JAKARTA, KOMPAS— Meskipun berada dalam potensi tarikan kekuatan negara-negara besar, ASEAN mampu meniti buih dan berhasil menciptakan ruang tumbuh bagi warganya. Dalam peringatan 52 tahun ASEAN dan peresmian gedung baru Sekretariat ASEAN, Kamis (8/8/2019), di Jakarta, Presiden Joko Widodo memberi perhatian pada isu tersebut.
”ASEAN harus mempertahankan reputasinya. Relevan bagi perkembangan baru dunia, relevan bagi pemenuhan kepentingan rakyat ASEAN, dan ASEAN harus bekerja lebih cepat dalam merespons perubahan yang sangat cepat. ASEAN harus bergerak dengan cepat dan solid,” kata Presiden.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Jose Antonio Morato Tavares dalam jawaban tertulis kepada Kompas mengatakan, ASEAN memiliki sejumlah aturan yang berorientasi pada isu tersebut, antara lain Konvensi Melawan Perdagangan Manusia, khususnya Perempuan dan Anak; Deklarasi HAM ASEAN; dan Konsensus ASEAN untuk Perlindungan dan Promosi Hak Pekerja Migran. Konsensus itu disepakati November 2017. Arahnya, pencapaian ekonomi dan kesejahteraan ASEAN dapat dinikmati warganya.
Namun, menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, ada catatan penting terkait isu pekerja migran di ASEAN. ”Sejak disepakati, konsensus masih menjadi dokumen di atas kertas karena tidak diadopsi hukum setiap negara. Perlindungan pekerja migran di kawasan akhirnya belum menunjukkan perubahan signifikan,” katanya.
Menurut Wahyu, jaminan keamanan pekerja migran masih bergantung pada rezim politik setiap negara anggota ASEAN.
Padahal, sebagaimana dikatakan Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Tatang Budie Utama Razak, Indonesia sebagai negara pengirim sangat berkepentingan agar implementasi konsensus berjalan optimal.
”Indonesia memiliki banyak pekerja migran yang berisiko tinggi, seperti asisten rumah tangga, buruh perkebunan, dan pekerja konstruksi. Selain itu, konsensus ini juga melindungi pekerja migran yang nonprosedural bukan karena kesalahannya sendiri,” ujarnya.
Sebagai catatan, berdasarkan data Bank Indonesia, remitansi pekerja Indonesia dari tiga negara ASEAN, yaitu Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam, terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2016, total remitansi dari ketiga negara itu 2,8 miliar dollar AS, lalu meningkat menjadi 3,3 miliar dollar AS tahun 2017, dan kembali naik menjadi 3,6 miliar dollar AS pada tahun 2018.
Upaya ASEAN
Menanggapi isu itu, pejabat pada Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengatakan, konsensus itu tidak serta-merta menurunkan jumlah kasus pekerja migran.
Saat ini, menurut Judha, ASEAN telah menyusun sejumlah rencana aksi untuk mengimplementasikan konsensus itu. Salah satunya kampanye publik untuk migrasi aman pada Desember 2018.
Wakil Indonesia untuk Komisi HAM Antarnegara ASEAN (AICHR) Yuyun Wahyuningrum mengatakan, ada tiga jenis perlindungan pekerja migran yang perlu diutamakan di ASEAN, yaitu perlindungan responsif, perbaikan (remedial), dan pembangunan lingkungan. (LSA/JOS)