dari 52.000 orang dari target 75.000 orang. Petisi muncul setelah terjadi kasus penembakan beruntun pada pekan lalu, termasuk di sebuah toko Walmart. Warga sipil semakin aktif menolak penjualan senjata.
Thomas Marshall (23), seorang manajer kategori Walmart di San Bruno, California, meluncurkan petisi penolakan penjualan senjata di Walmart pada Selasa (6/8/2019). Walmart merupakan penjual ritel senjata api terbesar di Amerika Serikat.
”Mengingat tragedi-tragedi belakangan ini yang menjadi sebuah potret epidemi kekerasan bersenjata dan sebagai tanggapan atas kelambanan perusahaan, kami sebagai karyawan mengorganisir aksi untuk memprotes keuntungan Walmart dari penjualan senjata api dan amunisi,” demikian tulis petisi tersebut.
Setelah target petisi tercapai, Marshal akan mengirimnya kepada CEO Walmart Carl Douglas McMillon. Tidak hanya mengajukan petisi, Marshal juga mengirim surat elektronik kepada rekan kerjanya agar tidak masuk kerja pada Selasa (6/8/2019) dan pulang lebih awal pada Rabu (7/8/2019). Adapun surelnya sempat tidak bisa diakses untuk sementara setelah protes berlangsung.
Karyawan Walmart di San Bruno dan Portland, Oregon, tidak bekerja pada Rabu (7/8/2019). Sejumlah karyawan Walmart di New York mengheningkan cipta selama 1 menit pada hari yang sama. ”Banyak karyawan telah menghubungi saya untuk menyatakan dukungan mereka. Namun, mayoritas dari karyawan sangat takut dengan pembalasan dari perusahaan,” kata Marshall.
CEO Walmart Doug McMillon menyatakan, perusahaan mendengarkan kekhawatiran karyawannya. Hal tersebut ia sampaikan melalui media sosial pada Selasa (6/8/2019) atau ketika aksi protes dan petisi dimulai.
”Kami akan memikirkannya dan mempertimbangkan tanggapan kami. Kami akan bertindak dengan cara yang mencerminkan nilai dan cita-cita terbaik perusahaan kami,” tutur McMillon.
Banyak karyawan telah menghubungi saya untuk menyatakan dukungan mereka. Namun, mayoritas dari karyawan sangat takut dengan pembalasan dari perusahaan.
Juru bicara Walmart, Randy Hargrove, Kamis (8/8/2019), mengatakan, perusahaan merasa ada cara yang lebih tepat bagi karyawan untuk menyampaikan pendapat. Salah satunya adalah dengan melalui diskusi dengan para pemimpin. Walmart sejauh ini tidak menanggapi permintaan komentar atas petisi tersebut dan tindakan Marshall.
Tidak berubah
Awal pekan ini, Walmart menyatakan tidak ada perubahan kebijakan mengenai penjualan senjata setelah terjadinya insiden penembakan massal di Amerika Serikat. ”Kami telah bekerja sangat keras untuk menjadi penjual senjata api yang bertanggung jawab. Walmart melakukan lebih banyak di pemeriksaan latar belakang daripada yang diwajibkan oleh undang-undang federal,” kata Hargrove.
Setelah ditekan publik selama bertahun-tahun, Walmart sebagai penjual senjata terbesar di AS menghentikan penjualan senapan serbu pada 2015. Walmart juga akhirnya menaikkan batas umur pembelian senjata menjadi 21 tahun pada 2018.
Belakangan ini, beberapa aktivis pengontrol senjata dan pelanggan Walmart mulai menyuarakan keinginan agar perusahaan tersebut menghentikan penjualan senjata dan amunisi secara keseluruhan.
Seperti yang diketahui, terjadi dua kasus penembakan di Dayton, Ohio, dan El Paso, Texas, pada 3-4 Agustus 2019. Kedua kejadian hanya berselang selama beberapa jam. Dua kasus penembakan tersebut membunuh total 31 orang.
Selama beberapa tahun terakhir, terjadi polemik mengenai kepemilikan senjata di AS. Kasus penembakan juga berulang kali terjadi di tempat umum lainnya, termasuk di sekolah-sekolah. (REUTERS/BBC)