Dugaan suap pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019 yang melibatkan anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI-P, Nyoman Dharmantra, menunjukkan belum adanya desain kebijakan yang komprehensif. Dengan begitu, celah melakukan negosiasi dan transaksi gelap masih terbuka lebar.
Oleh
Sharon Patricia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dugaan suap pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019 yang melibatkan anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI-P, Nyoman Dharmantra, menunjukkan belum adanya desain kebijakan yang komprehensif. Dengan begitu, celah melakukan negosiasi dan transaksi gelap masih terbuka lebar.
Pengamat pertanian Khudori mengakui, belum ada keterbukaan mengenai data kuota impor dari Kementerian Pertanian. Begitu pula kuota impor dalam surat persetujuan impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan juga tidak dibuka kepada publik.
”Misalnya, perusahaan X dalam RIPH (rekomendasi impor produk hortikultura) mendapatkan kuota impor bawang putih 10 ton. Kemudian, ketika keluar SPI, apakah kuota tetap 10 ton, lebih banyak, atau lebih sedikit, serta apa alasan pengurangan atau penambahan kuota. Ini yang tidak dibuka kepada publik dan membuat adanya celah bagi transaksi dan negosiasi gelap,” tutur Khudori kepada Kompas, Jumat (9/8/2019).
Khudori menyoroti tata kelola impor pangan serta komoditas, termasuk bawang putih, masih menjadi masalah, salah satunya karena portal Inatrade dari Kementerian Perdagangan belum efektif. Portal ini berfungsi untuk menyatukan data dari sejumlah kementerian dan lembaga.
Apabila portal Inatrade dapat dimanfaatkan secara optimal, publik dapat memantau berapa kuota impor bawang putih dalam RIPH hingga SPI. Dengan begitu, keputusan kuota impor pun akan lebih sesuai kebutuhan masyarakat dan menutup celah korupsi.
”Sistem monitor dan evaluasi dari Kementerian Pertanian ataupun Kementerian Perdagangan pun belum berjalan baik. Misalnya, ketika RIPH dan SPI dikeluarkan, apakah ada monitor, laporan, dan evaluasi dari pejabat yang bersangkutan, kita tidak pernah tahu,” ujar Khudori.
Menurut Khudori, celah inilah yang dimanfaatkan Nyoman sebagai anggota Komisi VI yang memiliki tugas di bidang perindustrian, perdagangan, koperasi UKM, BUMN, investasi, dan standardisasi nasional. Sebagai mitra Kementerian Perdagangan, Nyoman memanfaatkan celah ini untuk mencari ”keuntungan”.
Sebelumnya, dalam mengungkap dugaan korupsi terkait impor komoditas pangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan enam tersangka, termasuk Nyoman. Dalam kasus ini, Nyoman diduga menerima uang muka Rp 2 miliar untuk digunakan mengurus SPI bawang putih.
Adapun pihak swasta yang ditetapkan sebagai tersangka ialah Chandry Suanda alias Afung sebagai pemilik PT Cahaya Sakti Agro yang bergerak di bidang pertanian. Perusahaan ini diduga memiliki kepentingan dalam mendapatkan kuota impor bawang putih untuk tahun 2019.
Saat melakukan negosiasi dengan Chandry, Nyoman menyepakati commitment fee awal untuk mengurus perizinan kuota impor 20.000 ton bawang putih sebesar Rp 3,6 miliar dan commitmentfee Rp 1.700-Rp 1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor.
Pengawasan Kementerian Perdagangan terhadap distribusi penjualan bawang putih impor juga belum optimal.
Sepanjang Januari-Mei 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, volume impor bawang putih sudah mencapai 70.834 ton atau senilai 77,3 juta dollar AS atau setara Rp 1,1 triliun. Sementara sepanjang tahun 2018, total volume impor bawang putih mencapai 582.995 ton dengan nilai 493,9 juta dollar AS atau setara Rp 6,9 triliun.
Atas kejadian ini, Ketua KPK Agus Rahardjo menyampaikan, pihaknya telah melakukan kajian terhadap komoditas pangan strategis bawang putih selama tahun 2017. Temuan KPK, terdapat beberapa hal yang memerlukan perbaikan.
”Belum adanya desain kebijakan yang komprehensif dari Kementerian Pertanian dalam membangun swasembada komoditas bawang putih. Selain itu, dukungan informasi atas lahan-lahan pertanian yang secara riil bisa dipergunakan dalam mewujudkan swasembada bawang putih juga belum optimal,” tutur Agus.
Selain itu, pada aspek pelaksanaan, peran pemerintah dalam mengevaluasi kewajaran kenaikan harga bawang putih di pasar belum optimal. Sementara pada aspek pengawasan, pengawasan Kementerian Perdagangan terhadap distribusi penjualan bawang putih impor juga belum optimal.
Oleh karena itu, KPK merekomendasikan pembenahan tata niaga komoditas bawang putih dalam aspek perencanaan. Pembenahan dilakukan dengan membuat kesepakatan bersama antar-kementerian terkait dan menurunkan ke dinas kabupaten terkait ke pemerintah untuk membuat pelaksanaan komitmen menyukseskan swasembada bawang putih.
KPK juga merekomendasikan Kementerian Pertanian membuat desain komprehensif tentang swasembada bawang putih dari produksi hingga pascapanen. Dalam tahap pelaksanaan, KPK merekomendasikan Kementerian Perdagangan menyusun acuan untuk menilai kelayakan harga komoditas bawang putih impor di tingkat konsumen.
”Ini dapat dilakukan dengan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2017 untuk memasukkan bawang putih sebagai daftar kebutuhan pokok yang wajib dilaporkan distribusinya dan melakukan post-audit atas laporan stok distributor dari aspek pengawasan,” ujar Agus.