Didirikan pada 1967 di tengah Perang Dingin, ASEAN sekarang menghadapi tantangan akibat persaingan Amerika Serikat-China serta disrupsi teknologi.Pada Kamis (8/8/2019), ASEAN yang sekarang beranggotakan 10 negara Asia Tenggara menginjak usia ke-52 tahun. Perjalanan panjang telah dilalui organisasi kawasan tersebut, mulai dari dinamika Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat, konflik bersenjata dengan korban tidak sedikit di dataran Indo-China 1970-an, hingga krisis ekonomi 1997 yang memicu pergantian rezim di negara ASEAN.
Selama 2-3 dekade terakhir, kondisi damai dialami ASEAN. Hal itu membantu anggotanya meningkatkan kerja sama guna mewujudkan salah satu tujuan ASEAN: mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, serta pengembangan budaya di kawasan. Tonggak penting untuk mencapai tujuan itu ialah pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015. Lewat MEA, terbentang peluang pasar yang besar dengan populasi lebih dari 622 juta warga. MEA, dikombinasikan dengan perjanjian Area Perdagangan Bebas ASEAN, telah meningkatkan perdagangan di antara anggota.
Dampak positifnya, pertumbuhan ekonomi kawasan terpacu. Menurut Dirjen Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Jose Antonio Morato Tavares, pertumbuhan ekonomi ASEAN 2007-2017 rata-rata 5,2 persen, lebih tinggi ketimbang rata-rata pertumbuhan global 3,1 persen.
Dengan kata lain, salah satu kunci mencapai pertumbuhan optimal di ASEAN adalah integrasi ekonomi yang ditandai dengan pembentukan MEA. Integrasi ekonomi ini—tentu ditopang perdamaian dan kestabilan—mendorong pertumbuhan yang akhirnya membantu penanganan kemiskinan.
Di tengah upaya terus meningkatkan integrasi ekonomi, kerja sama ASEAN menemui tantangan akibat perang dagang AS-China. Sejumlah anggota ASEAN ”diuntungkan” karena beberapa perusahaan memindahkan basis produksi dari China ke negara Asia Tenggara guna menghindari tarif yang diterapkan AS. Namun, pelemahan pertumbuhan akibat perang dagang tetap berdampak serius. Penguatan integrasi ekonomi perlu ditingkatkan lagi agar kawasan lebih berdaya tahan.
Tantangan lain bagi ASEAN ialah kemajuan teknologi informatika dan telekomunikasi yang menyebabkan perubahan besar. Perusahaan raksasa baru transnasional bermunculan berkat keberhasilan memanfaatkan data besar. Kecerdasan buatan meningkatkan efisiensi dan mengubah lanskap proses produksi. Tenaga kerja berkemampuan tinggi seperti analis data dan pembuat program sangat dibutuhkan.
Sebagaimana tertulis dalam Cetak Biru MEA 2025, peningkatan kemampuan teknologi dan inovasi harus menjadi karakter MEA. Konkretnya, ASEAN harus mampu mengurangi kesenjangan inovasi dan kapasitas teknologi di antara anggotanya. Dengan cara ini, produktivitas semua anggota ASEAN meningkat dan tak ada negara yang tertinggal. Pertumbuhan yang dicapai pun akan lebih berkelanjutan.