Sebanyak 31 perempuan nelayan asal Kabupaten Demak, Jawa Tengah akhirnya diakui dengan mendapat kartu asuransi nelayan, Jumat (9/8/2019). Hal itu hasil perjuangan mereka selama tiga tahun, setelah sempat dianggap hanya sekadar buruh lantaran sifatnya dinilai membantu suami.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
DEMAK, KOMPAS - Sebanyak 31 perempuan nelayan asal Kabupaten Demak, Jawa Tengah akhirnya diakui dengan mendapat kartu asuransi nelayan, Jumat (9/8/2019). Hal itu hasil perjuangan mereka selama tiga tahun, setelah sempat dianggap hanya sekadar buruh lantaran sifatnya dinilai membantu suami.
Penyerahan kartu asuransi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tersebut dilakukan Jumat, di sekretariat Komunitas Perempuan Nelayan Puspita Bahari, Morodemak, Bonang, Demak. Dengan mendapat kartu itu, para perempuan nelayan kini mendapat perlindungan dari pemerintah.
Hal itu melegakan Sri Umroh (43), yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi tulang pungung keluarga karena suaminya sakit jantung dan tak bisa beraktivitas. Setiap pagi, ia mencari kepiting di muara sungai dengan perahunya, demi memenuhi segala kebutuhan dirinya, suami, dan ketiga anaknya.
Kini, Umroh bisa lebih tenang, karena jika terjadi sesuatu saat ia bekerja, ada jaminan asuransi. "Saya senang sekaligus lega dengan adanya kartu asuransi ini. Apalagi, suami saya kondisinya terus memburuk, jadi semuanya bergantung pada saya," kata dia.
Perempuan nelayan lain, Siti Darwati (36), mengaku dia dan Musakori (38) suaminya, berangkat melaut pukul 02.00 dan kembali lagi pukul 09.00. Mereka melakukannya bersama karena menebar jaring harus dilakukan oleh dua orang. Sementara mencari orang untuk membantu bukan hal mudah.
Pekerjaan itu penuh risiko karena perahu mereka kadang kala harus melawan ombak, yang tingginya bisa mencapai 2,5 meter. "Alhamdulillah, senang akhrinya dapat asuransi. Pastinya tidak mau ada apa-apa di tengah laut, tetapi setidaknya kini ada jaminan dari pemerintah," ujar Siti.
Sebelumnya, dengan difasilitasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), dalam tiga tahun terakhir, mereka berjuang mendapat haknya. Kendala berawal dari kolom pekerjaan pada KTP karena tertulis "Mengurus Rumah Tangga”.
Padahal, dalam pengurusan pembuatan kartu nelayan dan kartu asuransi nelayan, harus tertera "Nelayan" pada kolom pekerjaan. Perjuangan tak mudah karena masih kuatnya persepsi bahwa perempuan tidak seharusnya bekerja. Namun, pengubahan status pekerjaan di KTP akhirnya terwujud.
Sekretaris Jenderal PPNI Masnu’ah menyatakan, pengakuan di Demak ini menjadi langkah penting agar perempuan-perempuan nelayan di daerah lainnya juga diakui. "Kami tak mau berhenti di sini. Harus ada pengakuan secara merata di Indonesia, termasuk di berbagai daerah pelosok," katanya.
Sejumlah perempuan nelayan yang tergabung dalam komunitas Puspita Bahari, di Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, mendapat kartu asuransi nelayan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jumat (9/8/2019).
Difasilitasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) dan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), mereka telah memperjuangkan hak tersebut selama tiga tahun. Masnu\'ah menuturkan, setelah Demak menjadi daerah pertama, daerah-daerah lain diharapkan juga ada pengakuan. Menurutnya aktivitas perempuan nelayan juga ada antara lain di Sikka, Kupang (Nusa Tenggara Timur) dan Buton (Sulawesi Tenggara).
Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Dinas Kelautan dan Perikanan Demak, Mulyatun, menuturkan, manfaat santunan kartu asuransi nelayan antara lain, Rp 200 juta untuk kematian akibat kecelakaan, Rp 5 juta untuk kematian akibat meninggal biasa, Rp 100 juta untuk cacat tetap, dan Rp 20 juta untuk biaya pengobatan.